17.02.2016
Adakah yang ikutan ngiler mau main ke Dufan?
Happy Reading!
☆☆☆
Ellina melepaskan ikatan rambutnya lalu mengurai rambutnya dengan jari-jarinya yang memucat. Ia sudah sangat basah kuyup sekarang. Sedari Awal aku sudah yakin dia akan bernasib seperti ini. Sejak dia memilih posisi yang salah. Seharusnya dia tahu bahwa bercak air di kursi yang dia pilih adalah sebagai tanda bahwa tempat itu tempat paling mematikan. Ia tidak akan bisa menghindar dari air terjun mini di wahana arum jeram itu. Tadinya aku ingin memberitahukannya agar ia memilih tempat lain. Tapi kurasa lebih baik aku membiarkannya. Toh bermain air adalah keinginannya sendiri kan? Dimana-mana ya kalau mau main air pasti beresiko basah. Dia mengibaskan kaus yang dikenakannya. Aku memang kasihan melihat keadaannya sekarang tapi rasa geli yang mengelitik perutku membuat aku tidak mampu menahan diri untuk terus tertawa.
"Berhenti tertawa Raf! Rasanya kamu senang sekali melihatku basah kuyup."
"Bukannya kamu yang emang mau basah-basahan? Aku cuma mengabulkan keinginan kamu El. Dan ... aku juga basah. Kamu curang!" Kutunjukan beberapa jentik air di polo shirt-ku yang tidak seberapa dan sudah mulai mengering.
"Kamu tuh yang curang, lihat dirimu! Kamu bahkan cuma basah karena cipratan air dari aku tadi. Mengesalkan!"
"Kamu yang salah ambil posisi El. I have a good choice. Jangan salahkan aku."
"Sombong sekali kamu. Duduk dulu sebentar di situ ya Raf." Ellina berjalan dengan sibuk mengelap wajah, rambut dan lengannya yang basah.
Beberapa saat aku hanya melihat tingkahnya, sembari berpikir bahwa dia bisa menghabiskan banyak pohon di hutan untuk tisu yang digunakannya sekarang.
"Mau sampai kapan keringnya coba dilap pakai tisu begitu?" Kuambil handuk kecil yang sudah kupersiapkan dari rumah. Menarik kepalanya lalu mengosokan handuk ke rambutnya.
"Dan kamu bisa masuk angin kalau enggak cepat mengeringkannya." Melihat wajahnya yang menjadi semakin lucu dalam gengamanku yang sibuk mengeringkan rambutnya, aku jadi tertawa lagi.
Berbeda dengan sebelumnya dimana dia selalu marah jika aku tertawai, sekarang dia malah menatapku dengan mulut sedikit terbuka. Bibirnya yang merah muda membuat aku menahan napas sejenak lalu menelan ludah. Rasa-rasanya aku jadi tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan diriku jika terus menatapnya dalam keadaan begini. Ellina yang tadinya tampak kekanak-kanakan dengan penampilannya tadi, kini bertransformasi menjadi wanita sexy. Jika kau pria, kau pasti mengerti apa maksudku. Melihat wanita dengan rambut setengah basah dengan bibir merona yang sedikit terbuka tengah memandangi dirimu.
Mana tahan coba?
"Ehm ... biar aku sendiri aja yang mengeringkannya Raf." Aku melepaskan dirinya dengan cepat, menyadari bahwa tidak seharusnya aku memikirkan yang iya-iya.
Aku menggaruk tengkukku yang jelas tidak gatal. Lalu aku menyuruhnya untuk berganti pakaian secepatnya. Semua kulakukan hanya untuk mengusir dirinya, pikiran dan perasaan yang timbul karenanya. Begitu Ellina pergi menuju toilet, aku menghela nafas panjang. Kutekuk tubuhku, menopang wajahku dalam kedua belah tangan yang berpangku pada paha. Aku harus menenangkan diri dari efek yang ditimbulkan Ellina. Kutarik beberapa kali nafas dalam, lalu menghembuskannya.
Aku rasa Ellina lebih menyeramkan daripada permainan ektrem apapun di Dufan. Adrenalin yang timbul tiap kali melihat dan menyentuhnya membuat aku ingin merobek pagar pembatas yang kubuat. Persetan dengan semua aturan. Aku rasa aku tidak bisa menahannya. Terlepas dari apakah ini salah atau benar. Aku hanya ingin bersamanya, jika bisa selamanya. Berpuluh-puluh tahun aku hidup baru sekali ini aku merasa bahwa ternyata dosa itu begitu manis. Parahnya, meski ada rasa sesal namun aku menyukainya. Andai saja aku dan Ellina bertemu lebih cepat dan di waktu yang tepat. Dan bukan sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Journey (not the destination)
Short StoryHe loved her and She loved him But It wasn't simple. ~|~ This story about the journey but the journey not the destination ~|~ Pertemuan dua orang asing yang akhirnya tidak dapat dilupakan Copyright© December 2015. Echan - Dii