9 tahun yang lalu...
Rara berjalan dengan tergesa-gesa sambil menenteng koper dan menggenggam tangan anaknya Gisha. Ia tidak tau harus pergi kemana.
Gisha -anaknya- menangis sesegukan karena kejadian tadi. Rara yang melihat Gisha hanya menatap anaknya iba, ia tidak menyangka anaknya mendapat cobaan seperti ini.
Namun tiba-tiba, Rara merasakan sakit di bagian dadanya, ia jatuh tersungkur dengan napas yang terengah-engah.
"Mama... mama kenapa... mama... mama!!" Teriak Gisha.
Gisha menangis ia tidak tahu apa yang harus dia lakukan.
Tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti. Turunlah seorang wanita dan seorang anak laki-lakinya yang seumuran dengan Gisha.
"Kamu kenapa nak??" Tanya wanita tersebut dengan panik.
"Tante... mama Gia mama tiba-tiba aja jatuh tante... tante tolongin Gia tante" ujar Gisha sambil menangis.
"Iyaa.. sayang tante tolongin.. kamu sama mama kamu naik aja ke mobil tante... kita ke rumah sakit" ujar wanita itu.
Bak seorang malaikat wanita itu segera membawa Gisha dan Rara ke rumah sakit.
***
Gisha duduk sambil menangis menunggu mamanya yang masih di ruang ICU.
Anak laki-laki yang bersamanya tadi merasa iba melihat Gisha, ia pun mulai mendekati Gisha.
"Hayy... nama aku Bagas nama kamu siapa??" Ujar anak laki-laki itu yang ternyata bernama Bagas.
Gisha melihat wajah Bagas, lalu memalingkan lagi wajahnya kedepan.
"Hmmm.. kamu sabar ya... aku yakin pasti mama kamu sembuh... mama aku dulu pernah juga masuk rumah sakit... setelah itu mama aku sehat" ujar Bagas.
Gisha hanya mengacuhkannya saja, namun dalam hatinya yang paling dalam ia sangat senang karena ada orang yang memberinya dukungan. Hanya saja, saat ini moodnya sedang buruk jadi dia tidak merespon Bagas dengan baik.
"Gia!!"
"Tante Risa!!"
Gisha berlari memeluk tantenya. Sedangkan Bagas hanya melihat dengan ekspresi yang tidak dapat ditebak.
"Ohhh jadi namanya Gia" batin Bagas sambil tersenyum kecil.
Risa pun menghampiri Mama Bagas yang bernama Windi.
"Mbakk... makasih banget yaa mbak... mbak udah nolongin kakak dan keponakan saya.. makasih yaa mbak" ujar Risa sambil menangis.
"Iyaa... sama-sama.. saya doain semoga kakaknya kamu selamat.." ujar Windi.
"Iyaa mbak makasih" ujar Risa.
"Ya udah klau gitu saya sama anak saya pulang dulu" pamit Windi.
"Iyaa mbak makasih sekali lagi" ujar Risa.
"Dadah.. Gia semoga kita bisa ketemu lagi" batin Bagas sambil tersenyum kecil.
***
"Ma kenapa sih kita gak nunggu di rumah sakit aja.. kasian kan mereka..." ujar Bagas.
"Kan kita belum kasih tau Papa sayang" ujar Windi lembut.
"Emangnya kamu mau lihat Papa marah-marah?" Tanya Windi.
Bagas hanya mengidik ngeri membayangkan Papanya yang marah.
Saat melihat kaca spion, Bagas melihat sebuah boneka teddy bear di jok belakang mobilnya.
"Ma.. ini boneka siapa??" Tanya Bagas kepada Windi yang masih sibuk dengan kemudinya sambil mengambil boneka tersebut dari jok belakang.
"Mungkin itu boneka... anak kecil tadi" ujar Windi.
"Oohhh gitu" ujar Bagas tersenyum kecil sambil memeluk boneka tersebut dan memandang jendela mobilnya.
***
Rumah Sakit Harvard, 23.00 WIB
"Maaf bu.. kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun Tuhan berkehendak lain.. Ibu Rara tidak bisa diselamatkan" ujar seorang dokter.
"Gak mungkin dokk... gak mungkin.." ujar Risa menahan tangis.
"Maaamaaa!!!!!!!" Teriak Gisha histeris.
Risa amat terpukul dengan kematian kakaknya, namun ia berusaha tegar didepan keponakan kecil manisnya.
Risa memeluk Gisha sambil mengusap lembut rambut Gisha. Risa tidak menyangka diusia Gisha yang masih kecil ia sudah mendapat cobaan yang luar biasa dari Tuhan.
Tapi Risa percaya Tuhan sudah mempersiapkan rencana yang indah buat Gisha.
Dan, Risa berjanji ia akan menjaga dan mendidik keponakan kecilnya itu untuk menjadi seorang yang tegar.
Yaa!! Risa berjanji!!
***
Haayy... semuaaa gimana part 1 nya?? Bagus gk??
Jangan lupa vote dan comment yaaaaa
Makasih
KAMU SEDANG MEMBACA
Believe
Teen FictionTuhan selalu punya rencana yang indah buat setiap umatnya, walaupun terkadang untuk menggapainya kita harus melalui beberapa ringan yang disiapkan-NYA. Terkadang juga kita sebagai umatnya selalu menyalahkan Tuhan, menyebut Tuhan tidak adil. Namun pe...