I got a free ferrari!

89 5 0
                                    

Dark
I got a free ferrari!

[]


Aku mengeratkan sweater yang membungkus tubuh mungilku. Entah kenapa tiba-tiba pagi ini dingin sekali. Aku sudah berdiri di halte ini sejak seperempat jam yang lalu dan aneh, tidak ada satupun bus yang lewat. Padahal biasanya bus yang melewati sekolahku sudah berseliweran. Aku melihat jam tanganku, setengah tujuh. Aku terus menatap jalanan yang lengang ketika menyadari suara gemerisik di belakangku.

Disana, duduk seorang laki-laki paruh baya yang sedang menggumamkan sesuatu ke ponselnya. Aku tidak menghiraukan kehadirannya. Menatap jalan yang lengang.  Sebenarnya aku bisa saja nebeng Justin. Tapi dengan resiko telat karena Justin baru akan berangkat jam tujuh tepat. Dan jelas aku tidak bisa setelat itu.

Karena lelah terus berdiri, aku memutuskan untuk duduk. Menjaga jarak dengan laki-laki asing itu. "Menunggu bis, nona?" Tanyanya. Aku mengangguk. "Kau nona Black kan?" Tanyanya lagi. Aku mengangguk dan bertanya-tanya darimana dia tahu namaku. Dia meneruskan "Nah, disini seharusnya paketnya sudah datang sekarang. Kau bisa menyetir mobil kan?" Aku masih bingung, tapi mengangguk. Iya, aku memang pernah diajari menyetir mobil oleh Theo dan bisa dibilang, lumayanlah.

Dia mengangguk lalu berjalan  meninggalkan halte.  Aku melihatnya menjauh, tapi beberapa saat kemudian dia menghilang begitu saja. Aku mengerjapkan mataku, berharap aku hanya berhalusinasi. Tapi laki-laki itu benar-benar menghilang. Aku memutuskan untuk melihat jalan yang lengang lagi daripada mempercayai pandanganku. Aku mengernyit ketika ada sebuah tronton besar pengangkut mobil dengan tulisan H-Express di bodi trontonnya yang berhenti. Apa mobil sebesar itu bisa mogok?

Tak berselang, pengemudi tronton itu keluar. "Apakah anda nona Black?" Tanya pengemudi tronton itu. Aku mengangguk. Dia segera membuka borgol pintu masuk mobil yang dibawanya. Lalu menaiki sebuah mobil Ferrari hitam yang terlihat sangat keren dan memarkirnya tepat di depanku. "Milik siapa ini?" Tanyaku. Dia terkekeh. "Ini milikmu. Dan kalau tidak keberatan, tandatangani saja surat pengiriman ini." Ujarnya sambil menyodorkan papan berisi surat pengiriman barang dan pena. "Siapa yang mengirimnya?" Tanyaku. "Tandatangani dulu, baru kujawab." Balasnya. Aku menandatangani kertas itu. Dia mengambil kertas itu, memberiku kunci mobil lalu berbalik. "Hei! Katamu kau akan menjawab!" Seruku. Dia berbalik. "Tulisannya dari Mr. Black. Bye, nona." Ujarnya lalu masuk ke tronton itu dan melajukannya. Aku menatap tronton itu pergi. Anehnya, dititik kejauhan saat pria asing di halte tadi menghilang, tronton itu juga menghilang. Seakan tidak pernah muncul.

Aku merasa aku sudah gila, melihat dua kali orang menghilang. Ferrari hitam keren yang muncul begitu saja. Bus yang tak kunjung datang. Dan yang paling membuatku bingung, pengirim paket ini. Mr Black? berarti... pengirimnya ayahku? Aku masih memikirkan semua kegilaan itu ketika mataku menatap jam tangan. Mataku membelalak. Jam tujuh kurang sepuluh. Masih belum ada bis yang lewat. Aku menatap mobil didepanku ini. Aku mendengus kesal dan masuk ke mobil itu.

Kunyalakan mobil itu. Menaruh tasku dan langsung melaju kencang. Speedometer mobil itu tak pernah turun dari angka 100. Aku bisa saja menganga memandangi diriku sendiri yang menyetir seperti orang kesetanan. Tapi aku hanya menyamankan diriku lalu langsung ke lapangan parkir SMAku. Kulirik jam tanganku. Dua menit lagi bel. Aku menghentikan mobil ini, mengambil kunci dan tas lalu mengunci pintunya. Aku segera berlari menuju kelas. Tidak memedulikan tatapan kagum melihatku yang memakai mobil itu. Aku tiba di kelasku tepat saat bel berbunyi. Theo melirikku kaget. "Kenapa Car?" Tanyanya. Aku masih melambatkan nafasku yang menderu. "Nggak papa." Jawabku asal dan melepas sweater ku lalu kumasukkan begitu saja ke dalam tas.

Sedetik kemudian, Dion menepuk bahuku. "Ferrari baru ya Car? Keren!" Ujarnya. Aku hanya nyengir. Theo menatapku lagi "Ferrari?" tanyanya. Aku mengangguk dan membeo,  "Ferrari." Theo menjerit pelan. "Ayo Car, aku juga pengen liat!" Serunya sambil menarik tanganku. Aku menggeleng "Udah bel, Theo. Ntar aja ya? Aku masih capek." Theo memberengut lalu sedetik kemudian nyengir lebar lagi "Oke, tapi pulang bareng ya!" Ujarnya. Aku mengangguk.

[]

Sesuai janji, Aku pulang bareng Theo. Theo melongo. Meninju bahuku pelan lalu berteriak seperti orang gila. "Ijinin aku yang nyetir ya Car?" Pintanya dengan puppy eyes. Aku hanya mengangguk. Theo langsung menyalakan mesin dan mobil ini melaju kencang di jalanan. Jalanan menuju rumah Theo terbilang lengang, jadi speedometerpun tak pernah turun dari angka 100. Aku menatap jajaran pohon pinus yang membentang kedepan. Memikirkan segala kegilaan yang terjadi hari ini. 

Yang paling bercokol di benakku adalah: Bagaimana pria paruh baya di halte tau ada paket untukku. Bahkan aku memikirkan kemungkinan aneh. Apa pria yang kutemui tadi pagi ayahku? Aku menggelengkan kepalaku, menertawakan gagasan itu. Theo menengok ke arahku, "Are u fine, Car?" Aku langsung mengangguk cepat. Ternyata sudah masuk bloknya Theo. "Turunin kecepatannya lah, Theo. Aku ngga pengen mobil ini makan korban." Theo terkekeh lalu menurutiku. 

Aku tidak suka melihat orang lain terluka, sekarat, atau mati. Rintihan mereka terlalu menyakitkan telingaku. Aku bisa mendengar setiap rintihan dan kesakitan dari mereka. Dan aku benci itu.

Di depan gerbang rumahnya, Theo mematikan mobilnya. "Main dulu, Car." ajaknya. Aku menggeleng lemah dan tersenyum "Makasih, tapi aku pengen pulang aja. Bye, Theo!" Gadis berambut pendek itu tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku langsung menyalakan mobil dan bergegas pulang.

Sampai di rumah, aku langsung ke kamarku. Masih memikirkan segalanya. Tepatnya, memikirkan teka-teki yang baru saja dimulai. 

[]

DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang