Chapter One

4.8K 605 48
                                    

THE DARKNESS EYES
Sherry Kim
.
.
.

Red Castle.

Nama yang aneh untuk tempat yang di katakan semua orang 'berkelas' di seluruh Seoul. Tempat itu memang terlihat mewah di semua bagian gedung, anehnya tempat ini tidak mengijinkan bocah seumuran Kim Jaejoong masuk ke dalam.

Dalam otak kepala mungil bocah itu berpikir. Bagaimana bisa mereka mendirikan tempat seperti ini namun tidak boleh di kunjungi oleh anak-anak. Hanya mereka yang berpakaian rapi dengan dasi mengikat leher kerah kemeja, juga, wanita-wanita cantik berbibir merah dengan gaun gaun pendek. Bukan untuk menutupi melainkan membungkus tubuh kurus mereka. Benda berkilau indah menggantung di leher telinga serta pergelangan tangan mereka sewaktu berpapasan dengan Jaejoong.

Wajah polos kumal Jaejoong dengan geryitan takut mendekati pengawal yang berjaga di sisi pintu utama gedung yang disebut semua orang dengan nama lain sebagai Cassino.

"Bolehkah Jongie masuk?" Mundur untuk bisa melihat wajah kedua penjaga itu, Jaejoong menggeryit takut. Jaejoong menelan ludah susah payah mendapati mereka menggeleng serempak. Ia mengatakan kepada diri sendiri untuk jangan takut. Mama menunggu di rumah.

Mengumpulkan segenap keberanian ia kembali berkata. "Ibuku sakit parah, ayahku berada di dalam, aku harus mengatakan ini kepada Papa agar pulang untuk menjenguknya."

Wajah kedua pria itu masih tetap menyeramkan, namun suara pria yang menjawab tidak setegas pria satunya. "Kami akan mengatakan itu kepadanya, siapa nama ayahmu, nak?"

Ia tidak bisa menyebutkan nama ayahnya, tidak bisa! Bahkan tidak kepada mereka. "Mama mengatakan tidak boleh mengatakan siapa nama ayahku kepada sembarang orang, beliau tidak suka orang orang mengetahui namanya." Kedua pengawal penjaga pintu itu menatap satu sama lain dan tetap tidak memberi ijin Jaejoong masuk.

Sebuah privasi! Tentu saja bukan lah hal baru di tempat yang jauh dari kata terhormat seperti tempat ini. Tapi tetap saja mereka tidak dapat mengijinkan Bocah di bawah umur masuk. "Kami minta maaf nak, tanpa adanya bukti jika ayahmu berada disini, di dalam, kami tidak bisa dan tidak boleh membiarkanmu masuk."

"Kenapa?" Nada suara Jaejoong berubah putus asa. Tidak! Ia harus masuk untuk mencari ayahnya.

"Karena tempat ini tidak untuk anak anak sepertimu, jadi kami tidak bisa membiarkanmu masuk."

"Kalian bisa berpura pura tidak melihat Jongie," Bola mata sehitam malam jernih milik Jaejoong menatap salah satu pria itu penuh harap, "ijinkan Jongie masuk. Ku mohon paman."

"Tidak! Pergilah atau kami terpaksa harus berbuat kasar, pak polisi juga akan marah jika kami membiarkan anak di bawah umur masuk. Kau juga tidak ingin di penjara, bukan?"

Ancaman itu membuat bocah berumur sepuluh tahun itu menjauh. Ia tidak mau di penjara. Tidak disaat ibunya sekarat di rumah dan membutuhkan Jaejoong ketika ayahnya tidak kembali selama berbulan bulan.

***

Jaejoong memicingkan mata untuk membiasakan kornea menatap sekeliling. Ruangan itu lebar namun gelap, hanya ada lampu menyorot langsung ke atas ring tanpa ada lambu lain untuk menerangi para penonton. Tempat itu sungguh bising. Penuh sesak dengan suara orang orang yang berteriak memberi semangat kepada kedua petarung mereka di atas ring. Ruangan yang sangat berbeda dengan ruangan lain yang di penuhi kursi dan botol-botol minuman berbau aneh. Dan orang orang yang bergoyang dengan musik yang menyakiti telinga Jaejoong.

The Darkness EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang