Part 5

220K 11K 85
                                    


Sudah seminggu aku berstatus sebagai seorang istri. Dan aku mulai merasa sangat jenuh! Bukan karena aku sudah jenuh menjadi istri seorang Erick Hardiansyah. Tapi aku jenuh karena dia hanya memerintahkanku untuk diam di rumah. Langkah terjauh dari rumah ini hanya sampai taman di depan rumah. Itupun aku mencari kesibukan sendiri dengan menghias taman di depan rumah dengan berbagai macam bunga. Tentu saja di bantu Pak Karman, supir pribadi Erick. Dia membantuku membeli peralatan untuk berkebun. Erick tidak protes sesudah aku menghias taman rumahnya. Dia hanya menatap perubahan pada taman itu tanpa kata-kata memuji atau protes dari mulutnya.

Aku juga disibukkan dengan kegiatan lain. Yaitu belajar memasak dan membuat kue. Bu Mun dengan sabar mengajariku berbagai resep masakan dan kue. Walaupun harus membuat dapur yang rapi terlihat seperti baru saja ada peperangan. Hasil masakanku selalu kusediakan untuk Erick cicipi.

"Ini hasil masakanmu? Kau tidak menaruh racun atau semacamnya-kan?" ujarnya sambil menatap masakanku yang mengenaskan. Harus kuakui memang tidak terlalu menarik hasilnya tapi dia wajib mencobai dahulu rasanya!

"Keasinan! Kau ingin membuatku darah tinggi?" serunya ketika mencobai masakanku. Padahal tanpa memakan masakanku dia memang sepertinya punya darah tinggi tanpa harus diperiksa, pikirku dalam hati. Lihat saja dia cepat sekali marah-marah. Dan aku yakin akan hal itu. Aku tertawa jahat dalam hati. Anehnya masakanku yang dia caci maki selalu tandas masuk ke dalam perutnya. Entah ia yang lapar atau ia hanya tidak mau bahan makanan yang telah ia beli terbuang sia-sia.

Lalu bagaimana hubungan kami sebagai suami istri? Kalian pasti penasaran, kan? Kami tetap tidur di tempat tidur yang sama. Tapiii..aku masih belum pernah ia sentuh. Bukannya aku berharap, aku hanya merasa apa aku begitu tidak menariknya di matanya. Aku selalu menarik nafas panjang jika memikirkannya. Karena ketika aku menghubungi ayah melalui telepon, beliau selalu berkata tidak sabar menunggu cucu dariku. Padahal Rere sedang hamil, kilahku. Tapi ayah ingin cucu yang banyak supaya rumahnya nanti ramai, kata ayah. Aku hanya bisa menjawab bahwa kami masih mengusahakan. Untunglah ayah tak dapat melihat wajahku. Jika tidak beliau pasti tahu aku berbohong.

Saat ini aku sedang duduk bersandar di tempat tidurku. Jangan tanyakan Erick. Dia pasti sedang sibuk di supermarket-nya. Karena tak ada lagi kegiatan, maka aku memutuskan untuk menghubungi Rere. Aku sudah memaafkan Rere atas perbuatannya yang membuatku terjebak dalam pernikahan ini. Bagaimanapun dia saudaraku satu-satunya yang aku sayangi. Aku meraih ponselku yang terletak di nakas sebelahku lalu menyentuh layarnya dan menempelkannya di telingaku.

Pada nada sambung ketiga barulah ada jawaban dari seberang sana.

"Riri!" sapa sebuah suara dari seberang sana. "Apa kabar? Aku kangen banget sama kamu. Kenapa baru hubungi aku sekarang?" protesnya. Aku bisa membayangkan bibirnya yang sedang mengerutkan biburnya. Walaupun aku tahu jika Rere saat ini terdengar antusias.

"Maaf Re aku sibuk. Aku sibuk mencari kegiatan di rumah. Erick tidak mengizinkanku keluar dari rumah ini. Dan aku tidak ingin disebut istri pembangkang padahal aku baru menjadi istrinya selama seminggu," gerutuku.

Aku yakin sekarang Rere pasti sedang menganggukan kepalanya berkali-kali. Kebiasaan yang ia lakukan jika kami sedang bercerita atau curhat bersama.

"Iya. Aku ngerti kok Ri. Bagaimana kehidupanmu sesudah menikah? Apakah Erick baik padamu?"

Pertanyaan yang sulit. Sebab kami jarang ngobrol. Ketika aku bangun pagi dia sudah siap berangkat kerja. Ketika jam pulang kerja dia sudah terlalu lelah dan langsung tertidur. Tanpa kusadari aku menarik nafas panjang lagi.

"Dia baik. Pengertian." Hingga kesannya tidak peduli aku mau ngapain di rumah ini, tambahku dalam hati. "Pokoknya selama ini tidak menyusahkan aku kok. By the way, bagaimana kandungan kamu? Terus bagaimana dengan Benny?" tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan. Bercerita tentang Benny dan Rere, mereka sudah menikah. Mereka hanya memproseskan peenikahan mereka ke KUA. Tidak ada pesta, dan semua ini adalah keinginan Rere. Katanya malu. Huh... Waktu buat tidak malu. Kadang aku suka kesal sendiri sama dia. Jika bukan karena dia, aku mungkin sekarang aku tidak akan berada dalam keadaan seperti ini.

"Perutku sudah sedikit membesar Ri. Beratku pun sudah bertambah lima kilogram. Tapi Benny bilang dia enggak masalah jika aku masih gemuk setelah melahirkan." Rere tertawa di seberang sana. Ia memasuki bulan ke tiga saat ini. "Sekarang Benny sedang menjalankan usaha bengkel ayahnya. Ayahnya sudah ingin pensiun. Katanya tidak sabar menunggu anakku lahir. Menikmati hari tua..begitu kata beliau," tuturnya.

"Aku turut senang, Re. Aku juga tidak sabar menunggu keponakan pertamaku lahir. Aku sudah penasaran jenis kelaminnya. Jika tidak ada kegiatan aku pun ingin menemanimu membeli perlengkapannya nanti. Ok?"

"Pasti aku kabari. Tenang saja. Kamu tinggal siap-siap bawa uang suamimu yang banyak Ri!"

"Itu dia Re. Berbicara mengenai uang, aku ingin bekerja dan punya penghasilan sendiri. Tidak enak rasanya harus minta uang ke Erick. Sekalipun untuk kebutuhan penting. Aku ingin punya uang sendiri." Aku tidak ingin Erick salah sangka seperti berpikir bahwa aku wanita komersial.

"Aku mengerti Ri. Aku juga berpikir begitu. Lebih enak uang sendiri. Kita bisa membeli apa saja yang kita mau. Hmm..kenapa kamu tidak mencari pekerjaan aja? Kebetulan kamu belum hamil. Kamu masih bisa cari kerja. Tidak seperti aku. Siapa yang mau terima bumil." Terdengar tawa renyah Rere. Aku sedikit merasa bersalah tidak menceritakan bagian bahwa aku masih seorang gadis. Maafkan aku Re, ucapku dalam hati.

"Betul juga! Kenapa tidak kepikiran ya? Kalau begitu aku mau mencari lowongan kerja dulu. Siapa tahu ada yang cocok dengan bidangku. Terima kasih Re. Senang rasanya bisa berbicara panjang denganmu lagi," ucapku tulus.

"Tidak masalah. Itu gunanya saudarakan."

Kami mengakhiri pembicaraan kami. Akupun memutuskan mulai mencari lowongan pekerjaan dimulai dari koran dan internet.

*****

Beside YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang