1 - Luka hati

186 17 16
                                    

Pagi ini aku terbangun dari bunga tidurku. Kuedarkan pandangan ke seluruh penjuru ruangan tempatku berbaring  lalu menatap langit langit kamar.

Gawat! Ini bukan kamarku!

Kamar bernuansa klasik dan berbagai furniture vintage yang terpajang disini sangat kontras dengan desain kamar yang kupunya. Ini bukan kamarku.

Loh, jangan-jangan aku sedang berada di dalam kamar seorang penculik!!!

Aku berfikir sejenak.

Oh, shit aku ingat. Ini 'kan kamar kakak laki-laki nya ozzi yang sudah tidak ditempati, kenapa aku bisa lupa kalau semalam aku memutuskan untuk menginap dirumah sahabatku ini karena suatu hal yang malas aku jelaskan sekarang.

Aku menghela nafas panjang, mataku masih bengkak karena semalaman menangisi Kejadian kemarin lusa. Perdetik kejadian itu masih kuingat. Saat si bajingan itu memutuskan hubungan kami sepihak. ngeness. Tentu saja bukan hal yang mudah untuk melupakan secuil memori yang menyayat hati itu. Sakit. Rasanya sangat sakit. Hati ini rasanya seperti ditikam pisau yang teramat tajam. Ah, lupakan.
Akupun mengambil jam beker milik kak Aji yang sudah kuatur semalam.

Bangke baru jam 5:50!

Aku kan pasang alarm jam 6 woyyy, jam 6!, cerocosku pada jam beker.

Saking kesal nya, aku memutuskan untuk melanjutkan tidurku, mencoba melupakan semua kejadian kemarin yang sepertinya memang tidak bisa terlupakan dengan mudahnya.

**********

Dari celah selimut yang membungkus tubuhku, aku merasakan ada seseorang yang menyingkap tirai jendela, membuat cahaya matahari pagi mendominasi ruangan ini, aku sedikit berjengit.

"Hehh nyet! bangun woii! Demi apa lo jam segini masih tidur? Sekolah woii kunyukkk." aku merasa ada yang mengguncang tubuhku sambil menarik selimut yang kupakai, perlahan kubuka mataku yang masih sembab dan masih sedikit bengkak, lalu menoleh ke sumber suara yang lebih nyaring dari suara jam beker.

"Ozziii.. berisik amat sih!, udah ah sana duluan aja ke sekolah. Gue cape, mau istirahat," Jawabku dengan nada ketus.

Ternyata dia, satu-satu nya Sahabat yang paling sering mendominasi hari-hari ku. Meskipun terkadang sikapnya menyebalkan dan cerewet seperti bapak-bapak komplek, tapi ia tetap sahabatku, salah satu orang yang aku sayangi. Ozzi.

"Dih cape apaan? cape hati kali yak? eh tunggu, mata lo kok, abis nangis ya? Nangisin si cowok buaya itu lagi? Gue bilang juga apa, dia itu bukan cowok baik-baik. Giliran diputusin, kelimpungan sendiri 'kan lo. Udah deh ah gausah lebay pake nangis menye-menye kaya ftv gitu. Lo harus sekolah sekarang. jangan keliatan kaya lo masih ngarepin dia. Lo harus tunjukin ke dia kalo lo emang gabutuh cowok lenjeh kaya dia. Kalo lo nggak sekolah, kesan nya lo itu kayak cewek pecundang yang diputusin sama pacar nya sendiri, jhahaha," celoteh Ozzi panjang lebar sambil terkikik geli. Aku memutar bola mataku.

Wah bener bener kucrut ini orang.

"Gausah ngungkit-ngungkit bisa ga!! Lagian gimana gue mau sekolah?seragam sama tas gue 'kan ada di rumah gue. Lagian nih ya gue udah bangkit dari masa suram itu! Mana sudi seorang Olivia Khansa nangisin cowok si muka keset itu? GA! Itu bukan gue banget ya Zi," jawabku dengan wajah berbohong seolah aku benar benar baik-baik saja.

"Gue tau lo bohong." ah, benar saja. Aku tidak akan pernah bisa berbohong di hadapan laki-laki ini.

"Tadi shubuh gue ke rumah lo kok buat ngambil seragam sama perlengkapan sekolah lainnya. Uhm, daleman lo juga gue bawa kok,tuh disana," jedanya dengan polosnya sambil mengerlingkan mata kearah meja yang memang sudah ada perlengkapan sekolah milikku, dan tepat diatasnya ada—aku mencerna apa yang aku lihat dan apa yang tadi aku dengar. "hehe sori ya, gue gak ijin dulu."

APAAAA?!SIALAN!

"Ozziiii...itu asset pribadi gue!"

"Eh, Liv gue duluan ke sekolah ya, takut kesiangan. Lo pergi naik angkot aja ya. Dadah Olivku," ucapnya sambil ngacir keluar kamar meninggalkan ku yang sedang meredam malu.

Aku menyesal karena sudah memberikan kunci rumahku padanya. Dirumah ku memang tidak ada orang karena ayahku sedang diluar kota, membuat Ozzi leluasa keluar masuk rumahku tanpa izin sekalipun. Aku hanya tinggal berdua bersama ayahku yang kelewat sibuk mengingat dirinya adalah seorang komesaris utama sebuah perusahaan, ibuku sudah lama meninggal, dan meskipun ayahku single parent, ayahku ini ayah terbaik. Aku mengerti pada ayahku yang sibuk bekerja karena ingin membahagiakanku dengan hidup serba berkecukupan. Aku bersyukur punya ayah seperti dia.

Aku langsung bergegas mandi dan berangkat ke sekolah. Benar kata Ozzi, aku harus sekolah. Setidaknya aku harus menunjukan pada semua orang terutama pria itu, meskipun aku dengannya sudah tidak menjalin lagi hubungan, aku tetaplah Olivia yang kuat dan selalu menghindari yang namanya termehek-mehek karena cinta. Eaak.

**********

Biarlah saat ini aku menikmati ilusi yang nyata ini, pergi kesekolah naik angkutan kota. Asal kalian tahu ya, aku ini paling benci naik angkot, apalagi saat ini aku duduk di jok dekat pintu yang hanya khusus untuk 1 orang, terlanjur deh jadi tontonan penumpang lain karena arah hadapku berbanding terbalik dengan penumpang lainnya, setidaknya ini tidak akan terjadi jika Ozzi tidak pergi duluan atau jika aku masih punya pacar.

"kurang limaratus neng," ujar sopir angkot yang perhitungan dan menatapku sinis.

"kurang limaratus apaan deh? Bapak lihat 'kan tadi saya duduk di jok pintu? saya tadi hampir aja masuk angin. Apalagi sekarang musim hujan,jadi flu deh saya. Bapak mau saya tuntut ke pengadilan karena membuat saya masuk angin? Bapak harus nya peka jadi cowok," balasku dengan kesal. Sepertinya efek patah hati kemarin lusa membuatku jadi lebih sensitif dari biasanya.

"eh, minggir dong! Dari tadi lo ngehalangin, gue mau bayar," Ujar seorang lelaki yang menatapku dingin. Aku balas menatapnya dingin dan menyingkir menuruti perintahnya. Semua laki-laki yang aku temui hari ini sangat menyebalkan.

"ambil aja kembalian nya bang," ucap lelaki itu sembari memberikan uang ongkos kepada si supir yang perhitungan itu. Saat lelaki berseragam sama denganku itu berbalik, dia sempat menatapku sebentar dan melengos pergi begitu saja. Songong. Lagian dia siapa sih,kok aku gak pernah lihat.

Saat aku akan melanjutkan musyawarah mufakat ku dengan abang angkot tadi yang belum selesai, eh taunya angkot nya udah ngacir duluan. Payah. Dasar cowok!. Gak bertanggung jawab banget. Sepertinya supir angkot itu lebih milih kabur daripada mendengarkan celotehanku.

**********

Aku menebah dada sambil menghela nafas, syukurlah aku datang 5 menit sebelum bel berbunyi. Aku berjalan disepanjang koridor menuju salah satu kelas yang letaknya berada diujung koridor. Aku sengaja setengah berlari mempercepat langkahku supaya bisa sampai ke kelas dengan cepat. Aku merasa tak nyaman berjalan dikoridor sendirian, orang orang yang mayoritas kaum hawa seperti menatapku dengan berbagai ekspresi, ada yang menatapku iba seolah berkata miris banget kisah cinta lo, ada juga yang menatap ku sambil terkikik geli seolah berkata emang enak diputusin cowok duluan. Apa aku terlihat tidak baik? padahal aku sudah menyiapkan mental untuk bersikap seolah aku baik-baik saja. Fyuhh, rasanya aku ingin terjun bebas saja.

Aku harus segera sampai ke kelas, dikelas nanti aku akan langsung menjabak rambut Ozzi yang tega meninggalkanku sendirian dalam situasi mencekam seperti ini, tetapi naasnya aku malah semakin kikuk setelah melihat sosok lelaki yang berjalan sendirian berlawanan denganku. Aku mencerna apa yang aku lihat, aku mengerjapkan mata kelewat kaget. Tubuhku menegang, melihatnya seperti terjerembab dalam mimpi buruk

Dia disana.

Lelaki yang selalu menghantui pikiranku.

Lelaki yang memanisfestasikan perasaanku.

Lelaki yang membuatku termehek-mehek selama dua hari dua malam.

Aldi.

**********

Hallo segelintir para pembaca*itupunkaloadayangbaca-_-* terimaksih sudah membaca cerita ini dan menambahkan nya ke reading list kalian. Maaf kalo banyak typo. Kelanjutan cerita ini tergantung segimana respon kalian terhadap cerita ini. Kalau respon nya baik akan dilanjut, jika sebaliknya mungkin akan dihapus. Jangan lupa votment nya ya:)
20 voted bisa(?)

Lily

OlivOzziTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang