Kau akan membayar untuk ini............

17.2K 1.5K 37
                                    

Met pagi! Met ketemu lagi di revisian versi wattpad. Anggep aja lagi ngitung hari mpe novel cetak selesai, yah.

Laras mengerjap. "Pak Adrian baunya enak...." lirihnya, dan seketika wajahnya memerah. Ya ampun!  Kenapa dia kelepasan begitu?

Adrian menatapnya dengan mata melebar, dan ujung-ujung bibirnya tertarik ke samping membentuk garis tipis. Ekspresinya menunjukkan kalau dia sedang berusaha sekuat tenaga untuk menahan sesuatu, dan untuk beberapa saat suasana hening.

Detik demi detik berlalu, dan keduanya masih dalam posisi yang sama, hingga keheningan itu pecah,  dan tubuh Adrian berguncang, ketika dia tergelak. Laras merasakan wajahnya seolah digigit ribuan semut api yang kompak, dan warnanya pun menjadi semerah kepiting rebus.

Dengan gugup Laras langsung  berusaha menstabilkan berdirinya, dan Adrian yang mengerti kalau gadis dalam dekapannya itu merasa malu, melepaskan rangkulannya dengan penuh pengertian. Dibantunya Laras, dengan memegang bahunya, menjaga agar gadis itu bisa berdiri dengan tegak, dan itu justru membuat Laras makin tersipu. Dengan spontan dia juga menggerakkan tangannya ke kepala Laras dan mengacak rambut ikalnya yang sudah berantakan.

"Bau saya enak ya?" goda Adrian.

Laras meneguk ludah. Antara malu dan bersyukur, karena Adrian tidak marah padanya gara-gara dia menabrak bossnya itu. Dengan malu-malu dia mengangguk, sambil mengintip melalui bulu matanya yang tipis ke wajah Adrian. Memastikan kalau pria itu memang tidak marah. Sepertinya, tidak ada tanda-tanda pria itu marah, dan itu membuat Laras merasa lega. Sementara itu, setelah yakin kalau wajahnya tidak lagi berhias senyum geli, Adrian menatap Laras dengan serius.

"Kenapa kamu masih di sini? Belum pulang?" tanyanya.

Laras tersenyum gugup.

"Mmm... barusan Laras cuci muka dulu, Pak. Biar segar...." jawabnya dengan suara mencicit seperti tikus.

Adrian menggigit bibirnya, menahan tawa geli yang hampir kembali terlontar melihat ekspresi Laras. Dia bukan pembaca pikiran, tetapi ekspresi gadis mungil di depannya ini, yang benar-benar transparan, dan menjelaskan kalau gadis itu sedang berperang dengan pikirannya sendiri, membuatnya terlihat menggemaskan.

Penuh pengertian Adrian tersenyum. "Begitu? Ya, sudah kamu pulang sekarang. Hati-hati ya...." katanya lembut, sambil melangkah melewati Laras.

"Iya, Pak, Makasih...." Laras membalas lirih, lalu melangkah ke arah berlawanan.

"Hm... Ras...." Adrian memanggil. Dia menghentikan langkahnya, lalu menatap Laras.

Laras berbalik dan memandang Adrian. "Ya Pak?"

Sebuah senyum tipis terulas di bibir Adrian, sedikit terkesan geli, tetapi matanya bersinar sungguh-sungguh.

"Jangan sembarangan menabrak laki-laki. Saya cuma membolehkan kamu menabrak saya... mengerti?"

Mata Laras membesar. Dia mengerjap, tetapi tidak sempat menjawab karena Adrian sudah keburu melangkah meninggalkannya. Untuk beberapa saat Laras tertegun. Oke... barusan itu maksudnya apa ?

***********************************
Adrian memegang dadanya untuk merasakan detak jantungnya yang keras luar biasa. Kepalanya pening mendadak, dan dia merasakan pipinya sedikit mengerut akibat kebanyakan tersenyum. Haduh... ternyata efek Laras betul-betul tidak baik buat kerja jantung dan kelenturan kulit pipinya. Bisa-bisa dalam waktu singkat dia terkena penuaan dini akibat banyak kerut di sekitar mata dan pipi, ditambah, mungkin jantungnya akan melemah akibat terlalu sering dipacu setiap kali berhadapan dengan gadis mungil berambut ikal berantakan itu. Ini baru hari pertama gadis itu berkerja, bagaimana dengan hari-hari selanjutnya?

My Morning Sunshine (Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang