Part 2 - The Choice

157 27 11
                                    

Aku melangkahkan kakiku ke arahnya dan duduk berhadapan dengannya. Dapat kulihat beberapa hidangan lezat dan dua buah gelas minuman yang sudah tersedia di meja.

"Ada apa sebenarnya? Aku gak mau berbelit."

Dia tertawa kecil lalu menautkan kedua tangannya dan menumpukannya di meja.

"Kamu buru-buru banget, makan aja dulu, setelah itu kita bahas"

Aku menatapnya heran. Dia yang saat ini sedang tersenyum tipis dan tampak santai meminum jus yang dipesannya, bukan seperti dirinya yang biasa. Oh ayolah.. Dia orang di dunia ini yang paling anti ribet dan basa-basi. Aku belajar itu darinya, dan sekarang dia malah melakukan hal yang sebaliknya. Tentu aku bingung.

Rautnya berubah, menjadi lebih tegas dan serius, raut yang dulu membuatku bergidik karena tatapannya, yang tak pernah kulihat lagi sejak pertemuan pertama kami.

"Gak kerasa ya, udah hampir setahun kita sama-sama. Mungkin ini udah saatnya kita ngakhirin ini semua. Selama ini, aku ngerasa kita gak lebih dari teman serumah. Gak ada kepastian dari apa yang kita jalani dari dulu sampai sekarang. Hanya karena punya masalah yang sama itu gak bisa ngejamin apapun untuk ke depannya."

Tetap dengan senyumannya yang sekarang, yang entah kenapa terasa hambar, dia menyuruhku untuk memakan makanan yang telah dipesannya.

"Apa maksud kamu? Kamu mau apa sekarang?"

"Kamu tau kita sama-sama cinta dengan orang lain. Apa yang kamu harapin dari semua ini?"

"Tapi-"

"Sesuai dengan kesepakatan yang kita buat dulu."

Aku menghentakkan sendok dan garpu yang kepengang tadi dan menatapnya tajam.

"Bercerai maksud kamu?"

Dia terdiam sesaat sebelum melanjutkannya dengan menganggukkan kepalanya pelan.

"Kita udah sepakat sebelumnya. Kalau usia hubungan ini udah setahun kita akan memilih langkah selanjutnya. Dan sebentar lagi waktunya. Pikirin baik-baik semuanya dalam sebulan ini."

Aku menganggukkan kepalaku dan ikut menautkan tanganku.

"Oke, aku gak akan ingkar dengan apa yang udah pernah aku bilang."

Dia tersenyum lalu menyerahkan sebuah map ke arahku. Melihat aku yang meminta penjelasan dia membuka suaranya.

"Surat cerai ini kamu yang pegang. Dalam waktu sebulan kedepan tepat satu tahun, kita akan milih untuk tanda tangani itu bersama atau malah merobeknya. Dan, surat perjanjian itu juga."

"Kamu bergerak dengan cepat. Kamu bahkan repot-repot untuk booking restoran ini. Aku gak pernah bisa baca jalan pikiran kamu. Oke kalau ini emang udah waktunya."

Aku melihatnya bangkit dari tempat duduknya, tersenyum sinis dan berjalan ke arahku. Memegang bahuku lalu membisikkan sesuatu di telingaku.

"Waktunya habis untuk setengah jam ke depan. Habisin makanannya lalu bayar semuanya di kasir karena aku baru bayar uang mukanya. Aku pergi duluan."

Dia melenggang pergi begitu saja, meninggalkanku dengan segala ucapannya yang membuatku menahan kesal yang sudah sangat akut ini.

Gadis itu benar-benar penuh kejutan. Dan itu menyebalkan.
Sial.

***

Aku fokus ke depan menatap jalanan yang sedang lenggang-lenggangnya ini.
Ah.. Wanita itu pasti sudah tidur nyenyak sekarang. Benar-benar manusia tidak berperasaan. Meniggalkanku sendirian disana dan membayar semuanya. Uangku keluar sia-sia tadi.

UNASKED FEELINGS ( On Going )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang