HAMPA TANPA DIA

5.7K 532 74
                                    

Ily duduk di depan kaca besar dan menatap ke luar jendela. Di villa milik Choky, Ily sekarang tinggal ditemani Briana. Sedangkan Dion kembali ke Jakarta untuk mengurus pekerjaannya. Corin sesekali mengunjungi Ily. Villa itu masih berada di daerah Banyuwangi. Ily memang jarang sekali keluar rumah, dia takut jika Al melihatnya. Dia selalu tahu kabar Al dan kondisi Al bagaimana. Di dalam hatinya yang paling dalam, dia sebenarnya tidak tega melakukan ini kepada Al. Namun, ini sudah bagian rencana Mora dan Choky untuk memberi pelajaran kepada Al.

"Ly, lo makan, ya? Kasihan anak lo kalau enggak makan," bujuk Briana masuk ke kamar yang cukup luas dan nyaman itu.

"Apa Al sudah makan ya, Bri? Makan apa dia hari ini?" tanya Ily yang membayangkan keadaan Al jauh darinya.

"Lo tenang saja, Ly, tadi terakhir gue dapat laporan dari Supri, sudah membelikannya sarapan. Al bisa jaga dirinya sendiri," ujar Briana mengusap bahu Ily pelan untuk memberi ketenangan.

"Gue kangen, Bri, sama dia," ucap Ily membuat Briana menghela napas dalam.

"Lo yang sabar, ya? Kita tunggu kabar dari Om Choky sama Tante Mora," jawab Briana lalu Ily mengangguk.

Di Singaraja, seperti biasa, Al datang ke rumah Mora untuk menyerahkan setoran. Sebenarnya di dalam hati Al ada perasaan tidak enak dan sungkan untuk menemui keluarga Choky. Dia merasa gagal menjaga Ily, lebih parahnya lagi, dia tidak tahu kabar istri dan calon anaknya itu. Namun, yang membuat Al heran, dia selalu mendapat paket tanpa alamat jelas yang mengirimkan foto keadaan Ily dan hasil USG kepadanya.

"Gimana, Al, keadaan kamu? Makin kurus saja badan kamu. Jangan begitu, itu namanya kamu menyiksa diri," cibir Mora saat mereka sedang menghitung laba dan membagi uang gaji untuk karyawan.

"Baik, Tan. Iya,Tan, makasih," jawab Al sambil menghitung uang.

"Sudah dapat kabar tentang Ily?" tanya Mora membuat hati Al semakin sedih.

"Belum, Tan, saya sudah tanya ke teman-temannya, tapi semua bilang tidak tahu," jawab Al memandang Mora yang tersenyum manis sambil menulis di buku.

"Om kamu, kan, sudah pernah bilang dari awal, hati-hati untuk menjaga hati. Usia kalian masih labil. Benar, kan, apa yang pernah dibilang om kamu. Hati kamu jalan-jalan," ujar Mora membuat Al semakin bersalah.

"Sebenarnya bukan begitu, Tan, hati dan cinta saya hanya untuk Ily, tidak pernah berubah hanya ...."

"Hanya keblinger?" sahut Mora sebelum Al menyelesaikan kata-katanya. Al terdiam tidak menjawab.

"Tan," panggil Al pelan, sedikit takut ingin bicara.

"Hmmmmm, apa?" tanya Mora berhenti menulis, menatap Al.

"Kemarin Al dapat surat pemberitahuan, yang berisi kalau Ily minta cerai. Al tidak mau, Tan, sampai itu terjadi. Al masih mencintai Ily dan anak yang dikandung Ily juga butuh ayah," ujar Al serius dan hati-hati dalam menyampaikannya.

"Ayah seperti kamu maksudnya?"

"Maksud, Tante?"

"Ayah yang tidak bertanggung jawab dan ayah yang selalu menyakiti istri? Iya, seperti itu kamu membangenggakan dirimu?" jawab Mora tersenyum remeh kepada Al.

"Tapi, itu semua bukan mau Al, Tan, itu Al lakukan untuk menjaga hati Ily dan keutuhan rumah tangga kami," jelas Al agar Mora dapat memahaminya.

"Tapi Tante sudah tidak percaya lagi denganmu."

"Tolong, Tante, maafkan kesalahan saya, saya cuma mau Ily kembali. Bantu saya mencari Ily," mohon Al tulus dan sungguh-sungguh.

"Apa yang dapat kamu pertaruhkan jika aku menemukan Ily dan jika sampai aku tahu kamu menyakitinya lagi?" gertak Mora membuat Al ngeri. Pasalnya baru kali ini Mora semarah itu dan hingga menggertaknya.

PERNIKAHAN DINI (KOMPLIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang