Bianca - Tiga

1.5K 165 8
                                    

Laki-laki tidak tahu malu datang -

"Tadi bangun jam berapa, sih?" Bianca masih kesal karena Darren membuat ia harus ikut berbaris di halaman depan sekolah pukul setengah delapan pagi ini bersama murid-murid yang memiliki masalah yang sama.

"Lah, lo sendiri belum siap pas gue dateng!" balas Darren sewot di sebelahnya.

"Ish, tadi itu gue udah selesai dan gue udah niat nggak sarapan. Tapi nunggu lo lama, yaudah gue berinisiatif makan dulu dong," jelas Bianca tak kalah sewot. "Et malah lo dateng, kalau dibuang kan sayang, ya gue lanjutin sekalian."

Mereka tidak berhenti beradu mulut meskipun guru piket sedang mengomel di depan barisan.

"Ya berarti ini bukan sepenuhnya salah gue, dasar malih."

"Hei, kalian bisa diam tidak?!" belum sempat Bianca membela diri, Pak Beni berteriak menghentikan debatan mereka. Membuat Bianca maupun Darren langsung merapatkan bibir masing-masing.

Selang beberapa detik, "Akbar! Sini kamu!" Pak Beni kembali berteriak begitu melihat pemuda yang namanya dipanggil berjalan mengendap-ngendap mencoba menghindari barisan yang berjarak 50 meter darinya.

Bianca menoleh, ia pun mendapati Akbar mengumpat karena ketahuan.

"Gue akuin lebih parahan dia, sih," ucap Bianca memberi tahu.

Darren merasa dirinya menang, tentu saja. Ia tersenyum mengejek ketika Akbar masuk barisan, berdiri di sebelah Bianca.

"Gila anjir, padahal semalem gue tidur jam delapan biar bisa bangun pagi, et sama aja woi!" adu Akbar pada kedua temannya.

"Mampus!" ucap Bianca dan Darren bebarengan.

Pak Beni membubarkan barisan sepuluh menit kemudian. Ia menyuruh murid-murid yang telat ini dan beberapa yang melanggar atribut sekolah memunguti kawat di sepanjang jalan menuju parkiran. Banyak kawat-kawat sisa bangunan-- sekolah Bianca sedang membangun gedung baru dekat parkiran.

"Kenapa telat? Tumben banget, perasaan lo kesiangan pun nggak bakal telat." pertanyaan Akbar dibalas Bianca hanya dengan sebuah lirikan tajam ke arah Darren saat berjalan menuju tempat yang dimaksud Pak Beni.

"Terus, terus, salahin gue aja terus! Dasar cewek tuh emang mau menang sendiri, dan egois!" lagi-lagi Darren nyolot, lalu mempercepat langkahnya meninggalkan mereka.

"Lah, baper banget," cibir Bianca melihat punggung Darren yang semakin menjauh.

Akbar terkekeh kecil.

🍁

Jam istirahat pertama ingin Bianca gunakan untuk sarapan ke-2 di kantin. Setelah berpikir ekstra untuk Akuntansi, hal itu mengakibatkan perutnya menjadi keroncongan. Maka baru lima detik bel selesai, perempuan itu sudah bersama Gea berjalan bersebelahan menyusuri koridor lantai satu.

"Et, bentar deh, gue pengen ke toilet," ucap Bianca menghentikan mereka di depan kamar mandi.

"Yaudah cepet!" balas sahabatnya.

Lantas Bianca sedikit berlari memasuki kamar mandi. Tidak sampai sepuluh menit, perempuan berkuncir satu yang sudah melorot ke bawah itu keluar seraya merapihkan kemeja putihnya.  Namun terjadi keributan saat itu. Bianca tidak akan mendekat dan langsung membawa Gea ke penjual soto apabila bukan sahabatnya yang bertengkar.

"Ge, kenapa?" tanya Bianca menghampiri.

"Dia ngajak ribut! Gue padahal liat dia tadi main handphone, tapi dia masih nyalahin gue karena ngalangin jalan dia," jelas Gea emosi.

"Yah, elu bukannya ngasih jalan malah matung di depan gue!" sahut orang yang dimaksud Gea.

Bianca berdecak, "Ish, emang ini jalan punya bapak lo?! Jangan seenaknya dong! Lo lagi nggak beli, artinya lo bukan raja!" cibir Bianca setengah berteriak.

Laki-laki itu, Keenan, menjadi beralih sepenuhnya ke Bianca.

"Nyolot banget sih lo?!" bentaknya.

"Ya karena lo nggak santai!"

Keenan menatap nyalang ke perempuan di hadapannya itu. Sudah emosi.

"Mau lo apa? Gue urusannya sama dia bukan sama lo! Percaya diri banget lo yang maju!"

"Mau gue lo mengakui kesalahan lo karna lo udah make mata lo buat ngeliat ke handphone pas lo jalan! Jalan mata ya liat jalanan depan, lah! Ga paham fungsi indera ya, lo?! Kalo yang lo tabrak tiang, lo mau ngajakin ribut juga?!"

"Emang lo liat sendiri gue begitu?"

"Enggak, tapi Gea liat lo!"

"Lah, tapi lo enggak tau, kan, dia jujur apa enggak?"

"Astaga, makin laper gue, kan!"

"Siapa tau dia bohong,"

Kenan benar-benar tidak mau mengalah. Ia terlalu keras kepala tidak mau minta maaf duluan sampai Valdo datang setelah menerima pesan dari pacarnya. Menghentikan adu mulut antara Bianca dan Keenan. Lalu membawa Gea dan Bianca ke kantin, bahkan menraktir dua mangkuk soto untuk Bianca. Setelah menggunakan emosinya, Bianca menjadi dua kali lebih lapar dari sebelumnya.

"Kenapa ya? Soto bikinan Mbak Sari lebih enak kalau gratis," ucap Bianca sedikit lebay.

Valdo memutar bola matanya malas.

Gea terkekeh pelan, melihat pacarnya kasihan, "Itu karena lo sangat-sangat menikmati, Bu haji."

"Ngomong-ngomong thanks, Bi, tadi lo belain gue," sambung Gea memberi tahu rasa bersyukurnya karena memiliki Bianca sebagai sahabat. "Padahal tadi sebenernya gue yang salah, dia nggak liat handphone pas jalan."

Pernyataan Gea membuat kedua orang yang bersamanya membeo. "Sumpah?!"

Pikiran Bianca bercampur aduk mengingat tadi bagaimana ia bersikap sok pahlawan dan bagaimana ia memaki habis-habisan laki-laki yang hampir tidak pernah ia lihat di sekolah ini.

"Hahaha, nggak nggak, gue becanda."

"Hish!" Bianca hampir memakinya.

"Gue anak baik-baik kali, nggak suka bohong dan nggak suka berantem," lanjut Gea dengan tawa.

Valdo di sebelah ikut tertawa, lalu mengacak pelan puncak kepala Gea.

(Edited, 2018) - Fri, June 22

Bianca [Currently Edited]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang