Kehidupan didunia ini tak lain adalah sebuah proses. Yang dimana setiap proses pasti akan menemui pada satu titik. Mungkin titik terang yang sebenarnya adalah bukan kehidupan didunia, melainkan kehidupan yang bermuara pada kebajikan dan keabadian, tentu saja untuk mencapai titik itu kita perlu melewati sebuah proses. Kehidupan juga tak lain seperti filsofi kupu-kupu yang setiap detiknya terus bermetamorfosis menjadi sesuatu yang indah dipandang. Yang awalnya hanya berbentuk abstrak yang tak pernah manusia fikirkan lalu kemudian berubah menjadi seekor ulat yang keberadaanya dianggap menggelikan dan menjijikan. Tak ada sesuatu yang berharga dari sebuah ulat. Meski demikian.. ulat itu tetap bertahan hidup selama beberapa waktu sampai kemudian diapun lelah dan menyerah. Saat itulah ulat bermetamorfosis menjadi sebuah kepompong. Entah berapa lama dia menjadi kepompong, yang pasti itu adalah bagian dari turbosilensi sebuah proses. Proses itulah yang membutuhkan kesabaran dan penuh perjuangan. Dimana ulat itu bisa mati sia sia dalam berbentuk kepompong atau terlahir kembali menjadi sesuatu yang baru, bukan lagi yang berbentuk menggelikan atau menjijikan tapi menjadi sesuatu yang indah dipandang mata. Yakni seekor kupu-kupu.Kepompong yang menjadi kupu-kupu artinya dia adalah pemenang. Dan lihatlah pada diri kita? Bukankah diri kita adalah seorang pemenang? Bukan hanya pemenang tapi seorang pemimpin. Ya setiap manusia terlahir menjadi khalifah atau pemimpin didunia ini. Lantas apakah setelah menjadi kupu-kupu lalu metamorfosis itu selesai pada titik itu? Tidak. Metamorfosis itu masih terus berlangsung. Itulah kenapa dia mempunyai sayap dan sama seperti kita itulah kenapa kita mempunyai otak dan tubuh.
Kupu-kupu itu terus terbang dari satu tempat ketempat lain dan dari waktu terus bermatomorfosis. Ingat tak semua kupu-kupu dipandang indah oleh yang melihatnya. Karena itu dia terus bermetamorfosis bersatu dengan warna, bukan hanya warna yang terdapat pada pelangi melainkan semua unsur warna kehidupan sampai akhirnya dia bermuara pada satu titik. Yakni titik keabadian dan kebajikan.
**
"Woww bagus sekali? Ini kamu yang gambar?" Fajar mengangguk setelah dia baru saja mengganti pakaianya yang basah. Aku terus terkagum pada lukisan yang membuat dinding rumah ini terlihat elegant. Sudah kuduga fajar ada bakat menjadi pelukis. Jika dikembangkan dia bisa menjadi pelukis hebat didunia, tapi kenapa dia malah memilih jalur menjadi penulis.
"Fajar kamu ini ada bakat menjadi seorang pelukis. Kenapa kamu malah belajar menulis ditempat saya"
"Tidak salah kan kalo aku belajar nulis?" aku menggeleng
"Ibu dan saudara kamu kemana?"
"Mereka belum pulang. Mungkin malam nanti mereka baru pulang" Fajar bicara dengan santai. Tak ada lagi rasa kaku di-dirinya. Seolah dia telah menjelma menjadi dirinya sendiri.
"Fiyan.. boleh aku bertanya?"
"Ya.. kenapa?"
"Apa kau bersikap baik karena mempelajari agamamu?"
Sorot matanya kosong. Seakan cerita hidupnya tertumpahkan pada kalimat yang baru saja ia lontarkan padaku.
"Tentu saja. Islam selalu mengajarkan kebaikan pada setiap pemeluknya"
"Benarkah itu? Lalu kenapa banyak muslim yang mengerti islam tapi malah hanya untuk dijadikan topeng?"
"Maksudmu?"
"Orang tuaku cerai belum lama ini. Dan ini karena dedy memeregoki mama yang selingkuh dengan seorang ustad tetangga kami dulu. Sebetulnya aku sudah lama tau kalo mama bermain gila dengan ustad itu. Tapi aku tak berani mengatakanya pada dedy. Aku kasian sama dedy, dia yang mati matian bekerja keras untuk kehidupan aku dan mama, tapi malah dibalas dengan tindakan mama yang menduakan dedy. Ketika dedy menceraikan mama, ingin rasanya aku ikut dengan dedy. Tapi mama malah membawaku kemari dan menjauhkanku dengan dedy, sekarang aku sama sekali tidak tau dimana keberadaan dedy. Disini mama yang mengatur hidupku, membatasi pergaulanku. Karena itu aku tak diizinkan mama sekolah. Kata mama untuk menjadi sukses tak harus sekolah. Semakin hari.. aku sudah benar-benar tak kuat hidup dengan mama. Kehidupanku seolah ada ditangan mama. Mama semakin gila, segala sesuatu ia lakukan untuk mendapatkan uang. Aku rindu dengan dedy, dengan kehidupanku dulu. Dan semua ini karena ustad itu. Ini semua bermula karena ustad itu, katanya dia mengerti agama? Apakah itu yang diajarkan islam sofiyan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KUPU KUPU JANTAN
RomanceKisah ini menceritakan pemuda 27 tahun Sofiyan Prawira. Anak lelaki satu satunya dari tiga bersaudara. Kedua kakak perempunya Sofi dan Yanti terus mendesak agar Sofiyan segera menikah. Melihat teman teman sebayanya rata rata sudah menikah dan punya...