Espace; [16] "Pantai dan Langit Malam"

15.3K 1.3K 113
                                    

"Hah? Mau pergi sekarang?" ucap Bintang sedikit kaget ke lawan bicaranya melalui ponsel miliknya.

"Iya, Nta. Nanti aku ke rumah kamu ya," jawab lawan bicaranya yang tak lain adalah kekasih barunya, Ulan.

Sudah seminggu setelah aksi penembakkan yang digrebek oleh Mahdi itu terjadi. Kata gue-lo pun kini berganti dengan aku-kamu. Mereka selalu nampak bersama di jam-jam istirahat atau jam kosong lainnya. Kemesraan mereka itu turut berhasil membuat para perkumpulan mantan Ulan menatap kesal ke pasangan baru itu, mereka benar-benar iri karena sewaktu mereka memiliki hubungan, Ulan tidak pernah semesra saat ini. Terlebih lagi, ini kali pertama Ulan menyatakan cintanya ke seorang perempuan.

Walaupun perasaannya saat ini sangat palsu.

Dia sama sekali belum melibatkan perasaannya.

"Ta-tapi aku belum mandi, Giii," sergah Bintang cepat. Walaupun ini sudah pukul dua belas siang, tubuhnya masing sungkan untuk menyentuh air. Terlebih lagi ini adalah hari ulang tahunnya. Anggap saja tidak menyentuh air hari ini adalah kado untuk dirinya sendiri.

"Pokoknya harus mandi dan dandan yang cantik. Eh ngga usah dandan deh, kamu udah cantik kok."

"Ih, apaan sih.." sungut Bintang setengah merona.

"Pokoknya mandi yaaa. Aku tau kamu ngga suka air kayak kucing tapi tetep aja harus mandi sekarang. Oke? Kita mau ke suatu tempat dan kamu bakal suka."

"Tapi-tapi a-"

"See you there, Nta!"

"Eh, Giii. Iiih, kok dimatiin?" gerutunya sambil menatap ponsel pintar itu. Dia mendesah pasrah. Akhirnya pun ia harus mandi hari ini.

***

"Kita mau kemana sih, Gi?" tanya Bintang yang sudah duduk di kursi penumpang bagian depan mobil jeep laki-laki di sebelahnya. Setelah mandi singkat --menurutnya-- dan memilih pakaian yang pantas dipakai untuknya, Bintang akhirnya keluar dari kamar dan terkekeh tak berdosa melihat kekasihnya yang sudah menunggu nyaris satu jam.

Begitu lah dirinya. Sangat anti mandi tapi ketika air menyentuh tubuhnya, ia bisa menghabiskan waktu berpuluh-puluh menit di dalam.

"Ada deh. Pokoknya kamu bakal seneng, ini kan ulang tahun kamu," jawab Ulan sambil mulai menjalankan mobilnya.

"Hm, yauda deh," ucapnya pasrah. Lagi pula sebanyak apapun dia menanyakan tempat tujuan mereka ke laki-laki itu, sudah pasti dia tak akan menjawab. Kalau di jawab, bukan surprise namanya.

Bintang pun menekan tombol radio di jeep milik Ulan. Memang tidak biasanya laki-laki itu menggunakan mobil ini. Ia lebih suka memakai motor besarnya itu dibandingkan jeep-nya ini. "Kok tumben pake mobil?" selidik Bintang sambil memperhatikan isi jeep laki-laki itu.

"Tempatnya jauh, ngga mungkin naik motor. Nanti kamu masuk angin."

Bintang membulatkan bibirnya sambil masih terus memperhatikan isi mobil itu.

"Mau tau hal baru lagi ngga?"

Perempuan itu mengalihkan pandangannya cepat menuju wajah Ulan di kursi sebelahnya. "Mau-mau!"

Ulan terkekeh pelan melihat antusiasme milik Bintang. "Lagi-lagi, kamu yang pertama."

Alis tebal terawat milik Bintang menyatu. "Maksudnya?"

"Aku ngga pernah bawa perempuan naik mobil ini. Ata bahkan mama aku pun ngga pernah. Mobil ini baru aku dapat ketika ulang tahunku yang ke-limabelas. Ternyata mama udah ngerencanain kasih kado ini tanpa campur tangan uang papa dan setelah menabung selama tiga tahun sebelum kematiannya dia akhirnya bisa beli ini dan dititipin di rumah adiknya. Bisa dibilang, ini peninggalan mama yang terbesar dan juga berharga," Ulan menampilkan senyuman kecil di bibirnya mengingat hal itu.

EspaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang