Hari ini sama seperti hari sebelumnya, berangkat sekolah, pulang dan mampir ke atap gedung sekolah.
Tapi ada yang sedikit berbeda.
Beberapa hari ini aku selalu bertemu dengannya di atap gedung sekolah, lalu kami akan mengobrol dan bercanda hingga salah satu diantara kami pulang. Ya, Vino maksudku.
Saat bel berbunyi aku langsung menuju atap gedung tapi aku tak menemukan sosoknya disana.
Tak berapa lama aku mendengar langkah kaki menuju ke arahku. Kupikir itu dia, langsung kubalikkan tubuhku.
Namun nyatanya dia bukanlah orang yang kutunggu.
"Kenapa? Gak suka gue dateng?" tanyanya ketika melihat wajahku yang tadinya bersemangat menjadi datar seketika.
"Nggak, bukan gitu" jawabku lalu memutar badanku lagi, menghadap ke arah angin bertiup dan memejamkan mata sejenak.
"Dra, lo lagi deket sama Vino?"
Mendengar pertanyaan itu membuatku membuka mata dan menatapnya.
"Kenapa?" tanyaku polos.
"Jawab dulu"
"Hmm mungkin"
"Oh okay, jadi selama beberapa hari ini gue selalu dateng kesini pas pulang sekolah dan saat itu gue selalu liat lo sama dia...gue pikir kalian jan--"
"Ngga, kita kebetulan ketemu disini, karena dia juga suka tempat ini, sama kayak lo dan gue" kupotong kata-katanya karena aku tau apa lanjutan dari kalimatnya tadi.
"Kenapa kemaren lo gak ikutan ngobrol sama kita?" tanyaku langsung.
"Gue kira kalian janjian dan gue merasa jadi nyamuk kalau gabung sama kalian" jawabnya.
Aku tak berkata lagi mendengar penjelasannya. Tak tau harus berkata apa.
Kupikir kalian juga tau, bahwa dia mempunyai maksud tertentu bertanya seperti ini padaku.
Mungkin dia ingin memberitahuku bahwa dia menyukainya, atau bahkan sebuah peringatan agar aku menjauhi Vino.
* * *
Esoknya, tepat setelah aku memasangkan headset pada telingaku, Vino mendatangi mejaku dan Thalia.
"Pagi Sandra, Thalia" sapanya pada kami.
Tumben sekali dia menyapa kami di kelas, biasanya dia tidak pernah melakukan hal itu, hanya saat di atap gedung kita mengobrol.
"Pagi juga Vin" jawab Thalia, sedangkan aku hanya tersenyum menanggapi.
Detik selanjutnya aku kembali menikmati musik yang begitu merdu terdengar di telingaku.
Telinga dan otakku di penuhi oleh musik yang aku dengarkan. Dunia ini seperti hanya berisi aku dan musik.
Betapa menenangkannya lagu ini...
Hingga guncangan di bahuku membuatku kembali pada dunia nyata.
"Sandra!" suara Thalia meninggi. Wajahnya terlihat sedikit panik menatapku begitupun dengan Vino.
"Hah?" aku seperti orang yang baru kembali dari dunia lain. Ekspresiku seperti orang bodoh, lagi.
"Lo kenapa sih? tadi dipanggil-panggil gak nyahut, malah ekspresi lo kayak orang oon" ucap Vino.
"Ah gapapa, gue cuma lagi jatuh ke dunia musik yang lagi gue dengerin" jawabku asal tapi jujur.
Mereka berdua saling memandang dan menatap dengan bingung mendengar jawabanku.
Sekarang pasti mereka berpikir aku punya kelainan jiwa. Okay.
* * *
Seperti biasa, pulang sekolah aku menuju atap gedung, tapi kali ini bersama Thalia.
Saat kami sampai sosok itu kembali terlihat, berdiri disana dengan tenang sambil menikmati angin yang bertiup.
Vino.
Dia menyadari kehadiran kami dan berbalik.
"Hai" sapanya pada kami berdua dengan senyum manisnya.
"Halo" jawab kami serempak.
"Tumben lo dateng, Li... biasanya lo langsung balik" ucap Vino.
"Ah iya, gue tertarik aja buat dateng ke sini" jawabnya.
"Oh ya, btw gue--" ucapan Thalia terhenti ketika handphonenya berdering. Ada panggilan masuk.
Aku dan Vino sama-sama menatap Thalia.
"Ya, gue pasti bantu lo Ta, tenang aja..." Thalia berbicara pada handphonenya.
"Oke, gue pergi" ucapnya lalu memutuskan sambungan teleponnya.
"Ada apa Li?" tanya Vino.
"Gak, gue balik duluan ya Vin, Dra... ada perlu nih" tanpa menunggu jawaban kami Thalia melangkah ke tangga dan turun.
Aku dan Vino saling memandang dalam diam melihat kepergian Thalia.
"Hmm Sandra, gue pengen ngomong sesuatu" ucapnya ketika kami sedang berdiri bersama menikmati angin yang berhembus.
"Apa?"
Astaga apa yang akan dia katakan? Apa jangan-jangan???
Aku menunggu jawabannya dengan jantung yang berdebar-debar.
"Gak jadi deh"
GAK JADI?
Aku menatapnya dengan sedikit kesal.
Dia menyadari tatapan kesalku padanya dan bertanya,
"Kenapa? Penasaran ya? hahaha" dan sekarang dia malah tertawa meledekku.Seandainya saja dia bukan Vino, maka sudah ku cubit lengannya.
Karena dia Vino, orang yang aku suka. Tak mungkin aku menyakitinya walau hanya sekedar cubitan.
"Sandra, lo punya Line?" tanyanya tiba-tiba.
Wow aku tidak menyangka dia akan bertanya seperti itu.
"Buat apa?" tanyaku pura-pura.
"Buat dikasih ke temen gue"
Oke, jawabannya itu membuatku sedikit kecewa.
"Gak kok hahaha jangan kecewa, gue mau add lo" Dia berkata seakan dia bisa membaca pikiranku.
Seketika aku merasa malu, namun aku adalah orang yang pintar berakting, tak akan mudah bagi seseorang untuk dengan mudah membaca ekspresiku.
"Nih" dia memberikan handphonenya padaku, lalu kuketikkan idku disana dan kutekan tombol "Add".
Seketika handphoneku bergetar, menerima notifikasi dari Line.
"Vino A added you as a friend by LINE ID"
Sedikit senyuman tersinggung di bibirku melihat tulisan diatas.
"Seneng ya? Cie hahaha" ucapnya menggodaku.
"Apaan sih, pede"
Jujur saja, ucapannya benar tapi mana mungkin aku mengakui hal itu kan?
"Udah ah, gue mau balik" ucapku sambil menuju ke tangga.
"Nanti Line gue ya?"
"Gak" dengan sedikit terburu-buru aku menuruni tangga, agar dia tidak berkata lebih banyak lagi.
Sampai di bawah aku tersenyum, bahkan tertawa sendiri melihat handphoneku hingga beberapa murid yang baru keluar dari perpustakaan memandangku dengan aneh. Namun tak kupedulikan mereka. Aku terus melangkah dan tersenyum.
* * *
dark_amors,
02/01/2016

KAMU SEDANG MEMBACA
Vaniara Cassandra
Teen FictionSemua kisah tentang cinta telah dialami oleh gadis ini. Tentang cinta yang bertepuk sebelah tangan, cinta yang tiba-tiba datang, cinta yang hanya sementara, pahitnya pengkhianatan hingga kebahagiaan dari cinta. "This is my story" Copyright © 2016 b...