PENGKHIANATAN

6K 500 68
                                    

Sudah beberapa minggu ini Al selalu pergi ke kelab dan melakukan pekerjaannya sebagai DJ tanpa sepengetahuan Ily. Al pulang ke kos pagi, itu dengan wajah lelah. Gerak-gerik Al saat ini tertutup dan mudah tersinggung membuat Ily curiga. HP yang biasanya Al selalu letakkan di sembarang tempat, saat di kos, kini selalu dia bawa dan kantongi. Ily memilih untuk diam, hanya saat Al mengajaknya bicara, dia baru membuka mulutnya. Rumah tangga mereka sekarang terasa dingin, termasuk sikap Al yang juga mulai berubah dingin kepada Ily. Al dan Ily merebahkan tubuh di kasur busa, mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing.

"Ily," panggil Al lirih.

"Iya," jawab Ily menoleh pada Al yang tidur di sampingnya.

"Kamu tidak akan meninggalkanku, kan? Apa pun yang terjadi," tanya Al terdengar serius.

"Aku sudah berjanji sama kamu dan pada diriku sendiri, saat memutuskan hidup bersamamu, aku sudah siap lahir batin untuk selalu bersama kamu," jawaban Ily membuat Al semakin merasa bersalah karena sudah membohonginya.

Maafkan aku, Sayang, sudah menghianatimu. Ini demi kebaikan kita dan demi keutuhan keluarga kita, ucap Al dalam hati.

Al memeluk Ily dan mengusap perut Ily yang semakin membesar. Perasaannya semakin bersalah saat mengingat buah hatinya bersama Ily yang masih di dalam kandungan.

"Apa kamu sudah ke bidan?" tanya Al dijawab gelengan Ily.

"Kenapa?"

"Kita belum punya uang untuk USG apalagi beli vitamin, itu mahal, Al," jelas Ily membuat hati Al bergetar sedih.

Dia bisa bersenang-senang saat melakukan pekerjaan lamanya, istrinya sendiri saja tidak tahu. Al berdiri mengambil tas yang tergantung di belakang pintu, dia mengambil dompetnya. Al mengeluarkan beberapa lembar uang seratusan ribu dari dompetnya.

"Besok kamu ke bidan, ya? Periksa kandungan kamu," ujar Al memberikan uang kepada Ily. Ily bangun dari tidurnya lalu menerima uang itu.

"Kamu dapat uang sebanyak ini dari mana, Al? Pendapatan kamu tidak mungkin sebanyak ini." Ily mulai mencurigai Al.

"Sudah, kamu enggak perlu tahu, pakai saja yang ada, urusan mencari uang cukup aku yang tahu," jawab Al yang tidak dia sadari menyinggung perasaan Ily.

"Maaf, kalau memang seperti itu, aku enggak bisa menerima uangmu ini. Aku mau uang yang jelas dari mana asalnya apalagi ini menyangkut anak kita," tolak Ily lembut meletakan uang itu di lantai dan mendorong ke depan Al.

"Kamu kenapa, sih? Aku capek-capek kerja bukannya menghargai pemberianku, justru menolaknya!" bentak Al dengan suara meninggi dan baru kali ini dia seperti itu kepada Ily.

Hati Ily seperti lepas dari tempatnya dan tidak percaya jika Al berubah, tidak sehangat dulu. Ily memegangi dadanya yang terasa sakit dan matanya berkaca-kaca, dengan pandangan mengabur karena terhalang air mata.

"Maaf, ak-aku ... aku enggak bermaksud membentak kamu, Sayang," ucap Al menangkup pipi Ily dan melihat air mata Ily siap meluncur.

Ily perlahan melepas tangan Al dari pipinya dan tidur memunggungi Al. Ily menarik selimut dan mengeratkan pada tubuhnya. Dia memejamkan mata, membiarkan air mata keluar membasahi bantal. Al mengacak rambutnya frustrasi dan mencoba membalikan tubuh Ily agar menghadapnya. Namun, Ily tak acuh, tidak menanggapinya. Al tidur di sampingnya sambil memeluk Ily dari belakang.

"Maaf," ucap Al pelan lalu menciumi kepala Ily.

Tangisan Ily semakin tak dapat tertahankan lagi. Dia biarkan air matanya lolos begitu saja. Dengan sakit hati yang dia rasakan, Ily membuka gerbang mimpi.

PERNIKAHAN DINI (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang