"I love you, Ivana."
Kata-kata -sialan- itu terus membayangi pikiran Iva. Selama hampir dua hari ini, anak itu uring-uringan sendiri di kamar. Malas keluar, malas makan, malas liburan, padahal weekend kan cuma dua hari, dan seharusnya Iva memanfaatkan waktu itu liburan, bukan malah memikirkan kata-kata Azka kapan hari.
Iva kembali menatap ponsel di atas meja belajarnya yang baru saja berbunyi. Ada pesan, dari 'pacarnya'.
Semenjak Azka memutuskan secara sepihak perihal status hubungan mereka, anak itu tidak berhenti untuk mengirimi Iva pesan. Entah mengucapkan selamat, pagi, siang, sore, dan malam, mengingatkan jangan lupa makan, jangan lupa tidur, jangan lupa bangun, dan yang paling absurd, jangan lupa kedip. Tapi Iva terlalu malas untuk membalas pesan-pesan itu. Bikin nggak mood, rasionalisasinya.
"Astagfirulloh gue kesel bangettttt" teriaknya sebal. Seakan semua beban di dunia ini dijatuhkan di atas kepalanya. Lebay emang, ya maklum, Iva kan belum pernah pacaran, sekali pacaran, eh dipaksa. Kan, kesal.
"Woy, kak!" Iva merengut saat Rio, adiknya, tanpa permisi membuka pintu dan masuk ke kamarnya, "gue pinjem laptop dong."
Iva menyipitkan mata tak suka, "kenapa laptop lo?"
"Hehe" Rio cengengesan, "buat main games, sayang kalau harus log out, tar mati. Jadi gue pinjem laptop lo dong, buat nugas."
Iva berdecih pelan, adiknya yang masih duduk di kelas tiga sekolah menengah pertama itu memang menyebalkan.
"Bisa-bisaan lo aja itu mah!"
"Ayo dong kak, jangan pelit elah! Tar gue beliin sari roti deh."
"Gak."
"Pelit bat lu, tiati lu diazab Allah!"
Iva mendelik, "lo nyumpahin gue?! Minggir sana dasar manusia tidak berguna!"
"Udah pelit, galak lagi." Cibir Rio sambil keluar dari kamar Ivana, tanpa menutup pintu.
"RIO TUTUP PINTUNYA!!!"
"BODOAMAT!"
Iva baru saja akan mengejar Rio dan menjambak rambut anak itu ketika ponselnya berbunyi. Ia mendesah pelan. Tanpa melihat siapa yang menelfon, anak itu langsung menekan tombol "yes".
"Halo!" Jutek Iva, hatinya masih dongkol karena kelakuan Rio.
"Galak amat euy, gaksuka gue telfon ya?"
Iva menjauhkan ponsel dari telinganya, sontak terkejut melihat nama si pemanggil. Iya, "pacarnya" yang menelfon. Iva berdehem sebentar, kamudian kembali menempelkan ponsel itu ke telinganya.
"Kenapa, Ka?"
"Kenapa apanya?"
Iva menyerngit, ni bocah ngapa yak? "Lah, lha lo ngapain nelfon gue?"
Iva mendengar Azka terkekeh, "salah kalo gue telfon pacar gue?"
Sumpah demi penguasa bumi dan surga, pipi Iva panas! Sumpah, panas!!!
"Lagian lo dari kemarin di chat nggak pernah dibales, kenapa sih?"
"Gue nontonin fluxcup dari kemarin." boong banget! Dari kemarin kan Iva uring-uringan mikirin Azka. Tengsin sist, masa ngomong terang-terangan?
Azka tertawa pelan, "receh banget lo, tae. Eh, nonton yuk Va."
"Nonton apaan?"
"Dilan. Hehehe."
KAMU SEDANG MEMBACA
What If...
Teen FictionTolong tanyakan pada semesta, tidak bolehkah aku memilikimu?