BAB 1

205 12 2
                                    

Iva menutup buku cetak matematika yang sudah dibukanya sejak dua jam lalu dengan gusar. Apa-apaan nih Pak Ratno? Ngasih PR nggak bener banget, bab yang harusnya dipelajari semester depan malah dijadiin PR sekarang. Apa nggak gila tuh namanya? Itu guru emang nggak pernah seneng kalau nggak nyiksa muridnya. Iva mendengus kesal, mencoba mengingat-ingat tanggal berapa besok.
Gawat! Iva buru-buru membuka kembali buku cetak matematika yang sudah disampul rapi dan diberi nama Ivana Alitza di cover-nya. Besok tanggal 15, berarti nomor absen Iva. Kebiasaan Pak Ratno yang sering bikin muridnya ketar-ketir adalah menyuruh siswa yang nomor absennya tepat pada tanggal ia mengajar di kelas untuk maju ke depan dan mengerjakan. Pak Ratno itu galak. Ia nggak segan-segan mengatai muridnya dengan berbagai kalimat jika si murid nggak bisa mengerjakan soal. Parahnya, Iva belum mengerjakan soal-soal itu. Gadis, temannya yang paling pintar matematika di kelas pun ia yakin nggak bisa mengerjakan soal itu, apalagi Iva?
Iva mengambil ponsel yang ia letakkan dengan asal di kasur 2 jam yang lalu. Dengan cepat, ia mengirim pesan pada beberapa teman dekatnya untuk membantunya besok. Iva itu cengeng. Serius. Walaupun jutek, sekali dimarahin guru, pasti dia mewek. Beberapa teman dekat Iva yang seneng sama matematika cuma Delia sama Nata. Itupun mereka senengnya pas-pasan. Ngerti nggak? Ya seneng, tapi gitudeh. Kalau nggak bisa, nyerahnya cepet banget. Malah pernah, mereka yang ngajakin belajar bareng buat ngerjain PR matematika yang dikasih Pak Ratno, eh, mereka duluan yang ngedumel dan ngadat nggak mau ngerjain.
Setelah beberapa menit Iva mengirim pesan pada dua teman dekatnya lewat Line, ponsel Iva berbunyi. Iva buru-buru membuka ponselnya, lalu mendengus. Pasti kan, dua temannya itu kadang-kadang nggak bisa banget buat diandelin. Pasalnya, Delia, yang notabene ranking 2 di kelas malah menjawab

Ardelia Devina : YA ALLAH!
EMANG ADA PR?!?!?!

Ardelia Devina : MAMPUS GUE BELUM BUKA BUKU SAMA SEKALI!

Ardelia Devina : MATI BENERAN GUE MATI!!!!!!!

Ardelia Devina : VA BESOK NYONTEKKKK!!!!!!!! PLIZZZZZZ!!!!!!

Iva semakin berdecak kesal saat Nata, sahabatnya yang lain menjawab chatnya. Jawabannya lebih menjengkelkan dari Delia.

Anastasya Liora : gue udah ngerjain sih Va, tapi...

Anastasya Liora : lo kan tau gue orangnya malesan ya

Anastasya Liora : jadi gue nggak ngelanjutin dehhhhh hehe.

Ivana Alitza : Lo udah sampe nomer berpaa?

Anastasya Liora : 1, hehe. Itupun baru nulis nomer doang

Ivana Alitza : Bangke!

Iva bener-bener pasrah. Lagian soal segini susahnya pasti nggak ada yang ngerjain sih, fix banget. Iva cuma berharap, besok kalau dia beneran mati, jenazahnya langsung ditemukan. Nggak membusuk dulu, apalagi sampai cuma tinggal debu. Ah, bodo amat lah. Kalau dimarahin, ya tinggal dengerin aja. Bodo.

***
Lagu Fix you-nya Cold Play mengalun lembut di telinga Iva lewat Earphone. Ia sekarang duduk di bangkunya sambil membuka buku cetak dan buku tulis matematikanya lebar-lebar. Berharap mendapat hidayah dari yang di atas supaya ia bisa mengerjakan soal itu. Tapi nyatanya, nggak satupun hidayah yang nyamperin Iva. Jadilah Iva malah dengerin lagu Cold Play supaya dia termotivasi.
Cewek itu melirik jam dinding yang menempel di dinding depan kelasnya sambil cemberut. Bel masuk akan berbunyi 15 menit tapi baru satu dari lima soal yang baru Iva kerjakan, itu pun enggak tahu bener apa salah. Ngarang bebas mode on.
Iva menoleh ke belakang, Gadis, si jenius dalam bidang matematika sedang mengerjakan soal itu dengan serius. Iva melangkah mendatangi cewek dengan rambut ekor kuda itu. Diliriknya sebentar buku tulis Gadis sambil bergumam kagum. Buku tulisnya hampir penuh dan Gadis terlihat lancar jaya saat mengerjakan soal itu.
"Dis, lo bisa ngerjain?" Tanya Iva yang menarik bangku di depan Gadis, lalu duduk menghadap cewek itu.
Gadis mendongak sebentar sebelum kembali melanjutkan pekerjaannya, "Iya, Va."
"Susah nggak?"
Gadis mengangkat bahu, "Lumayan," Lalu membenarkan posisi kacamata tebalnya.
"Contekin gue dong. Hari ini tanggal 15 nih. Gue pasti di suruh maju."
Gadis menganguk, "Gampang lah, lo duduk di depan gue aja! Ntar gue kasih pinjem buku."
Iva mengangguk senang, diberesinya barang-barangnya dan menggendong tasnya menuju bangku di depan Gadis. Di sekolahnya, bangkunya memang diset seperti bangku di perkuliahan. Cuma ada satu bangku dan satu kursi aja.

What If...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang