Espace; [37] "Tugas Ilona"

12K 1.1K 53
                                    

Suasana siang yang begitu terik di hari minggu membuat segala peluh bercucuran laksana air mancur di Bogor saat LDKS waktu lalu. Ata tak berhenti menggerakan tangannya seraya membuat angin buatan dengan gerakan mengibas. Bahkan saking panasnya, angin pun enggan untuk mampir.

Sudah sejak tadi Ata berdiri di sana, di antara alang-alang yang tinggi dengan berbagai gaya yang berbeda. Ia sudah bersalin pakaian sembilan kali dari sepuluh pakaian yang diperlukan. Ini semua hanya untuk Ilona, sahabat perempuannya yang datang jauh-jauh dari Bandung hanya untuk melaksanakan tugas. Ilona beserta timnya yang diisi oleh dua laki-laki dan dua perempuan termasuk dirinya ini diberikan tugas untuk membuat sebuah portofolio berisi karya jepretan sendiri yang memadupadankan antara keindahan manusia dan alam secara alami. Dan Ilona pun langsung teringat Ata yang begitu cantik tanpa balutan make up.

Jadi, secara tidak langsung, Ata di minggu paginya sudah berjibaku dengan segala pakaian dan make up tipis. Tentu saja, Ata tak sendiri. Ada Asa-tentunya-dan Cavan. Ini bisa dibilang sebuah reuni namun pastinya tak lengkap karena Ulan tak hadir di sini.

"Cape, Ta?" tanya Asa yang diakhiri oleh tangannya yang memberikan sebuah air mineral ke Ata. Ata mengangguk lesu lalu memilih duduk di samping Asa, kepalanya menyender ke pundak laki-laki itu kemudian mulai menenggak air mineral tersebut hingga mengalir menuju kerongkongan. "Gue ngga nyangka jadi model aja secapek ini," balasnya setelah menenggak habis botol tersebut.

"Bukannya waktu kecil lo pengen jadi model ya?" ledek Asa cekikikan.

Ata mendengus, dulu ia sangat mengidamkan pekerjaan sebagai model. Bahkan ia sempat nekat berjalan menuju studio foto sehabis pulang sekolah bersama Asa dan Ulan ketika masih SD. "Itu khayalan kecil gue, Sa. Semua berubah."

Entah apa yang membuat kalimat terakhir yang Ata katakan begitu menggetarkan hati. Semuanya berubah, ah, tentu saja. Tak ada yang bisa menyangkal hal tersebut. Manik mata itu bergulir ke samping, memandang Ata yang masih setia menyenderkan kepalanya ke bahu Asa.

'Lantas, apa gue bisa ngubah hati lo, Ta?' batin Asa mulai berbicara. Ia menghela napas kemudian memilih melihat hasil jepretannya. Jika kalian pikir Asa tak membawa kamera DSLR kesayangannya, itu salah besar. Sudah tentu ia membawanya. Dia tak akan melewatkan kesempatannya hari ini.

Nama Ata beberapa menit setelahnya terpanggil lagi oleh Ilona. Gadis berambut panjang kecoklatan yang dicat lebih muda diujungnya tersenyum lebar kemudian menyuruh Ata bergantian pakaian lagi. Ata menurut, dia tak mungkin menolak membantu temannya itu. Lagi pula, ini sesi terakhir pemotretannya.

Tak lama kemudian, Ata keluar dengan senyuman lebar, membuat Asa terpaku bahkan tak mengedip barang sedetik pun. Matanya tersihir oleh gadis yang mulai kembali beranjak ke tempat dimana ia akan melanjutkan kegiatan photoshotnya.

Asa benar-benar tersihir oleh gadis itu. Rambut pendek sebahunya dihias flower crown berwarna putih itu melambai-lambai seiring kakinya melangkah. Dress merah muda selutut dengan shirt collarnya mengembang begitu indah. Pesonanya begitu mengikat hingga tanpa sadar Asa mulai memotret keindahan Tuhan yang mulai memeragakan gaya yang dia bisa.

Ata begitu sempurna, laksana malaikat yang turun untuk dirinya. Hanya dirinya.

Ata terus bergaya, sesekali tertawa dan tawanya itu yang berhasil Asa tangkap. Begitu manis hingga rasanya Asa akan terkena diabetes di masa tuanya. Gadis dengan rambut sebahu itu terus berlenggok di tempat hingga sesi foto selesai. Senyumannya masih tercetak di sana, ia melambai ke Asa dan ketika hendak Asa melangkah mendekati, seseorang menghalang.

Dia orang yang Asa tahu bernama Robby, salah satu dari tim Ilona yang sedaritadi memotret Ata. Serdadu cemburu mulai merasuk dalam tubuhnya. Bagaimana tidak? Sejak sesi pertama pemotretan, pandangan Robby tak pernah lepas dari sosok Ata. Asa tahu, itu memang wajar karena seorang fotografer pasti akan menyorot sang model, namun apa termasuk wajar jika Robby selalu memandang Ata pula di saat perempuan itu berbincang, mengobrol, dan melakukan hal lainnya di luar sesi pemotretan?

EspaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang