Chapter 7

798 78 4
                                    


Beberapa tahun telah Ciel lalui bersama keluarga barunya. Tahun-tahun yang dilalui, membuat Ciel mengetahui sedikit rahasia yang tidak ia ketahui sebelumnya. Salah satunya adalah ibu Sebastian. Ia adalah seorang wanita bangsawan -konon masih memiliki kekerabatan dengan keluarga kerajaan- yang sangat cantik. Pernah suatu hari, Ciel pergi ke perpustakaan pribadi yang ada di rumahnya, dan menemukan sebuah foto. Foto yang terbingkai pigora berwarna keperakan itu, menampakan sosok wanita berambut coklat, dengan kedua iris yang sewarna dengan batu ruby. Wajahnya tirusnya tampak cantik, dengan rona merah pada pipinya.

Namun sayang, walaupun wanita itu terlihat sempurna, tetapi bagaimanapun seorang manusia juga memiliki sebuah kekurangan kan? Sesempurna hidup seseorang, pasti ia juga memiliki kekurangan yang tidak dimiliki orang lain.

Ya. Ibu Sebastian meninggal di usia yang cukup muda saat itu. Siapa sangka, wanita cantik itu didiagnosa mengidap penyakit leukimia stadium lanjut, sehingga lambat laun wanita itu pun meninggal dunia.

Ciel masih mengingat bagaimana wajah kakaknya saat menceritakan semua itu. Walaupun kakaknya tidak menangis, tapi Ciel tau jika Sebastian menyimpan kesedihan yang mendalam karena kejadian itu. Ciel yang mengetahuinya pun hanya diam, tidak mau melanjutkan topik pembicaraan yang membuat sang kakak sedih.

Semua hari-hari dilalui Ciel hingga saat ini.

Ia telah tumbuh menjadi seorang gadis yang manis. Rambut kelabunya sekarang telah tumbuh hingga menyentuh pinggangnya, sementara wajah mungil bak boneka dan dua bola mata berwarna crulean yang menambah nilai manis dari gadis itu. Tidak sedikit remaja laki-laki yang berusaha dekat dengannya, namun tentu saja tidak semudah itu mendapatkan hati seorang Ciel Phantomhive. Selain terkenal sebagai gadis pemalu, ia juga lebih suka mengurung diri dan jarang bergaul. Tentu saja itu menjadi tantangan tersendiri bagi para pemuda yang ingin menjadikan Ciel sebagai pacarnya.

Tapi hanya satu pemuda yang dapat melakukannya. Ya, seperti yang kalian pikirkan, orang itu tentu saja kakak Ciel sendiri.

Walaupun keduanya memiliki watak yang saling berlawanan, tapi entah kenapa justru membuat Ciel merasa nyaman dengan sang kakak. Begitu pula sebaliknya. Sebastian merasa bahwa adiknya itu adalah gadis yang manis, dan sikap pemalunya membuat Sebastian teringat akan Beatrice, kucing hitam kesayangannya.

"Ciel, sudah berapa kali ku peringati. Jangan membeli makanan manis, nanti kamu bisa kena diabetes loh" celoteh Sebastian saat melihat adik yang lebih muda darinya 3 tahun itu mengambil beberapa bungkus coklat. Bukan karena Ciel mengambil 3 bungkus coklat, TAPI adiknya itu HANYA mengambil makanan yang mengandung gula dan lemak saja. Bagaimana bisa Sebastian menerimanya?!

"Cerewet," Ciel menanggapi tanpa memperdulikan kakaknya yang terlihat seperti kakek-kakek yang mengajak cucunya berbelanja. Ya, sebut saja jika mata Ciel memang sudah tidak beres. Bagaimana bisa pria setampan Sebastian dikatain kakek-kakek?!

"Aku janji aku akan menghabiskan semua itu, jadi tenanglah" Ciel melenggang dengan santainya, melihat permen-permen manis yang tampak menggoda di matanya.

Sebastian hanya mendesah pelan, ia memang tidak bisa berbuat apa-apa dengan adiknya. Seperti yang dijelaskan diatas, kalian bisa menduga jika Ciel dan Sebastian sedang berbelanja di supermarket. Bukan karena para pelayan mereka sedang cuti atau liburan hari itu, mereka berbelanja karena Sebastian ingin mencoba resep baru yang ia pelajari dari buku. Ya walaupun ia adalah seorang tuan muda di rumahnya, ia memang sangat suka memasak. Selain berbakat di bidang olahraga dan selalu menjadi juara kelas -atau lebih tepatnya juara satu dalam satu angkatan-, Sebastian juga berbakat dalam bidang masak memasak(?). Sungguh, pria itu memang sempurna. Banyak wanita yang memujanya, namun ada satu sosok yang membuatnya selalu gelisah.

Soundless VoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang