Keempat

43 3 2
                                    

"Jadi, amanat cerita ini adalah jangan mau berteman dengan tipe orang seperti Maria, karena kalian tidak bakal bisa mendapat jawaban darinya saat ujian," dia menjelaskan dan (lagi-lagi) satu kelaspun tertawa.

"Ngga deng, bercanda aja. Jadi amanat cerita ini adalah kalo mau ujian,liat dulu pengawas ujiannya, jangan main nyontek aja", (lagi-lagi kembali) satu kelas tertawa.

Kami sedang mempresentasikan tentang cerita pendek. Dan kami memilih cerita dimana di dalam cerita tersebut tokoh Maria sangat pelit memberi jawaban dan seorang tokoh bernama Mario menyontek saat ujian. Kalian sudah pasti tau amanat dari cerita pendek yang kami analisis. Ya, jangan menyontek blablabla belajar sendiri lebih baik blablabla dan segala macemnya.

Dari awal pengenalan kelompok saat presentasi tadi, dia sudah mampu membuat satu kelas tertawa. Aku yang berada dipinggir hanya sibuk menenangkan mulutku yang sangat ingin tersenyum lebar saat dia serius menjelaskan presentasi kami. Beberapa temanku yang bukan anggota kelompokku menatap dia dengan pandangan yang—terpesona mungkin. Ah, ternyata bukan mata aku saja yang merasakan hal yang sama.

Akhirnya setelah selesai sesi tanya-jawab, dia menutup presentasi dengan diiringi tepuk tangan teman-temanku dan Bu Henny. Ah, sangat mengagumkan.

Lalu kami duduk dibagian belakang kelas dan melihat presentasi kelompok selanjutnya. Bangku yang tertinggal hanya di sampingnya. Yang benar saja! Sebelum duduk, aku mengambil botol minum di meja Demitri.

Sepanjang duduk disana, aku hanya bisa melihat kedepan, minum, melihat kedepan lagi, minum lagi dan begitu terus. Sudah kubilang, hanya dengan minum yang dapat mengurangi rasa aneh yang tak penah kurasakan selama ini.

"Dari tadi minum terus, Pit. Kenapa?"

Oke Kryp Ta! Kamu harus biasa saja. Dia nanya kamu karena kamu aneh tau! Duh.

"Ngga papa, lagi ga enak aja tenggorokanku," Jawabku asal-asalan. Mana mungkin aku kasi tau yang sebenarnya.

"Bukan karena habis presentasi kan sakitnya muncul? Hehehe," dia nanya sambil tertawa(?) , "Oh ya, presentasi bagus loh, Pit. Keren. Hehehe."

" 'Pit'? Kau manggil aku 'Pit'? Aih."

"Hehehe, soalnya namamu susah bilangnya. Aku manggil kau 'Pita' aja ya? Ga papa kan?, " tanyanya sambil menggarukkan kepalanya dan tersenyum. Amboi, manisnya.

"Ah ya, ngga papa kok," kataku sambil memberi senyum terbaikku. Dan selanjutnya bibirku tak bisa berhenti  untuk membentuk lengkungan ke atas. Ah, bahagianya aku.

"Eh tapi seriusan deh. Presentasi kamu bagus kali(0) . Baru kali ini ada yang presentasi macem orang kantoran gitu."

"Masih bagusan presentasimu. Tadi cara presentasimu yang bagus. Keren bisa buat satu kelas ketawa gitu."

"Oh ya? Wow!," jawab sekenanya . Ah paok(1) kali aku! Kalo gini kan entar dikiranya aku suka sama dia. Aih!

Setelah obrolan tadi, aku melihat dia hanya memperhatikan kelompok yang sedang presentasi tadi. Aku yang sedang tidak dalam keadaan mood baik gegara tadi, hanya bisa menelungkupkan kepalaku di sela tanganku yang aku lipat di atas meja.

"Eh Pit, id line mu apa?"

"Apa, Ar?"

"Ngg... Id linemu apa?

***

Setelah percakapan itu, tak henti-hentinya aku tersenyum. Hihihi.. Belum pernah kurasakan hal yang seperti ini.

"Kip, kau kenapa? Dari tadi asik senyum-senyum aja deh habis dari belakang," kata Mendalvie—yang biasanya kupanggil Davie— mengejutkanku yang sekarang duduk di belakang bangku ku.

"Hah? Perasaanmu aja mungkin, Dav."

"Ah ngga kok. Pasti gara-gara abis duduk bareng sama si Arga kan ya?"

"Sok tau kau."

"Aku memang tahu segalanya, apalagi tentang kamu."

Aku hanya bisa memutarkan bola mataku.

Mendalvie Purba. Biasa kupanggil Davie. Entah lah, dari awal masuk hanya aku yang disuruh memanggilnya Davie. Sedangkan yang lain, dia menyuruh teman-teman yang lain memanggil dirinya Mendel. Katanya biar mirip tokoh terkenal pencetus teori genetika. Hah! Anak itu memang terlalu pede.
Dia memiliki tubuh yang kira-kira setinggi Arga. Berkulit sawo yang terlalu mateng—mungkin, berhidung mancung dan berkacamata. Dia jago tentang pelajaran Fisika dan Biologi, yah itu lah yang aku tau selama 3 bulan sekelas sama dia.

"Kip, bagi id line dong."

"Hah?"

"Tinggal ngasi aja apa susahnya sih?"

"Hah?"

"Hah heh hah heh aja terus."

Dan dia langsung merebut hapeku yang ada di laci mejaku. Mengapa aku merasa semua orang meminta id line ku sih? Ya ga semua orang sih. Cuman kan ada dua orang yang meminta id line ku dalam satu hari?! Yang benar saja! Sungguh kejadian sekali seumur hidup!

"Nah, nanti malam jam 11 kita chit chat ya. Jangan tidur dulu. Bye." Dan dia langsung pergi gitu saja.



 0kali : banget atau sekali

1paok : bego dalam bahasa sehari-hari di Medan.

   

Tbc





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 25, 2015 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang