[ 2 ] Jiwa Fujo Emak Gue Bangkit Gara-gara Ardan

6.6K 620 118
                                    

Gue diem.

Ardan diem. Iya, mulut doi gue bekep biar gabisa bacot. Abis, lo bayangin aja. Selama menuju parkir dia neriakin "Fudaan! Fuudaaaaannn!" anjiang, norak banget. Apa dia gatau kalau tiap hari gue di-bully gara-gara tuh nama!? Apa pura-pura gatau!?

"Dan, bacot. Diem bisa, kan? Anteng bentar aja selama dijalan." pinta gue. Bah. Kenapa jadi gue yang mohon-mohon.

Ardan menggeleng.

"Plis, Dan. Atau lo mau gue tinggalin disini, hah? Biarin aja lo kayak gembel nanti." ancam gue.

Ardan mencoba menarik telapak tangan gue yang membekap mulutnya, "Nanti lo gak dikasih duit jajan sebulan!" anjir tau dari mana!? Apa dia punya indera ke enam!? Apa dia anak indigo!?

Gak, gak. Dia anak nyokapnya.

"Gue gak bisa napas, begok!" serunya di sela-sela usahanya melepaskan tangan gue.

"Lo janji dulu jangan teriak-teriak kayak tadi!" titah gue gondok.

"Siapa lo nyuruh-nyuruh gue!" serunya lagi, setelahnya, sama sekali gak gue sangka-sangka.

Dia ngejilat telapak tangan gue.

"DAFUQ !" gue segera menarik tangan gue, "ANJAS, JOROK." seru gue pada Ardan, dia malah tersenyum puas.

"Makanya janga macem-macem sama gue." balas Ardan sambil melipat kedua lengannya didepan dada.

"Gak gitu juga, dasar begeng!" gue segera membersihkan najis-nya ditelapak tangan gue dengan air mineral di botol minum.

Ardan terlihat mengernyitkan dahinya, kesal. "Gue gak begeng, dasar fudanshi menjijikan!"

Anjir.

"Gue bukan fudanshi, dasar homo!" seru gue.

"Fudanshi menggelikan! Jijik gue! Pergi jauh-jauh!" balas Ardan.

"Heh! Mending jadi fudan daripada homo, ya!" balas gue lagi.

"Sialan! Gue gak homo! Dasar fu-"

"STOP STOP STOOOOOPP!" guepun teriak untuk menghentikan ini semua. Gue udah gak kuat. Anak-anak pada ngeliatin dengan tatapan "sumpe-lo?!" ala ala remaja alay. Iya, tamatlah riwayat gue. Mulai hari ini, pasti gue disangka homo.

"Udah," kata gue, "Gue capek. Kita pulang." gue melempar helm pada Ardan yang kayaknya masih kesal. Gak terima dibilang homo sama gue. Sukurin, biar dia ngerasain gimana sakitnya digituin.

Gue menstarter motor, sedang Ardan udah duduk manis di belakang gue. Guepun segera melesat untuk mengarungi jalan raya Jakarta yang naudzubillah macet parah.

Gue segera ngambil jalan alternatif, biar cepet sampe rumah.

"Ardan," sahut gue.

"Apa lo manggil-manggil?" balasnya.

"Oh, bagus. Masih disitu. Gak terbang, kan?" gue kasih tahu aja ye. Si Ardan enteng abis! Itu badan naon kertas HVS, mas? Tipis amat. Kagum gue. Doi ikut ocd-nya Mas Dedi kali ye?

"Maksud lo apa?" Ardan menoyor kepala gue. Gue tersenyum kecil.

Gak, gak. Tolong jangan salah paham. Gue gak senyum karena mulai 'nyaman' atau apa. Gue ngebayanginnya aja udah jijay. Itu gue senyum karena puas isengin dia.

.
.
.

"Ardaaaann~! Kamu masih ingat saya, tidak~?" emak gue langsung nerjang begitu gue sampe.

"Iya, Tante. Saya ingat, kok." balas Ardan sambil tersenyum, senyumnya manis---BAH pikiran macam apa ini. Buang ke recycle bin buang! Astaga, jangan sampe gue belok beneran, nanti emak gue mati keabisan darah ....

Panggil Gue Rezza ! [ YAOI ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang