Pintu utama kediaman Michaelis itu terbuka, menampakan sosok gadis berambut kelabu yang baru saja pulang dari sekolahnya. Gestur wajahnya tampak lesu saat ia melangkah memasuki kediamannya.
Kedua matanya beredar ke sekeliling, tapi tak ada siapapun yang menyambutnya. Hanya desahan yang keluar dari bibirnya, sementara kakinya yang terasa pegal memacu dirinya untuk segera pergi ke ruang perpustakaan. Mengingat, ruangan tersebut adalah wilayah favorite Ciel untuk beristirahat, terutama setelah pulang dari sekolah.
Hari ini benar-benar melelahkan... pikiranku terasa kacau... Ciel kembali bermonolog dalam pikirannya sendiri selama berjalan diantara koridor. Entah kenapa, ia kembali teringat saat ia mengenal kakak kelasnya tadi siang. Jika dilihat sekilas, aura yang dipancarkan pemuda itu memang mirip dengan kakaknya. Sebesit ingatan muncul dalam pikirannya, menampakan sosok dirinya sendiri yang sedang menatap keluar jendela dan tanpa sengaja memandang kearah pemuda... ah! Apa senior yang mengajak ku berbicara tadi apa mungkin...
Ciel telah sampai didepan ruang perpustakaan yang cukup besar untuk menampung rak-rak buku tersebut. Langkah kakinya berhenti, tepat saat ia tersadar akan sesuatu.
Kedua bola matanya membulat sempurna setelah ia melihat kearah sofa beludru -tempat favoritnya- yang terletak ditengah ruangan tersebut. Kedua mata Ciel menangkap bayangan Sebastian yang berada diatas gadis berambut keperakan tersebut, dengan posisi Sebastian yang sedang menindih gadis bernama Hannah itu.
"S-sebastian?" Jika ingin jujur, saat ini kedua kaki gadis itu bergetar. Dirasakannya sendi pada kakinya terasa lunak bagaikan jelly, membuatnya sulit untuk menopang tubuhnya sendiri.
Terlalu shock, itulah yang terjadi dengan Ciel saat ini. Ia tak menyangka, kakaknya akan berbuat seperti itu di HADAPANNYA saat ini.
"Ciel!" Sebastian yang juga terkejut, ceoat-cepat menyingkir dari tubuh Hannah. Tampak dengan jelas kemeja Sebastian tampak berantakan, sedangkan kedua kancing bagian atasnya terlepas.
"Ini tidak seperti yang kau bayangkan!"
Ciel hanya mendesah pelan, menarik nafas panjang lalu membuangnya. Begitu terus selama tiga kali, hingga akhirnya ia dapat kembali menguasai diri. Kedua matanya terpejam, menyembunyikan kedua batu sapphire di balik kelopak matanya. Sementara kedua alisnya berkerut, "maaf jika aku menganggu kalian berdua" Ciel pamit sebelum akhirnya gadis itu meninggalkan perpustakaan tanpa mempedulikan suara Sebastian yang terus memanggilnya.
Ia melangkahkan kakinya lebar-lebar, menuju sebuah tangga yang akan membawanya kedalam kamarnya. Namun sayang, ia tak berhasil 'kabur' karena Sebastian mengejarnya.
"Apa lagi?!" Kedua manik biru Ciel memandang Sebastian dengan tatapan tajam. Tapi disaat yang bersamaan, kedua manik tersebut tampak berkaca-kaca. Sebisa mungkin, Ciel menahan air matanya agar tidak mengalir. Tidak untuk saat ini.
"Itu salah paham. Aku dan Hannah-" Sebastian tak sempat melanjutkan kalimatnya, karena setelahnya Ciel memotong perkataannya. "Aku tak perlu penjelasan mu! Aku juga sebenarnya tak mau tau!" Ciel meronta, berusaha melepaskan tangan Sebastian dari tangannya.
Setelah berhasil, Ciel akhirnya lari secepat yang ia bisa menuju anak tangga dan mengunci dirinya didalam kamarnya.
Cairan bening itu tak dapat lagi dibendung oleh Ciel lagi. Tubuhnya merosot ke lantai, tepat setelah ia mengunci pintu kamarnya, mencegah Sebastian untuk masuk ke dalam dan melihatnya menangis. Ciel hanya bisa menangis dalam diam, menenggelamkan wajahnya kedalam lututnya. Sementara kedua lengannya memeluk lututnya yang ia tekuk.
"Ciel! Tolong buka pintunya! Kumohon!" Suara ketukan pintu terdengar dari luar. Tepat di balik pintu tersebut, berdiri lah Sebastian yang terus menggedor pintu kamar Ciel tanpa henti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Soundless Voice
RomanceCiel yang telah kehilangan kedua orangtuanya akhirnya bertemu dengan Sebastian... bagaimana hubungan antara Ciel dan Sebastian? Warn: Ooc, typos (everywhere), fem ciel, angst (maybe)