20.01.2016
Ya Ampuuuuun hari ini si bos bisa ketemu Joe Taslim yang tamvan itu. Iriiiii :(
Acara launching product baru sisa mecin di dasar bungkus kaya kita mah enggak diajak.
Ga bisa foto sama Bang Joe deh ㅜ.ㅜ
Tapi gara2 enggak ada bos saya bisa ngetik buat update nih wkwkwkHappy Reading~
☆☆☆
Selesai makan Ellina kembali menatapku dengan badan sedikit condong. Matanya berkilat penuh rasa ingin tahu dan penasaran. Kuraih segelas es jeruk yang hanya tersisa setengahnya lalu meneguknya habis tak bersisa kecuali segumpalan kecil batu es dan gula pasir. Ellina masih diam hanya menatapku dengan mata besar indah miliknya. Kurasakan jantungku jadi berdegup lebih cepat, mungkin aku minum terlalu terburu-buru.
Kuhilangkan rasa tidak nyaman dengan berpura-pura batuk. Tatapan Ellina memang membuat aku jadi tidak nyaman meskipun aku menyukai binar matanya. Perasaan yang timbul dan kecepatan jantung yang tidak normal membuat aku tidak menyukai ketidak nyamanan ini. Bagiku ini sudah memasuki zona merah.
"Bisakah kamu berhenti menatapku seperti itu El."
"Eh?" Dia langsung menjauhkan dirinya dengan kikuk lalu memainkan jemarinya diatas meja. "Habis kamu lama banget sih. Aku udah enggak sabar mau lanjutin tebak-tebakan kita."
Kutarik sebuah senyuman samar. "Ada yang perlu aku lurusin El. Permintaan kamu jika menang dan ingin dibawa ketempat kerja aku, itu enggak akan mungkin terjadi. Tempat kerja aku penuh bahaya."
"Bahaya? Kamu tuh secret agent yang lagi diutus di peperangan memangnya?" Dia memiringkan bibirnya di akhir kalimat, mungkin dia kecewa atas ucapanku yang menolak ajuan hadiah kemenangannya.
"Emang aku cocok jadi Bond?" Kubentuk jari telunjuk dan ibujari membetuk tanda centang di bawah dagu. Ellina langsung terkikik geli. Terus saja bertingkah konyol Raf.
"Kamu tuh bisa serius enggak sih Raf?" Dia mendengus dengan sisa tawanya.
"Justru aku serius bilang kalau kamu enggak bisa ke tempat kerja aku karena bahaya."
Ellina terdiam sejenak. Dia manarik napas dengan dahi berkerut. Wajah seriusnya yang sedang berpikir memang terlihat lucu. Aku jadi tidak tega mempermainkannya terus-terusan begini.
"Tapi kamu berhasil menebak satu hal tentang aku El." Lanjutku kemudian, membuat Ellina menatapku dengan senang sekaligus terkejut.
"Oh ya? Bagian yang mana?" Dia menopang dagunya dengan kedua belah tangannya.
Kurapihkan kerah kemejaku dengan gaya sok-sok keren seperti di film. Ellina mengeram gemas. Aku tertawa terbahak-bahak melihat setiap ekspresinya yang sering berubah dan begitu banyak.
"Rafif!" Ellina melipat kedua tangannya di depan dada, mata indahnya berubah menjadi delikan yang terlihat kejam.
"Oke ... oke ... jangan jadi suketi gitu dong. Matamu itu besar dan nyeremin kalau lagi kaya gitu." Aku menyesal dengan ucapanku karena Ellina justru semakin memperbesar matanya dengan cara seperti tokoh antagonis di sinetron. Oh Tuhan! Ellina memang luar biasa. Aku terjebak pada posisi antara takut dan mau tertawa kencang sekarang.
"Fine ... aku jelasin." aku menarik napas dalam dan meredakan tawaku. "Kamu benar kalau aku seorang engineer."
"Tuh kan!" Dia langsung mengepalkan tangan kanannya dan menghentakannya penuh kemenangan. "Aku yakin banget kamu emang engineer sejak kamu ngejelasin cara kerja mesin pesawat itu. Ya meskipun di akhiri dengan magic yang menyebalkan."
Kami tertawa mengingat kembali kejadian itu. Perjalanan Surabaya - Jakarta yang tidak terlupakan.
"Tapi kenapa kamu bisa yakin El? Kamu enggak tahu kalau penjelasan aku bener atau bohongan kan?" Aku juga penasaran bagaimana cara dia menarik kesimpulan dan menemukan jawabannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/57575521-288-k271725.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey (not the destination)
Short StoryHe loved her and She loved him But It wasn't simple. ~|~ This story about the journey but the journey not the destination ~|~ Pertemuan dua orang asing yang akhirnya tidak dapat dilupakan Copyright© December 2015. Echan - Dii