Met pagi!
"Tadi ada yang telpon papa di kantor, Ras," Pak Suryo memberitahu pada Laras yang baru saja sampai di rumah. "Katanya kamu disuruh dateng wawancara...."
Laras menatap sang Ayah yang sedang menyemir sepatunya. "Kapan, Pa?" tanyanya heran sambil membuka sepatu, lalu meletakkannya di rak sepatu jelek dekat pintu.
"Besok jam sembilan tepat. Kantor Perkasa Ekatama katanya," jawab Pak Suryo.
"Oh...." Laras mengerutkan keningnya. Perkasa Ekatama, kantor yang dia datangi hari ini. Cepat juga responnya,
"Laras ngelamar kerja?" Pak Suryo bertanya sambil berjalan menuju ke rak, dan ikut meletakkan sepatunya di sebelah sepatu Laras.
Laras mengangguk, membuat Pak Suryo menghela napas berat. Dengan sayang beliau mengusap rambut putri keduanya itu dan berkata dengan mata berkaca-kaca.
"Maaf ya, papa enggak bisa kuliahin Laras di kedokteran. Laras kan tahu, untuk makan aja, gaji Papa kurang, apalagi untuk kuliah Laras...."
Laras tersenyum lebar. "Ih... apaan sih, Pa? Ga pa-pa kali. Kan Ras bisa kerja sambil kuliah nanti...." jawabnya dengan ceria.
Pak Suryo tersenyum sedih. "Enggak mungkin kerja sambil kuliah kedokteran, Ras," ujarnya.
Laras mengerutkan hidungnya. "Ye... enggak ada yang enggak mungkin kali, Pa. Selama Laras punya kemauan, dan percaya, pasti semua mungkin. Iya, nggak?" katanya dengan suara penuh keyakinan.
Pak Suryo tersenyum dan mengangguk. "Iya, deh. Papa percaya sama Laras. Pasti Laras bisa meraih apa pun cita-cita Laras, biarpun Papa cuma bisa bantu doa aja...."
"Kan justru itu yang paling Ras perlu, Pa...."
Pak Suryo kembali tersenyum dan mengacak rambutnya. "Ya, sudah. Sana mandi dulu, udah bau asem, tuh."
Laras memberi hormat dengan cara militer. "Siap, Komandan!" lalu beranjak melakukan yang disuruh ayahnya. Ibunya yang baru muncul dari dapur memperhatikan saat dia melintas.
"Dari mana, Ras?" tanyanya.
"Cari kerjaan, Ma," jawab Laras sambil ngeloyor ke kamar mandi. "Mama masak ga hari ini?"
"Masak. Sendal jepit disantenin...." jawaban Ibunya membuat Laras tertawa terbahak. Ibunya memang ibu paling cool sedunia. Begitulah caranya menjawab jika pertanyaan anaknya memiliki jawaban tidak.
Sudah biasa bagi Laras dan adik-adiknya, jika ibunya tidak memasak. Terkadang uang belanja yang tidak cukup, membuat mereka terpaksa makan mie instan atau pilihan lain yang harganya lebih murah dari makanan sehat mana pun. Meski bukan hal yang menyenangkan, tetapi alangkah indahnya bisa tertawa dalam keadaan yang kurang nyaman seperti itu. Namun, begitu pintu kamar mandi tertutup di belakangnya, air mata pun tumpah dari mata bulat jenakanya.
Meski selalu tampil ceria dan kuat, Laras tetaplah seorang gadis muda biasa yang memiliki kelemahan. Dia juga bisa menangis saat hatinya merasa hancur. Terlebih saat ini. Rasanya sakit mengingat cita-cita seumur hidupnya, bahkan sejak dia bisa membaca, tidak akan pernah menjadi kenyataan. Menjadi dokter.
Menjadi dokter bukanlah cita-cita yang timbul dari keinginan biasa seorang bocah pemimpi. Jika buat anak lain itu adalah cita-cita umum, tetapi Laras ingin menjadi dokter karena dia sangat berharap bisa membaktikan hidupnya pada kemanusiaan, dalam hal ini, di bidang forensik. Dia ingin menjadi seperti Dokter Munim Idris, dokter forensik yang dikaguminya. Memastikan keluarga korban kejahatan bisa bernapas lega karena ada seseorang yang akan mengungkap kematian anggota keluarga mereka melalui fakta forensik yang sahih dan tak terbantah, atau memastikan korban perkosaan mendapat keadilan melalui hasil analisa forensiknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/56038700-288-k907345.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
My Morning Sunshine (Sudah Terbit)
ChickLit(Cerita dihapus sebagian) Saat cinta harus diuji.....saat kesetiaan dipertanyakan, saat matahari bersinar kembali di hari yang baru..... Adrian Smith, pria adonis dengan masa lalu suram, dipertemukan tak sengaja dengan gadis polos dan ceria, yang me...