Minotaur, Justin, and Unicorn

67 6 0
                                    

Dark
Minotaur, Justin, and Unicorn

[]

Aku mengerjapkan mataku. Setelah tau ada makhluk bermuka banteng yang mengejarku, kupikir aku nggak akan bisa lebih terkejut lagi. Ternyata kehadiran Justin yang tiba-tiba bersinar membuatku menarik pikiranku kembali. Sebenarnya dia itu titisan lampu atau apa sih?

"Justin, kenapa tiba-tiba ada kau disini?" Tanyaku. Dia tak menjawab, hanya memberiku isyarat untuk diam. Aku menurut, diam. Justin sudah berhadapan dengan makhluk bermuka banteng itu. Apa dia gila? Justin mengeluarkan panah yang langsung muncul dari tangannya. Makhluk aneh itu sudah mulai menyerang menggunakan sebuah pohon yang dia cabut seperti rumput dari tanah. Justin mulai menembak makhluk itu dengan panah. Anak panah itu memenuhi tubuh monster itu seperti landak.

Tapi banyaknya anak panah itu bahkan tidak mengurangi tenaganya untuk memukul-mukul segalanya. Apa matanya buta? Aku punya ide! Aku naik ke pohon terdekat dengan membawa sebongkah batu besar. Sial, berat sekali. Kalau memanjat pohon dengan rok saja sudah susah, ini apa lagi. Setelah perjuangan melelahkan memanjat pohon bersama batu, aku mulai membidik dimana kira-kira monster banteng bercelana dalam itu berada. Dia masih bertarung dengan Justin yang masih mendaratkan panah di tubuhnya.

"Justin, arahkan dia kesini." Teriakku. Justin melirik sedikit lalu mengangguk. Dia mulai berlari dan menuju ke pohon ini. Sekarang aku yang mulas. Banteng bercelana dalam memang menyebalkan!

Aku menjatuhkan batu besar itu tepat di kepala monster bercelana dalam. Monster ini menabrak pohon yang kunaiki sampai tumbang. Eh? Pohon yang kunaiki tumbang?

"AAAAAAAAAAA!"

Responku terhadap segala hal memang cenderung lambat, tapi aku tidak pernah merasa sebodoh ini. Aku memejamkan mataku, takut. Aku mendengar pekikan dan kutukan lalu suara seperti boom! Oh, Jadi monster banteng itu mati, aku juga mati. Ironis memang. Aku merasakan hembusan udara. Kenapa udara seperti menahan jatuhku ya? Kok nggak sakit?

Aku membuka mataku perlahan. Eh, banteng matanya coklat terang ya? Setelah mataku terbuka sempurna, aku baru nyadar. Oh, bukan banteng yang matanya coklat terang. "Aku sudah di surga ya?" Tanyaku. Justin terkekeh. "Kau sudah di surga. Iya." Jawabnya sambil menurunkanku.

"Aku lega. Kupikir aku akan patah tulang hehe." Ujarku. Aku mencari makhluk banteng yang tiba-tiba menghilang dan hanya menyisakan tanduk. Eh, dia mati beneran ya? "Makhluk banteng itu kemana perginya?" Tanyaku. "Minotaurus itu sudah buyar." Jawabnya santai sambil mengambil tanduk itu lalu menyerahkannya padaku. "Kenapa aku?" Tanyaku. Dia mengedikkan bahunya, "Karena makhluk itu buyar karena kau."

Dia menjejalkan tanduk itu di tasku. Aku masih mengernyitkan keningku. "Kenapa dia buyar? Bukan mati?" Tanyaku. Justin mendengus, "Karena dia monster. Dia akan hidup kembali setelah abunya tersusun lagi di Tartarus. Sekarang diamlah." Ujarnya. Aku mengangguk.

Dia memberi siulan ke udara. Dan seekor unicorn muncul. Hah? Unicorn? Aku melongo melihat unicorn itu melayangkan sayapnya di udara. Indah sekali... Unicorn itu mendarat di depanku. Justin menarikku mendekat ke unicorn itu di udara. "Kau kuat menarik kami berdua kan?" Tanyanya. Dia berbicara kepada unicorn ini? Unicorn itu meringkik. Kedengarannya seperti dia sedang bicara sesuatu. Terserahlah.

"Tidak. Kau harus mau." Ujar Justin. Aku menaikkan alisku. Oh, dia masih bicara dengan unicorn itu. Kukira dia bicara padaku. Aneh memang.

Dia menarikku naik ke unicorn ini. Aku didepan. Eh? "Hei! Aku tidak mau didepan!" Dia hanya menggeleng tak sabar dan berkata "Let's go, Mayo!" Dan unicorn itu menjejakkan kakinya di udara. Sayapnya mengepak-epak indah. "Mau kemana ini?" Teriakku, takut suaraku tidak terdengar karena termakan angin. Terdengar aneh ya?

Dia hanya berbisik tepat di telingaku. "Keluar kota ini. Kau dapat surat itu kan?" Aku bergidik. Bukan karena takut, karena geli. "Bisakah kau tidak terlalu dekat seperti ini? Geli!" Teriakku. Dia berbisik lagi. "Tidak. Untung saja Mayo kuat mengangkat kita berdua."

"Maksudku jangan berbisik." Teriakku lagi. Dia berbisik lagi. Sial. "Kau yang berisik." Aku berteriak frustasi lalu menghadap kebelakang. "Tolong.Jangan.Berbisik.Padaku." ujarku.

Unicorn ini tiba-tiba menukik. Aku terpental ke depan. "Aduh. Tidak bisa lebih berbahaya lagi kan?" Justin hanya terkekeh dibelakang.

Pemandangan dibawah berganti menjadi hutan lebat. Er... Kuharap unicorn ini tidak akan kelelahan sampai harus jatuh disana. Sepertinya tidak ada cahaya yang masuk disana. Gelap. Seperti hidupku.

"Sudahlah. Kau tidur saja. Perjalanannya masih lama." Ujarnya. Aku menggeleng. "Aku takut jatuh kesana. Gelap." Dia terkekeh. "Percayalah, kau aman bersamaku."

Aku menelan ludahku. Kalimatnya terdengar ganjil. Tapi sambil memikirkan itu aku merasakan kantuk dan terlelap, masuk ke dalam kegelapan.

Lucu memang. Aku tak mau tidur karena takut jatuh kedalam hutan yang gelap. Tapi malah tidur dengan mata tertutup-yang berarti gelap juga.

Sudahlah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 09, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang