Part 1

22.8K 316 15
                                    

'Ini bukan tentang soal penyatuan dua inshan dari jenis yang berbeda. Ini bukan soal ikatan atau ijab qabul semata. Tapi ini penyatuan iman, hati dan tanggung jawab. Setidaknya itulah yang pernah aku baca dari beberapa kitab yang pernah kulalap habis dari semasa kuliah dulu.'

**

"Fiyan menikah?"

Masih teringat ucapan yang bernada kegembiraan atau kaget ketika pertama kali ia mendengar kabar itu. Ya Cut Aisyah. Temanku dari kecil yang selalu berada dalam satu sekolah yang sama, bahkan satu kampus bersama. Kadang aku berfikiran aku dan Aisyah ini jodoh. Dari sering masih ngompol sampe sekarang ia beranak dua kami masih bersahabat baik walau kebersamaan kami sudah tak seperti dulu. Semuanya berubah dan berkurang ketika Aisyah menikah dengan Ridwan kakak kelasku sewaktu SMA dulu. Ya, semenjak Aisyah menikah aku tak bisa lagi jalan jalan berdua denganya, bedah dan diskusi buku bersama atau makan ice cream minimarket bareng. Banyak yang bilang Sofiyan Dan Aisyah adalah icon sepasang kekasih desa telagasari. Entah siapa pencetus pertama-nya. Tapi nyatanya aku dan aisyah bukanlah sepasang kekasih. Dia bukan jodohku, dan dia bukan takdirku. Tapi bagaimana jika seandainya akulah yang membuatnya bukan jodohku dan bukan takdirku. Entahlah.. semua terlalu sulit aku lukiskan dalam sebuah kata kata. Dan saat ini Aisyah sudah bahagia dengan Ridwan dan anak-anaknya.

"Yan.. Udah dzuhur?"

Ibu duduk disampingku, disebuah kursi kayu panjang yang dibuat bapak bertahun tahun lalu, namun terlihat masih sangat kuat dan kokoh. Sedari tadi mataku memang hanya melihat para bocah yang sedang membawa kayu bakar dari mobil mang iskak menuju dapur rumahku untuk keperluan masak memasak nanti. Dulu waktu aku kecil aku pun sering melakukanya jika ada tetengga, kerabat atau saudara yang akan menggelar hajat atau tasyakuran. Kadang jika mengingatnya membuat aku cengengesan sendiri.

"Yan...?" Suara ibu kali ini terdengar karas, aku langsung membalikan wajahku kearah ibu yang entah sudah berapa detik berada disampingku.

"Oh anu bu.. ibu tanya apa tadi?"

"Ya Alloh... Ngelamun kamu nak? Udah Sholat dzuhur belum?"

"Udah kok bu.. Udah"

"Ngelamunin apa toh yan? Ibu liat akhir akhir ini anak bungsu ibu ini lebih banyak diam. Kenapa? Cerita sama ibu"

"Gak papa kok bu. Sofiyan agak tegang aja. Soalnya ijab qabulnya kan Cuma dua hari lagi"

"Gerogi itu wajar.. dulu bapakmu juga seperti itu. Mohon perlindungan pada Allah agar hatimu ditenangkan nak"

"Ia bu. Pasti"

"Satu lagi.. Kamu harus yakin. Hatimu harus dimatangkan nak. Meski ini semua adalah perjodohan. Ibu yakin betul Fatma adalah gadis soleha dan sangat pantas mendampingi anak laki-laki ibu ini"

"Amin..."

**

20 HARI SEBELUMNYA. . .

"Gimana yan? Cantik kan?"

Mbak Yanti nampaknya sudah tak sabar mendengar jawabanku mengenai gambar seorang wanita berkerudung putih yang ada digenggamanku. Jika dilihat kasat mata perempuan difoto ini memang sangat cantik, ayu, berhijab pula. Sebagai bidadari di bumi pasti dia sudah memenuhi syarat untuk terbang kelangit bergabung bersama bidadari khayangan dilangit sana. Jadi bodoh rasanya jika ada lelaki yang mengatakan gadis difoto ini jelek. Tapi aku yakin. Mbak Yanti bukan ingin sekedar mendengar jawaban 'cantik' saja. Pasti akan ada embel embelnya dan itu yang aku tak suka.

"Yan?" mbak yanti terlihat sudah tak sabar. Disusul dengan Mbak Sofi yang tertawa cekikikan yang sebenarnya ia juga ingin segera mendengar jawabanku. Kedua kakak perempuanku ini sepertinya niat betul menjodohkan aku dengan gadis yang sama sekali aku tak kenal bahkan suaranya saja aku belum pernah mendengar. Beberapa hari ini aku hanya mendengar dongeng tentangnya. Yang katanya anaknya pendiri pondoklah, hafidzoh Qu'ran. Sudah S2 lah. Dan macam macam dongeng yang aku dengar soal bidadari yang sering disanjung oleh kedua kakak perempuanku itu.

KUPU KUPU JANTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang