Pertama

137 8 10
                                    

"Boleh aku duduk disini?", ujar seseorang di tengah lamunanku.

"Ah ya,silakan."

Tampaknya wajahnya tak asing di mataku. Siapa ya kira-kira? Hem.. Kalau ga salah namanya—

"Em.. Namaku Demitri. Namamu?"

Ah ya! Aku ingat sekarang. Dia kan anak X-8,sebelah kelasku terdahulu. Ah pantas saja mukanya tak asing dimataku.

"Hey,namamu siapa?", tanyanya lagi.

"Oh. Namaku—"

"Kip, tau ga? Tadi guru kece balas sapaan aku loh! Hahahaha,senangnya daku," Potong temanku,Tifa, yang sedang duduk di depanku

"Tengoklah kawanmu ini,Kip. Alay kali dia. Kurasa udah kena pelet sama bapak itu si Tifa ini," Sambung temanku yang lain,Tafia,yang sedang duduk di sebelah Tifa.

Responku kepada mereka hanyalah memutarkan mataku. "Namaku Kryp Ta. K-R-Y-P spasi T-A. Biasa dipanggil Kipta sih. Nah dua orang yang di depanmu ini adalah Tifa dan Tafia. Biasa dipanggil duo racun."

Dan secara serentak, mereka mencebikan bibir mereka. Hahaha aku suka bagian ini. "Dan ini Demitri," sambungku memperkenalkan kepada Duo Racun.

"Kalian kembar ya?", tanya Demitri.

"Kamu bukan orang pertama yang mengatakan itu kok," jawab Tafia.

"Bah, sok formal kau woi. Biasa juga ngomong pake 'kau' bukan 'kamu'," sela Tifa, "Kebetulan aja nama kita mirip-mirip gitu. Eh, kau anak X-6 dulu kan? Kenal sama—" dan sudah bisa ditebak apa kelanjutan dari obrolan Tifa. Apalagi kalau bukan tentang cowok?

Tifa dan Tafia. Kata teman sekelasku terdahulu, mereka bagaikan sepasang sejoli. Dimana ada Tafia distitu sudah pasti ada Tifa. Begitu pula sebaliknya. Biar kudeskripsikan mereka.
Tifa. Rambut panjang dan lebat. Tingginya sekitar daguku. Manis dan berkulit kuning langsat.
Tafia. Tingginya hampir sama dengan Tifa. Berkulit putih. Cantik dan berhijab.

Oh ya. Jangan bingung dengan percakapan tadi karna aku tinggal di Medan sehingga logat batak daerah sini sangat kental.

Namaku Kryp Ta. Tidak tahu—dan tidak peduli—maksud orang tuaku memilih nama itu. Hari ini adalah hari dimulainya tahun ajaran baru. Sekarang aku sudah kelas XI. Aku bersekolah di sekolah yang cukup ternama di Kota Medan ini.

Dan sekarang aku tidak berminat mengikuti obrolan Tifa dkk. Mungkin lebih menarik kalau melihat seisi kelas yang sudah hampir dipenuhi oleh kawan sekelasku.


Astaga,ternyata tak ada satupun yang aku kenal kecuali mereka bertiga ini! Okelah kalau begitu.


Dan sekarang perhatianku jatuh ke pintu kelas. Bukan karena pintunya, tetapi ada seorang cowo yang baru saja melewati pintu kelas dan berhenti di depan kelas sambil menggaruk kepalanya. Mungkin dia kebingungan. Setelah melihat-lihat kelas dia,di langsung tersenyum lalu pergi ke belakang kelas. Manis juga tuh anak.

    

Tbc



RASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang