3 - Hanya untuk dihargai

18 1 0
                                    

Lay Me Down - Sam Smith

Yes I do, I believe
That one day I will be, where I was
Right there, right next to you
And it's hard, the days just seem so dark
The moon, and the stars, are nothing without you

Your touch, your skin, where do I begin?
No words can explain, the way I'm missing you
Deny this emptiness, this hole that I'm inside
These tears, they tell their own story

Dari keduanya, tak ada yang memulai percakapan setelah memasan makanan seperti yang biasa mereka pesan dulu. Suara riuh di cafe itu menjadi pengganti perang dingin keduanya.

Azel dan Bunga berkelana dengan pikiran mereka masing-masing. Tentang apa saja yang mereka lakukan di cafe ini. Bahkan pelayan di cafe ini saat mereka berdua ke sini sempat terkejut. Pelanggan yang selalu berdua saat pulang sekolah tiap harinya.

Mereka sama-sama tersenyum saat pelayan tadi mengantarkan pesanan mereka. Juga seberapa lama mereka saling berdiam diri.

Bunga berdeham, "Ehm, apa tujuan lo ketemu sama gue?" Tanya Bunga dengan sinis memecahkan keheningan antara mereka.

"Kapan ya kita terakhir kesini?" Bukannya menjawab, Azel malah bertanya seolah-olah mengajak mengenang masa lalu.

"Kita? Gue dan lo, bukan kita!"

"Oh iya, kita tuh sekarang jarang banget ngobrol berdua."

"Gue ga perduli!"

"Kapan juga kita makan sama-sama kaya gini, bahkan di kantin sekolah aja ga pernah."

"Karena gue ga mau!" Bunga terus melawan kalimat-kalimat dari Azel yang membuatnya tersayat.

"Padahal dulu kita sering banget bareng-bareng. Tapi gue tau, everything has changed," Azel tersenyum palsu diakhir kalimatnya. Menunjukkan bahwa ia tidak menyukai kenyataan itu.

Bunga menggebrak meja sampai membuat pelanggan lain menoleh kearah mereka, "Bukan gue yang berubah, Lan! Tapi elo yang ga pernah menganggap gue!"

Lan. Bulan. Azelia Bulan. Panggilan yang selalu mereka pakai disaat bersama. Seperti ini. Azel terkejut mendengar pengakuan Bunga, tapi ada sedikit rasa senang saat Bunga memanggilnya seperti dulu.

"Apa?" Azel berusaha meresap apa yang barusan dikatakan Bunga. Dia merasa bahwa ia tidak pernah melakukan hal yang membuat Bunga marah, baiklah itu menurutnya, "Gue ga pernah nganggap lo? Maksudnya?"

"Iya! Selama SMP kita sama-sama, tapi lo ga pernah cerita apapun sama gue. Tentang elo yang menangin lomba cerdas cermat. Bahkan, lo dengan entengnya bilang kalo lo menang. Udah ga ada inisiatif lo cerita gimana lawan lo. Lo ga pernah ngungkapin perasaan lo ke gue, Bulan. Tentang berbagai masalah yang lo hadapin. Tapi lo ga pernah cerita ke gue.

"Selalu gue, Lan. Gue terus-terusan yang cerita apapun ke elo. Gue dengan mudahnya nangis di depan lo. Gue ungkapi semua yang gue rasa. Gue selalu minta lo temenin gue waktu gue sedih. Tapi lo? Gak pernah! Bahkan saat gue ngejauhin lo, lo biasa aja. Elo yang selalu dijauhin anak-anak, bahkan ga pernah cerita ke gue. Bokap lo koma, lo ga pernah bilang ke gue. Dan lo deket sama cowo yang namanya Reza, lo sama sekali ga cerita."

Azel seperti membeku seketika. Ternyata ini yang membuat Bunga menjauhinya. Walau Bunga menjauh, tapi ia mengetahui apa yang terjadi dengan Azel. Dan Azel merasa bersalah. Kemana saja dia. Berusaha ikut tidak perduli dalam permainan Bunga tapi tidak dengan mengetahui apa yang diinginkan Bunga.

Bunga benar, ia jarang mengungkapkan apa yang ia rasa atau bahkan tidak pernah. Bukannya tidak mau, tapi Azel benar-benar ingin Bunga ada di sisinya tanpa terbebani dengan masalahnya. Dengan Bunga yang selalu bercerita apa yang terjadi tiap saat padanya membuatnya takut untuk membebani Bunga.

Bunga di depannya adalah Bunga yang dia kenal. Yang mudah sekali mengungkapkan apa yang ia rasa. Yang mudah sekali menangis dihadapannya. Yang mudah emosional. Ia bahkan yakin kalau ia tidak pernah menangis di hadapan Bunga.

"Gu ... gue,"

"Gue apa? Lan, gue cuma pengen dihargai sebagai sahabat lo, itu aja. Gue ga mau nganggap lo sebagai tempat curhat doang. Gue bilang semua apa yang terjadi sama gue, perasaan gue itu untuk bikin lo juga mau cerita ke gue tanpa rasa ga enak. Gue mau lo nganggap gue sahabat atau diary yang bisa lo ceritain semua. Gue mau dihargai sama lo, Bulan."

Azel memejamkan matanya sejenak lalu berucap, "Gue kaya gitu karena ga pengen lo terbebani dengan masalah gue, Le. Dengan lo cerita semua masalah lo bikin gue berpikir kalo masalah elo juga berat, gue ga mau, Lea."

"Lalu apa arti sahabat, Lan? Percuma kalo hanya satu orang yang berjuang." Bunga mengeluarkan beberapa lebar uang berwarna biru dari dompetnya. "Gue pergi dulu, anggap aja gue traktir lo."

Dan Bunga pergi. Pergi dengan derai air mata di pipinya. Azel tau, Bunga orang yang sensitif, emosional, dan mungkin kekanak-kanakan. Tapi itu yang membuat Azel tau kalau dia bisa nyaman dengan perbedaan yang dimilikinya.

"Lea! Azalea!" Azel memanggil Bunga yang mulai menghilang di balik pintu masuk. Ia tak memerdulikan pandangan pelanggan disini yang tertuju padanya. Tapi Azel tau, ia tak bisa mengejar Bunga karena dia sendiripun harus mengingat perlakuannya pada Bunga dulu.

Bunga yang mengerti dia. Bunga tau lebih dulu apa masalahnya tanpa ia beritahu. Tapi yang dibutuhkan Bunga adalah kejujurannya dengan masalah yang terjadi padanya. Dan Azel tidak melakukan itu.

Azel kini mengerti bahwa Bunga sengaja menyuruh anak-anak di sekolahnya menjauhinya. Bunga hanya ingin Azel mengadu padanya karena tak seorang pun yang mau menerimanya. Hanya ingin Azel satu kali saja jujur padanya tentang apa yang ia rasa. Lalu mereka kembali berbincang seperti biasa.

Pikirannya yang tidak ingin membebani Bunga ternyata salah. Sahabat itu adalah tempat dimana mereka saling terbuka, saling berbagi, saling mengetahui, saling menerima, selalu ada di saat suka atau duka, terjatuh atau bangkit. Dan Azel beruntung tidak memilik teman yang bersifat menusuk dari belakang. Bunga yang blak-blakan membuatnya tidak merasakan sahabat munafik.

Bunga hanya ingin ia terbuka padanya.

Ya, itu saja.

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan BeruntungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang