2 - Satu hal yang ingin kembali

33 13 2
                                    

Fools - Troye Sivan

I am tired of this place, I hope people change

I need time to replace what I gave away

And my hopes, they are high, I must keep them small

Though I try to resist I still want it all

Benar saja. Azel baru tidur tiga jam sebelum matahari muncul. Ia tidak tahu mengapa se-desperate ini hanya karena Reza mengucapkan itu. Padahal bisa saja itu candaan. Reza orang yang tenang dan humoris, mungkin 'kata' itu termasuk candaannya. Azel merasa ini memang berlebihan tapi inilah yang ia rasa.

Dengan rasa yang canggung tak karuan sedari tadi dibonceng Reza, Azel turun perlahan dari motor besar Reza. Tangannya bertumpu pada bahu Reza.

"Thank's, Za. Hati-hati ya," Ucap Azel tanpa menatap mata Reza. Tangannya bergerak melepas jaket yang terpasang di badannya dan mengembalikannya pada Reza. Jaket itu milik Reza, entah apa alasannya, Reza selalu menyuruh Azel untuk memakainya.

Ia sedikit kesal karena Reza membawa cewe itu menaiki motor besarnya dengan Azel yang memakai rok selututnya. Bukan berarti Reza harus menggunakan mobil.

"Yoi, yaudah gue berangkat. Belajar yang rajin, bye Zel," Balas Reza. Sebelum meninggalkan sekolah Azel, Reza menyempatkan mengacak-acak rambut Azel lalu merapikannya.

Dan hal itu membuat Azel panas dingin sendiri. Belum selesai pikirannya dengan kejadian kemarin, kini Reza berbuat ulah lagi yang membuat jantungnya kembali berdetak tak karuan dan perasaan hangat menyelimutinya. Tanpa sadar Azel menyukai perlakuan Reza itu. Memang sudah biasa, tapi akhir-akhir ini Azel merasa kalau ini spesial.

Azel tersenyum melihat punggung tegap Reza semakin menjauh sampai tak terlihat lagi. Entah kenapa punggung itu adalah tempat ternyaman Azel selain kasur. Azel terserentak saat merasa ada yang menabrak punggungnya sampai ia hampir saja jatuh.

"Woi kalo mau jadi patung jangan di tengah gerbang." Sentak seseorang.

Azel berbalik dan melihat ratu sekolah sedang bersedekap dada. "Eh, iya, maaf, Bunga."

Bunga mendengus dan memutar matanya. Dengan gayanya bak berada di catwalk, ia meninggalkan Azel yang masih kaget di depan gerbang.

Satu tarikan nafas mengawali kegiatan Azel di sekolah hari ini.

***

Azel memerhatikan sekumpulan perempuan yang duduk di depan kelasnya. Terkadang Azel ingin menjadi salah satu dari mereka yang bergosip ria tentang apapun. Saling menceritakan pengalaman kemudian membicarakannya. Memceritakan aib seseorang, laki-laki, guru-guru, masa kecil, atau harga dari makanan ringan yang dijual di kantin.

Azel hanya ingin membuat masa SMA nya terkesan. Dengan keceriaan, pertengkaran, kebersamaan, dan hal-hal kecil yang akan ia ingat seumur hidup. Bisa saja ia melanggar peraturan sekolah, tapi jika ia sendirian apa kata bundanya. Ini adalah masa terakhir dimana ada ruang BP, seragam yang sama, peraturan setiap kelasnya, dan jam yang sama seluruh kelas.

Hanya itu. Tapi bagaimana bisa jika di sekolah ini tak ada satupun yang mau berdekatan dengannya. Bukannya merasa kepedean, tapi setiap teman bundanya yang datang ke rumah, ia selalu mendengar kalimat 'Wahh ini anak kamu? Cantik yaa.' dan juga nilai-nilainya yang tidak pernah di bawah kkm.

"Kenapa lo ngeliatin kita?" Nada sinis menghentikan lamunan Azel. Ia baru sadar kalau ia berdiri di depan dan memandang mereka.

"Umm, itu, engga kok. Oh iya, kalian tadi ngomongin apa?" Tanya Azel yang berusaha ikut dalam perbincangan ketiganya.

"Apasih lo, jangan ikut campur ya!" Sentak salah satu dari mereka.

"Iya, kita ga mau ya lo ngerusak perteman kami."

"Bener ya kata Bunga, kalo dia itu awalnya bakal ngedekatin kita."

Azel terserentak saat mendengar nama Bunga. Memang banyak yang bernama Bunga. Tapi hanya si ratu sekolah yang paling terkenal.

"Bunga? Bunga Azalea maksud lo?" Tanya Azel.

"Iyalah, siapa lagi," Jawab mereka acuh tak acuh.

Bunga. Orang yang dikenalnya sejak SMP. Orang yang menjadi satu-satunya mengenal baik dirinya. Orang yang dulu selalu bersamanya. Orang yang paling Azel sayangi selain orang tuanya.

Sebelum benar-benar pergi, Azel menyempatkan memberi seulas senyum pada mereka. Azel kembali ke kelasnya setelah membeli makan siang di jam istirahat ini.

Kini ia tahu mengapa seluruh anak di sini menjauhinya. Alasan yang tidak ia tahu tapi bersumber dari ratu sekolah, Bunga Azalea. Sititik pun Azel tak mempunyai rasa benci terselip di hatinya terhadap Bunga, bahkan saat Bunga menjadi seperti ini.

***

Za, gausah jemput gue. Ada urusan, ntar gue cerita.

Azel

Azel mengirim pesan itu kepada Reza. Ada suatu hal yang ingin ia perbaiki disini. Maka dari itu ia meminta Reza untuk membiarkannya pulang sendiri. Hal yang mungkin akan membuatnya tenang.

Menemui Bunga.

"Eh, permisi, ada Bunga, ga?" Tanya Azel pada seseorang yang berpapasan dengannya di depan kelas.

"Ada." Ucapan singkat yang diberikannya tidak membuat Azel menghentikan niatnya.

Masih dengan senyuman, Azel berucap, "Bisa tolong panggilin, ga?"

Orang itu terlihat malas melakukannya tapi untuk urusannya dengan Azel yang terkenal 'perusak pertemanan' ia tak mau perduli apapun gelarnya. "Bunga! Ada yang nyari lo nih!" Teriaknya dari situ. Secara ia laki-laki, ia tidak bakal takut dengan embel-embel ratu sekolah.

Tak lama terdengar langkah kaki mendekati mereka. Orang yang memanggil Bunga tadi segera pergi dari sana. Menurutnya, urusannya sudah selesai dan ia tak ada hubungan dengan mereka berdua. Lagi pula, bel pulang sekolah sudah berbunyi sedari tadi.

Masih dengan gaya yang sama, Bunga melipat tangannya di depan dada dan bersandar ke pintu kelas. Menunggu Azel memulai percakapan.

"Hai, Bunga," Sapa Azel.

Niatnya adalah memperbaiki hubungan mereka. Jadi sedikit basa-basi mungkin lebih cocok dari pada to the point.

Tapi hal itu membuat alis Bunga menyatu. Bunga memandang aneh Azel yang menyapanya. Azel yang berada di kelasnya, menemuinya, dan menyapanya adalah hal pertama kali semenjak masuk SMA ini.

Melihat Bunga yang masih diam, Azel berucap lagi, "Lo ada kegiatan ga habis ini?"

Dengan malas Bunga menjawabnya, "Ga ada, kenapa sih, kalo ngomong to the point aja."

"Engga, gimana kalo kita ke cafe yang biasa kita datengin dulu," Azel menatap Bunga penuh harap, namun melihat Bunga yang hanya diam sepertinya memupuskan harapannya, "Kalo lo ga bisa gapapa, mungkin ne--"

"Bisa. Naik mobil gue aja." Ujar Bunga memotong ucapan Azel. Ia berjalan duluan menuju parkiran tanpa melihat Azel yang kegirangan di belakangnya.

***

Maafkan daku kalo ada typo atau menyinggung kalian

badtzmax

Bukan BeruntungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang