Hati

58 6 0
                                    

Ariq duduk di bangku taman belakang rumahnya. Ia sudah berada sekitar satu jam di sana. Memetik gitar sembari bersenandung ria. Menyanyikan beberapa lagu kesukaannya. Pandangannya lurus ke depan, terfokus pada kolam ikan hias yang dipelihara ayahnya sejak 5 tahun yang lalu. Sangat indah, asri, dan rapi. Ayah Ariq memang patut diacungi jempol karena memiliki ketelatenan yang tak perlu diragukan lagi.

Permainan gitarnya terhenti. Kemudian ia menyandarkan gitarnya di sisi kiri bangku taman. Tangannya tergerak memungut selembar kertas berwarna hati yang tadi ia letakkan di sisi kirinya. Membaca sekali lagi untaian kata yang terukir di dalamnya.

Selamat Pagi, Kak!
Hari yang indah bukan?
Surat ini sebagai tanda perkenalan kita. Tapi aku harap, suatu hari nanti kita bisa berkenalan secara resmi:)

Mungkin sudah sepuluh kali Ariq membaca pesan itu, dan berkali-kali juga ia membolak-balik halamannya. Namun ia tak kunjung menemukan nama dari sang pengirim.

Rasa penasaran memang menghantuinya sedari tadi. Ia tak menyangka ternyata Karin tak berbohong. Surat itu nyata, bahkan goresan pada kertasnya tak mencerminkan bahwa itu ditulis oleh salah satu sahabatnya. Ya, kau tahu, sebagai lelucon. Tapi, satu yang ia ketahui. Pengirimnya sudah pasti adik kelasnya sendiri. Tapi kelas berapa ? X ? Atau XI ? Memikirkannya saja sudah membuat Ariq pusing, lalu memasukkan kembali surat itu ke saku celana pendeknya. Lalu ia memandang kembali kolam ikan hias yang ada didepannya itu. Saat memandang kolam itu, Ariq merasa sangat damai. Mungkin kolam itu mengandung sihir. Mikirkannya membuat Ariq menggeleng cepar. Tak mungkin ayahnya melakukan hal bodoh seperti itu.

"Ngelamun aja, ga bosan?" Ariq menoleh ke arah dimana suara itu datang. Berdiri disana seorang gadis berkuncir kuda dengan tangan yang memegangi tas selempangnya. Ia tersenyum saat Ariq melihat ke arahnya, dan Ariqpun membalas senyumannya.

Manis, komentar yang selalu Ariq ucapkan selama 4 tahun mereka bersama. Gadis itu, masih dengan senyuman mengembang di wajahnya, menghampiri Ariq. Duduk disebelah kanan Ariq yang senantiasa menatapnya tanpa berkedip.

Tanpa aba-aba senyumannya memudar, kemudian ia memanyunkan bibirnya. Lagi-lagi, Ariq dengan bodohnya masih saja menatap.

Gadis itu mendengus sebal, "tadi aku lagi belajar masak sama bunda, tiba-tiba Karin nelfon. Katanya kamu punya penggemar ya?"

"Iya" jawab Ariq singkat, padat, jelas.

"Kok jawabnya gitu sih, kamu suka ya sama penggemar kamu" rengek gadis itu sambil memainkan tali tas selempangnya.

Ariq tersenyum asimetris, lalu menatap gadis itu dalam. Tangannya tergerak mengusap rambut gadis itu sayang.

"Aku suka saat kamu cemburu." kemudian ia tertawa kecil, "dengar, aku ga bakalan selingkuh. Ini adalah cobaan untuk hubungan kita, Tere. Aku yakin kita bisa ngelaluin ini bersama."

Ariq melepaskan tangannya dari rambut Tere. Mengambil kembali gitar yang tadi ia letakkan di sisi kirinya. Ia memetik asal namun masih tetap menghasilkan melodi.

"Mau request lagu apa?" ucap Ariq. Matanya beralih menatap Tere.

"Serius, Riq! Aku mau nanya lebih. Namanya siapa?" jawab Tere yang merasa sebal karena Ariq berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Ga tau, dia ga ngasih nama disuratnya, Re."

"Suratnya mana aku mau lihat"

"Udah aku buang." bohong Ariq. Sebenarnya Ariq malas dan merasa menyesal harus berbohong pada Tere. Tapi ia harus melakukan itu. Tere adalah gadis pencemburu. Ia tak mau gadisnya itu memcemburui hal kecil seperti ini. Ia tak mau memicu pertengkaran diantara mereka. Karena Ariq sangat menyayangi Tere.

Lagi-lagi Tere mendengus, ia merutuki sifat cemburu yang ia miliki. "Maaf" itulah kata yang akhirnya keluar dari mulutnya

Ariq hanya tersenyum, memetikkan gitarnya. Dan mulai melantunkan sebuah lagu.

"When I see your face" Ariq menatap Tere dalam. Merasakan jantungnya yang selalu berdebar saat berada didekat Tere. Dan darahnya seperti mengalir lebih deras dari biasanya.

"There's not a thing that I would change" Indah. Satu kata yang bisa mewakili perasaan Tere saat mendengar Ariq bernyanyi untuknya.

"Cause girl you're amazing" Tatapan Ariq semakin dalam. Dan begitu pula sebaliknya. Cinta. Itulah yang mereka rasakan saat ini. Seperti kata orang, saat kita bersama orang yang kita cintai, serasa dunia hanya milik berdua.

"Just the way you are"

***

"Oh, jadi lo udah lama suka sama Ariq. Lo tau ga sih dia udah punya pacar?

"Ya, Kak. Gue udah tau. Tapi gue ga ada niat mau ngancurin hubungan Kak Ariq sama Kak Tere. Gue juga ngirim surat itu tanpa nyantumin nama gue kok kak. Dan gue-" belum sempat Nabilla menyelesaikan kalimatnya, namun,

"Cukup," potong Karin. "Iya gue ngerti maksud lo," Karin menatap wajah Nabilla lekat-lekat. Membuat Nabilla hanya bisa tertunduk. Mereka masih berada di kantin. Karin memang memutuskan untuk duduk didepannya, setelah sebelumnya ia kepergok menjadikan foto Ariq sebagai wallpaper lock screennya. Milla dan Paudina ? Nabilla menyuruh mereka untuk menjauh saat ini karena ia ingin menyelesaikan masalah ini sendiri.

"Gue tau kalo cinta itu emang ga bisa kita hindarin. Kalo lo masih mau ngirim surat, terserah lo, itu hak lo. Gue ga boleh ngehalang-halangin. Hanya tolong, jangan hancurin hubungan Ariq sama Tere karna ego lo. Itu artinya, lo jangan pernah berharap bisa deket sama Ariq selama masih ada Tere disisi dia. Gue ga mau sahabat gue terluka karna lo. Gue bakalan lakuin apapun buat ngebales apa yang udah lo lakuin. Walau itu dengan cara kejam. Kecuali kalo emang akhirnya dia milih lo, gue gak berhak ikut campur." Karin mengakhiri pembicaraan yang hanya membuatnya makin muak saja. Sekarang, yang ada dipikirannya, ia benci dengan kecerobohan yang Nabilla buat. Kebencian itu akan semakin tubuh jika Nabilla membuat sahabat tersayangnya itu terluka. Yang dilakukan Karin saat ini tentunya beralasan, karena ia tahu bagaimana kerasnya perjuangan Ariq untuk mendapatkan Tere. Tere adalah kebahagian Ariq, dan kebahagiaan Ariq tentunya adalah kebahagiaannya.

Karin berdiri. Menatap Nabilla sendu, kali ini, Nabilla balik menatapnya. Ia menghela nafas panjang, kemudian berkata, "dan asal lo tahu, Nabilla, sebagai sahabat, gue juga suka sama Ariq, dari pertama kali gue tahu apa itu jatuh cinta."

***

Hai guys, makasih ya udah mau baca teenfict aku, jangan lupa vomment, karena itu berharga banget buat aku. Sebelumnya, maaf ngepostnya lama, habis belum ada ide, hehe^^ btw, sorry ya kalo part ini terlalu pendek:(
Byee sampe ketemu di next chap yaa^^

26 Desember 2015

YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang