"Guys! Guys!"Sontak Alisa dan Nadia menengok ke sumber suara, mencari sosok yang tiba-tiba saja mengejutkan mereka,
"Ape lagi nih?" sahut Nadia,
Saat ini mereka tengah berdiri di pinggir lapangan basket untuk melakukan pemanasan sebelum latihan cheers. Mengingat sebentar lagi mereka sudah tidak lagi ikut serta dalam memeriahkan pertandingan basket maupun kompetisi cheers antar sekolah.
"Gue dapet tiketnya dong! Bilang apa lo semua.." Ujar Selly kegirangan sambil menyerahkan selembar tiket untuk masing-masing,
"Kadang berguna juga lo."
"Ye balikin deh sini tiket lo Nad!" kata Selly merajuk, Alisa hanya terkekeh mendengarnya,
"Gimana cara dapetinnya nih?" tanya Alisa penasaran,
Selly menaikkan kedua alisnya sambil mengipas-ngipas tiket yang ia pegang, "Ada lah pokoknya, perjuangan gue buat dapetin tiket ini emang sedikit lebay. Tapi gak apa lah,"
"Coba dari dulu dipake tuh otak, berfungsi kan ternyata." Ledek Nadia
"Mulut dah kayak afgan Nad, sadiiis."
Saat kedua kawannya sibuk bertengkar, Alisa hanya bisa menggeleng kepala kemudian menatap ke tengah lapangan basket. Matanya menangkap salah satu anak lelaki yang menggunakan kaos bernomor punggung delapan.
Seketika ingatannya kembali saat beberapa hari lalu di rumah Cowok itu,
"Ayi,"
Alisa yang sibuk memasukan selai cokelat ke dalam mulutnya menengok sekilas ke arah Aryan kemudian menatap lurus ke depan dengan acuh dan kembali menonton televisi,
"Ayi,"
Alisa menengok lagi, namun kali ini ia tidak langsung kembali menatap lurus ke depan. Melainkan menunggu ucapan yang ingin disampaikan cowok itu,
"Seandainya gue, bener-bener ninggalin lo gimana?" tanyanya serius.
Yang dibalas lebih serius oleh Alisa, "Gimana apanya?"
"Ya itu.. elo. Elo bakal gimana?"
Alisa berdeham, "Ngga tau.", Aryan menaikkan sebelah alisnya, meminta Alisa memberi penjelasan lebih lanjut. "Kayaknya bakal biasa aja," jawabnya ketus.
"Lo tuh ya, emang mau banget putus kan,"
"Bukan gitu, sih. Gue tuh emang..." tiba-tiba omongannya terputus. Ia sedang mencari kata-kata yang pas sebelum keluar dari mulutnya, "Gue tuh kadang..."
"Berarti lo masih mau jadi pacar gue?" belum sempat Alisa menjawab,
Alisa menelan ludahnya, "Ng-ngga tau." Ucapnya ragu, "Ngga sih kayaknya,"
Aryan menatap kedua mata Alisa secara bergantian,
"Kayaknya?" Aryan sedikit memajukan posisinya, sehingga ia bisa menatap gadis itu lebih dekat lagi. "Berarti lo masih sayang sama gue?"
"Kok jadi di interogasi gini?"
"Udah jawab aja. Kan tugas matematikanya udah gue kelarin,"
Alisa lagi-lagi membuang tatapannya, enggan menatap sorot mata yang mengintimidasi itu
"Ay, gue tanya. Lo masih sayang sama gue?"
Ada jeda sebelum Alisa menjawab. "Ngga tau," ujarnya pelan,
"Ngga tau?"
Alisa mengangguk cepat.
Dalam hitungan detik, tangan Aryan menarik pipi Alisa dengan lembut. Alisa merasa getaran hebat ketika bibir cowok itu sudah tertempel di bibirnya, rasanya seperti ada sengatan listrik di sekujur tubuhnya. Bukannya melawan, Alisa membiarkan Aryan yang menghentikannya terlebih dulu, lalu mendengar cowok itu berbisik,
KAMU SEDANG MEMBACA
UTTER MISTAKE
أدب المراهقينGimana jika sebenarnya, Setelah Aryan memisahkan jarak yang cukup lama dengan Alisa, rasa itu justru semakin dalam? Atau justru, rasa itu telah hilang lantaran sudah dikubur dalam-dalam? Catatan : Seneng bgt ada yg mau mampir apalagi bisa kasih vom...