The Journey - 9

1.9K 202 37
                                    

20.02.2016

Laper-laper ngetik ini. Dari laper jadi baper!
Muahahaha

Happy reading~





☆☆☆

"Aku bisa pulang sendiri Raf. Kenapa sih kamu hobi banget maksa." Ellina masih saja protes meskipun ia sudah duduk bersandar disebelahku.

"Kenapa sih kamu selalu menolak kalau mau diantar? Kamu kan enggak perlu cape-cape bergelut dengan penumpang busway lainnya. Kamu cukup diam duduk manis disitu." Aku meliriknya yang sedang asik mengecek ponsel miliknya. Aku baru ingat bahwa aku juga belum mengecek ponsel milikku. Ah siapa juga yang akan mencariku.

Ellina kembali menyimpan ponselnya ke dalam tas miliknya. "Aku cuma enggak mau ngerepotin kamu Raf."

"Aku sama sekali enggak merasa direpotin. Sesekali kamu harus menikmati hidup tanpa banyak mikir El. Enggak bosen apa serius mulu? Pasti karena belum ada yang seriusin ya?" Aku mengerling kearahnya.

"Yeee ... jleb banget omongan kamu ya Raf!" Ellina memutar bola matanya malas. "Kamu juga usil gitu. Apa bisa serius?" Dia membalas ledekanku. Aku cuma senyum-senyum. Miris sebenarnya. Bener juga, ternyata jleb rasanya.

Aku mau serius El. Mau banget tapi entah seperti ada yang mengganjal sehingga aku ragu sama pilihan yang ada. Andai itu kamu, apa aku akan seragu ini?

Aku meliriknya lagi yang kembali mengecek ponselnya lalu dia mendesah lelah. Ada yang tidak beres sepertinya atau membuatnya kecewa.

"Orang usil bukan berarti enggak bisa serius El."

"Ya bagus deh kalau gitu. Inget umur loh Raf! Eh ..., " Ellina melirik juga ke arahku "memang kamu umurnya berapa sih?"

Oh iya kalau diingat-ingat kami sama-sama tidak tahu data diri masing-masing sampai sejauh itu. Aku juga penasaran umur berapa sebenarnya dia.

"Mau dua puluh tujuh tahun. Kalau kamu ingin kasih kado, nanti aku kasih tau tanggalnya." Ellina tergelak dalam tawanya yang sudah kuhafal. Aku sudah mulai terbiasa dengan semua ekspresi yang dia tunjukan. Bagaimana tidak? She is special.

"Dih! Pede banget kamu ya." Ellina menunjuk diriku dengan ujung jari telunjuknya. "Berarti kamu lebih tua setahun dari aku ya." Dia manggut-manggut sendiri.

Aku tersenyum senang. Dia terlihat jauh lebih muda dari usianya. Apa lagi dengan gaya berbusananya hari ini. Seperti anak remaja.

"Harusnya panggil aku 'Mas' biar lebih sopan El."

"Itu sih modus!" Aku dan Ellina sama-sama tertawa. Aku sih niatnya ngomong gitu cuma buat bercandaan aja biar dia enggak murung lagi tiap liat layar ponselnya. Tapi mungkin akan sangat menyenangkan jika dia benar-benar memanggil ku 'Mas'.

"Emang salah ya kalau modus?" Tanyaku dengan bodohnya, yang langsung aku sesali. So stupid Raf.

Jelas salah lah. Kamu punya Shakila dan sepertinya Ellina juga punya kekasih. Ingat pria yang memeluknya di bandara dulu? Jangan pura-pura lupa atau tidak tahu Raf. Sejauh apapun kamu mengingkarinya, kenyataan itu enggak akan berubah. Kamu dan Ellina enggak bisa bersama.

Bersama? Iya ... kamu memang ingin bersamanya terus kan? Ngaku!

Aku jadi diam, sibuk berdialog dengan diriku sendiri. Memikirkan Ellina meski dia berada di dekatku.

"Ehm ... aku lapar nih Raf. Kita makan dulu yuk."

Aku mengangguk sekali. "Boleh El. Mau makan apa?"

Sepertinya Ellina mulai tidak nyaman dengan ocehan tidak berguna yang terus saja kulontarkan. Lagi pula sejak kapan aku jadi hobi bicara begini. Ada rasa yang selalu membuatku ingin terus berbincang dengannya. Rasa sialan yang kini membuat aku terperangkap dengan rasa sesal telah bertindak gegabah.

The Journey (not the destination)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang