Ini adalah hari keenam setelah kepergian bapak. Waktu sudah menunjukan pukul 14:11, Langit masih menumpahkan air matanya dengan sangat deras. Aku baru saja mengantarkan bang Safir ke stasiun telagasari. Ya.. bang Safir harus pulang lebih dulu kebogor karena besok ia harus menyelesaikan kerjaanya yang sudah beberapa hari ia tinggal. Sedangkan mbak sofi masih menetap dirumah ibu sampai tujuh harinya kepergian bapak.
Ditengah derasnya hujan sekumpulan orang malah berkerimun dipinggiran jalan, sebagian ada yang menghalangi jalanan. Aku langsung menghentikan mobilku. Tak mau dirasuki penasaran lebih dalam aku langsung keluar dari mobil walau hujan masih turun dengan sangat deras. Ya aku ingin tahu sedang apa orang-orang itu, melihat mimik wajah mereka sepertinya mereka semua sedang marah besar pada seseorang. Aku langsung menyelinap diantara kerimunan puluhan orang itu. Dan betapa terkejutnya aku ketika tau mereka sedang memukuli anak kecil. Dan aku lebih terkejut lagi ternyata anak itu Fajar.
"Berhenti.. apa yang kalian lakukan?" Kataku yang langsung melindungi anak kecil itu. Sangat miris sekali tubuh kecilnya harus merasakan pukulan dari mereka yang sudah dewasa dan bertubuh besar. Tapi sayang fikiranya tak sesuai dengan usia atau postur tubuhnya.
"Anak ini pencuri mas? Dia maling apel dagangan saya?" Pria brewok berbadan besar langsung mengambil alih untuk menyahutiku. Disusul dengan ocehan lainya yang membenarkan ucapan pria brewok itu.
"Astagfirullah.. berapa apel yang dia curi?"
"Satu.." pria brewok itu kembali menjawab
"Hanya satu? Hanya karena satu buah apel kalian tega memukuli anak kecil ini?"
"Bukan Cuma satu masalahnya? Dia sudah sering mencuri buah buahan ditoko saya"
"Berapa yang harus saya ganti rugi?"
"Kamu bapaknya?"
"Saya saudaranya.."
"Dua ratus ribu..."
"Baik ini ambil jam tangan saya.. anda bisa jual. Harga jualnya masih diatas satu juta. Sisanya bisa anda jadikan untuk modal usaha anda?" kataku kemudian menyerahkan arloji yang baru saja aku lepas dari pergelangan tanganku.
"Bagaimana saya percaya jika jam seperti ini bisa dijual diatas satu juta?"
"Ini kartu nama saya. Jika saya bohong. Silahkan anda datang kealamat itu"
Mendengar kata-kataku pria brewok itu sepertinya mulai percaya. Aku langsung membawa fajar yang mengigil kedinginan dan tengah merasakan nyeri kedalam mobilku. Dia duduk kursi kedua. Wajahnya memar mungkin karena pukulan orang-orang tadi. Sungguh tega mereka menyiksa anak dibawah umur seperti fajar.
"Kita kerumah sakit yah?" kataku berusaha mengajaknya bicara yang dari tadi hanya diam saja.
"Jangan..." fajar berteriak. Baru kali ini aku mendengar suaranya. Aku langsung menghentikan mobilku dan berbalik badan kearahnya.
"Kenapa? Kamu harus segera diobati?"
"Jangan... Jangan...." Hanya satu kata yang dia ucap dan terus ia ulang beberapa kali.
"Yasudah kalau begitu saya antarkan pulang ya?"
Fajar menggeleng...
"Kenapa? Fajar kamu ini sudah menjadi anak didik saya. Kamu tanggung jawab saya. Mulai sekarang kalau perlu apa apa kamu bilang sama saya? Insya Allah jika saya bisa melakukanya, saya akan lakukan. Lihat itu depan ada penjual apel? Kamu mau? Saya belikan yang banyak buat kamu.."
Fajar hanya menunduk, aku kembali melajukan mobilku dan berhenti tepat didepan penjual buah-buahan segar. Hujan sudah berhenti turun, aku langsung keluar dari dalam mobil sementara Fajar hanya duduk menunduk didalam mobil. Beberapa waktu kemudin aku sudah membawa dua kilo apel didalam pelastik berwarna putih untuk aku serahkan pada fajar. Hatiku kelu melihat anak seusia fajar dipukuli hanya karena ia menginginkan buah apel.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUPU KUPU JANTAN
RomanceKisah ini menceritakan pemuda 27 tahun Sofiyan Prawira. Anak lelaki satu satunya dari tiga bersaudara. Kedua kakak perempunya Sofi dan Yanti terus mendesak agar Sofiyan segera menikah. Melihat teman teman sebayanya rata rata sudah menikah dan punya...