Who?

11K 271 3
                                    

Happy reading. Semoga suka ❤

_____________________________

Author's.

Ketika awan dan hujan dipersatukan, bulan dan bintang datang bersamaan, air dan udara saling membutuhkan, dan ketika semua yang diciptakan Tuhan selalu berpasangan, bagaimana, dan dengan apa matahari dipasangkan? Akankah terpikir bagaimana matahari menjalani kehidupannya sendirian? Bukankah Tuhan adil menciptakan segala sesuatunya secara berdampingan?

***

"Sholat dulu yuk, Mi.." Ajak Indra.

"Ah males, Ndra."

"Sholat lah, siapa tau ketemu jodoh di masjid. Yuk ah." Indra beranjak dari duduknya.

"Kadang suka bener lo yee, siapa tau ketemu jodoh ye kan abis sholat di masjid." Ujar Fahmi dengan gaya tengilnya beranjak menyusul Indra.

"Iya lah bosen kan lo jomblo?"

"Iya, cariin yang cantik terus seksi, Ndra."

"Mau cari yang begitu jangan di mesjid, Fahmi. Nambah dosa aja lo."

"Hahahaha.. Aduh." Ujar Fahmi yang tiba-tiba merintih kesakitan.

"Kenapa lo?" tanya Indra.

"Duduk dulu, Ndra. Perut gue sakit banget."

Fahmi duduk di depan pelataran masjid, Indra terpaksa mengikutinya. Mengajak orang lain untuk lebih baik memang harus banyak bersabar.

"Nah, aku juga gak tau mesti gimana, Dhe." Ujar seorang perempuan  melewati Fahmi dan Indra dibatas masjid laki-laki dan perempuan.

"Itu anak kelasan kita, kan?" Tanya Indra pada Fahmi.

"Iya.."

"Siapa namanya? Sella, atau Bella?"

"Sella. Huruf S." ucap Fahmi menjelaskan.

"Dia keren ya kalau lagi presentasi dan nanya-nanya ke kelompok lain, Jelas, terus tepat juga."

"Iya, hebat dia."

"Nah! Lo sama dia aja, Mi. Lo kan juga pinter tuh."

"Nggak ah, Ndra." Ujar Fahmi lemas.

"Kenapa? Ah, lo mah cari yang cantik-cantik terus seksi sih. Gak semua yang cantik itu membuat hati tenang, bro."

"Nggak gitu, Ndra." Fahmi menyandarkan tubuhnya sambil meluruskan kakinya yang tertekuk.

"Terus kenapa? Coba lihat di masjid ini, jarang banget kan, anak cewek jaman sekarang sholat dulu ke masjid pas udah pulang kuliah. Biasanya pulang, ya pulang aja."

"Nah, apalagi dia rajin ibadahnya, makin minder gue. Gue aja belum bener."

"Makanya diperbaiki dulu sholat lo, cara meluluhkan hati seseorang itu, luluhin dulu sang penciptanya. Yuk lah sholat." Indra beranjak dari duduknya. Tak lama Fahmi mengikutinya.

***
Sella's.

Mahasiswa dan mahasiswi sebagian sudah memasuki ruang kelas untuk menerima mata kuliah selanjutnya.
Dua orang perempuan tengah berbincang membicarakan seseorang. Dia Indah dan Rifka, salah satu sahabat Sella.

"Gue kesel sama Fahmi, songong banget dia ngatain gue mulu." Ujar Indah tak terima dengan sikap Fahmi.

"Ya lo sih, mulai duluan, udah tau dia begitu." Sahut Rifka.

"Ya kan gue bercanda, Ka. Eh dia malah anggap gue suka sama si Agus. Ogah amat."

Rifka tertawa menanggapi keluhan sahabatnya.

Satu persatu mahasiswi masuk ke dalam kelas. Tak lama kemudian, dua orang laki-laki mengikuti di belakang mahasiswa yang lain. Yang pertama berperawakan tinggi sedang menggunakan pakaian kemeja garis-garis dengan celana bahan dan membawa tas samping bak dosen. Laki-laki tersebut pun menjadi pusat perhatian Sella yang tak sengaja dilihatnya.

"Deva, liat deh yang cowok itu, dia nggak kelihatan mahasiswa ya kalau lagi pake pakaian formal gitu, lebih cocok jadi orang kantoran. Dewasa gimana gitu, pembawaannya." Ujar Sella pada Deva yang duduk disebelah Sella. Deva ikut memperhatikan laki-laki yang ditunjuk Sella.

"Siapa? Riza? Iya." Jawab Deva datar. Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan saat Sella memuji Riza.

"Oh, namanya Riza?" Tanya Sella penasaran.

Deva memperhatikan mata Sella yang mengikuti gerak Riza sampai ia duduk di kursi belakang.

"Kenapa? Lo suka ya, Sel?" Tanya Deva memastikan.

"Nggak lah. Maksud gue, dia mendingan aja gitu, lebih dewasa. Nah, daripada itu tuh," Tunjuk Sella pada Fahmi. "Udah tinggi, gede, tapi langkah jalannya masih kayak anak kecil."

"Hahaha.. Iya ya. Kirain lo suka sama Riza. Riza emang dewasa keliatannya." Balas Deva. Sella ikut mengangguk dan tersenyum.

"Tapi gue juga terkesan dewasa kan, Sel?" Tanya Deva percaya diri.

"Lo sih masternya. Cewek-cewek disini tuh histeris banget sama lo, Dev. Udah pinter, ganteng juga." Balas Sella dengan jujur membuat Deva tersenyum senang.

"Ah, lo Sel. Bisa aja bikin gue malu."

Sella tertawa.

***

"Sella, mana proposal yang disuruh buat kemarin?" Tanya senior BEM padaku.

"Saya lupa membuatnya, Kak. Yaudah gak apa-apa kalau saya nggak diterima di BEM, saya izin keluar aja, lagi pula saya sedang sakit." Ujarku sambil berencana berdiri.

"Kamu sakit? Oh yaudah kalau begitu, kamu boleh pulang." Balas senior.

Sejak memutuskan untuk beranjak dari tempat duduk, ayunan langkah kaki ku terasa berat untuk melangkah keluar dari sebuah ruangan yang berisi calon anggota Badan Eksekutif Mahasiswa periode baru di kampus.

Sebenarnya, aku pun tak mengerti mengapa aku bisa datang di acara penerimaan anggota BEM, padahal aku tak tertarik sama sekali untuk mengikuti acara tersebut.

Namun dengan kebijaksanaan senior, aku diizinkan untuk meninggalkan acara tersebut.

Perlahan, dengan gontaian langkah yang semakin berat, ditambah dengan ketidaksehatan tubuh ini, aku jatuh pingsan.

"Sella..Sella.." Panggil orang-orang yang segera berdiri.

Sayup-sayup terdengar, semua orang panik lalu menghampiriku, yang aku tahu dua orang temanku membawaku ke ruangan dimana ada sebuah tempat tidur yang tempatnya menghadap datangnya arah matahari melalui pintu, dan dua buah kursi di sisi pojok, mungkin semacam ruang UKS. Entahlah.

Kondisiku memang tidak sepenuhnya sadar, tapi aku sedikit mengetahui apa yang terjadi saat aku pingsan.

Setelah merebahkanku ditempat tidur, dua orang teman itu duduk di sisi pojok sambil mengipas-ngipas tubuhnya yang kegerahan membawaku. Salah satu dari mereka mengeluhkan bahwa tubuhku katanya berat. Yang lain pun tertawa.

Aku tak memperhatikan kedua temanku itu. Aku sangat tak bersemangat membalas guyonannya.

Ku posisikan tubuh menghadap ke arah pintu, karena tubuhku rasanya lebih nyaman menghadap ke sebelah kiri.

Silaunya cahaya matahari yang masuk melalui pintu, seketika tertutup bayangan sosok laki-laki yang datang tepat didepanku. Aku tak dapat mengenali wajahnya karena teriknya silauan matahari membelakangi sosok yang kini mulai mendekat ke arahku.

Perlahan tapi pasti, laki-laki bertubuh tinggi itu menghampiriku.

"Siapa dia?" Ujarku tak mengenalnya.

***

Tbc.

Sun's Romance (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang