Ketika semua mempelai wanita berharap hari pernikahannya segera tiba. Mewujudkan impian mereka menikah dengan pria yang mereka cintai. Tapi semua itu tidak akan pernah terjadi di dalam hidupku. Sebaliknya, aku berharap hari ini tidak pernah datang.
Aku memandang wajahku yang sudah dipoles make up oleh seorang perempuan yang kira-kira berusia empat puluhan. Harus kuakui hasil karyanya memuaskan, bahkan aku sendiri tidak menyangka jika perempuan yang berada di dalam cermin itu adalah diriku sendiri. Gaun putih panjang yang melekat pas ditubuhku terjatuh indah di atas lantai keramik ini. Pintu terbuka, wajah Rere muncul dibaliknya.
“Waktunya mempelai wanita untuk keluar,” katanya memberitahuku. Aku mengangguk tipis dan mencengkeram erat buket bunga mawar putih yang berada dalam genggaman tanganku. Setelah menarik nafas panjang dan meyakinkan diriku sendiri jika semuanya akan baik-baik saja, aku melangkahkan kakiku keluar dari ruangan ini.
Ayah menyambutku dengan senyum bahagia yang tercetak jelas diwajahnya yang sudah tidak muda lagi. Ia melingkarkan tanganku pada lengannya dan menepuk pelan punggung tanganku seakan memberikan aku kekuatan agar tidak gugup. Jujur saja jantung ini berdegup dua kali lebih kencang dari biasanya. Ketika pintu kayu itu terbuka lebar, kami pun melangkah bersama menuju pelataran, di mana pria yang akan menjadi calon suamiku berdiri menungguku dengan wajah datarnya. Aku mengankat wajahku sedetik untuk melihatnya yang ternyata sedang memandangku balik sebelum memutuskan untuk menundukkan kepalaku.
Setelah selesai mengucapkan janji nikah dihadapan Tuhan, sekarang aku dan pria yang berdiri di sisiku telah sah menjadi sepasang suami dan istri. Aku meliriknya yang berdiri di sisiku. Harus kuakui ia terlihat tampan dan gagah dibalik tuxedo hitam miliknya. Ada secuil rasa bangga dalam diriku, setidaknya sekarang akulah pemilik pria tampan itu. Meskipun hal ini tetap saja tidak membuat aku bahagia dengan pernikahan ini.
Kami menyalami setiap tamu yang datang pada acara pernikahanku. Mulai dari tamu yang kukenal hingga yang tidak aku kenal. Rasanya seluruh tulang di dalam tubuhku akan rontok dalam beberapa jam lagi bila acara ini tidak selesai dalam hitungan beberapa jam lagi. Karena satu hal yang paling aku inginkan saat ini adalahku acara ini segera berakhir. Pikiranku teralih ketika seorang wanita cantik dan anggun bak model sedang berbaris dengan tamu lain untuk memberi selamat kepada kami. Dari awal aku melihat sepasang mata wanita itu terus memandang wajah Erick atau lebih tepatnya suamiku. Aku dapat melihat cinta yang terlihat jelas di dalam pandangan matanya. Maka aku memberanikan diri untuk melirik Erick, sekedar melihat bagaimana ekspresi pria itu saat ini. Dan ternyata dia juga sedang memandang wanita itu! Hanya tatapan matanya tidak dipenuhi cinta seperti milik perempuan itu, melainkan tatapan yang dipenuhi dengan keterkejutan.
“Selamat atas pernikahanmu,” ucapnya ketika mereka sedang bersalaman. “Jahat sekali kamu meninggalkanku demi wanita seperti dia. Kamu juga jahat tidak mengundang aku ke pernikahan kamu. Untung saja Om Rudi mengabariku, sehingga aku bisa datang di hari pernikahan kamu,” lanjutnya disusul senyum sinis dan pandangan penuh menilai.
Dari kata-kata yang terlontar dari bibirnya yang merah, aku dapat menebak jika ia hanyalah salah satu wanita yang tidak berhasil melupakan Erick dari hidupnya. Tapi sayangnya sepertinya wanita ini harus menelan kekecewaan.
“Maaf nona antrian tamu kami semakin panjang,” ucap Erick datar. Tidak memedulikan satu perkataan yang tadi dikatakan oleh wanita itu.
Akhirnya wanita itu pergi tanpa berkata apa-apa. Mungkin tidak ingin membuat dirinya sendiri malu di depan umum.
Acara terus berlangsung dengan baik. Aku tersenyum lega, karena akhirnya acara penikahan ini selesai. Rasanya aku sudah tidak sabar untuk menjatuhkan tubuhku di atas tempat tidur yang empuk. Juga memanjakan seluruh tubuh ini di dalam bath tub yang dipenuhi air hangat yang dapat membuat semua rasa pegal pada tubuh menghilang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beside You
عاطفيةHighest rank #2 in Romance at 2016. Menggantikan saudara kembarnya sebagai pengantin, tidak pernah terpikirkan sebelumnya oleh Riri. Bahkan ia harus mencubit sebelah tangannya untuk meyakinkan dirinya jika semua ini adalah mimpi. Namun bukankah cubi...