2. Broken

67 7 0
                                    

Sorry for any typo.

Enjoy!

*****

"Siapa dia? Siapa wanita yang meneleponmu tadi? Dasar brengsek!"

Oh astaga, aku yang baru saja memejamkan mata selama sejam dan harus kembali terbangun karena mendengar teriakan dari Emily. Belum lagi suara gumprangan piring yang dilempar atau panci dan segala macam perabotan rumah yang lainnya.

Tanpa perlu dicari tahu aku sudah bisa menebak alasan apa di balik perdebatan antara si Emily dan Brandon. Paling ini karena Emily menangkap basah Brandon yang selingkuh di belakangnya. Astaga, alasan basi. Selalu saja begitu. Ini sudah kesekian kalinya mereka berdua bertengkar karena wanita lain. Lagian, aku tak mengerti dengan jalan pikiran Emily. Sudah jelas-jelas pacarnya itu tukang selingkuh tapi masih saja dia memeliharanya hingga kini. Cinta mati sepertinya dia.

"Pergi kau brengsek! Jangan muncul di hadapan ku lagi"

Dengan bantal yang ku punya, aku menutupi telinga ku agar tidak dapat mendengar teriakan-teriakan yang tak berguna itu.

"Hey jarang mendorongku, bitch. Aku bisa keluar sendiri"

Ya Tuhan. Benar-benar sebuah pagi yang indah untuk hari ini. Dan sekarang, aku jadi tidak bisa memejamkan mataku lagi. Rasa kantukku sudah menguap entah kemana.

Brak!

Terdengar gebrakan keras dari pintu di luar. Pasti Emily juga ikutan pergi dengan emosinya yang sedang terbakar itu. Baiklah, dari pada aku terus mendekam di dalam sini, lebih baik aku juga pergi saja.

Segera aku menarik jaket hoodie hitam ku yang tergantung, dan mengenakannya sampai menutup ke bagian kepala. Setelah mengenakan sneakers ku yang mulai lusuh, baru lah aku keluar dari nerakanya Emily ini.

Aku pun melangkah kan kakiku menuju ke sebuah mini mart. Setelah sampai di sana, aku segera masuk ke dalam, mengarahkan kakiku ke rak-rak makanan ringan.

Aku tak banyak melihat-lihat dan hanya mengambil apa yang memang aku suka. Dua kantong snack dengan merek yang berbeda pun masuk ke dalam gendonganku. Setelahnya aku beralih ke section minuman dan mengambil dua kaleng soda.

Sepertinya belanjaanku pagi ini sudah cukup. Aku tak ingin apa yang aku beli justru membuat perutku jadi membuncit.

Aku pun membawa semua hasil belanjaku ke depan meja kasir. Dan sialnya, aku justru mendapati kasirku adalah seorang laki-laki brengsek. Dari mana aku tahu? Itu terlihat jelas dari caranya menatapku sejak awal aku berdiri di hadapannya. Bahkan ia tak segan-segan mengedipkan matanya. Oh sial, ingin rasanya aku bawa jari telunjukku untuk menusuk mata genitnya itu.

"Hanya segini?" Tanya pria itu masih menatapku dengan tatapan yang sama.

Segera ku mengangguk. "Ya. Berapa semua?" Aku yakin suaraku sudah terdengar begitu dingin. Dan aku juga sudah berusaha terlihat jutek.

"Semuanya free. Asal kau mau jalan denganku malam ini." Mendengar ucapannya, aku segera mengangkat wajah dan mematikan arah pandangan matanya. Seperti dugaanku, pria ini benar-benar brengsek.

"No. Never."

Pria itu justru tertawa begitu aku mengutarakan penolakan padanya dengan tegas.

"Ayolah, aku tahu di dalam hatimu kau juga ingin. Aku akan memberikan mu apa saja yang kau mau, cantik" ucapnya lagi sambil memberikan kedipan.

Di bawah sana, aku sedang menguatkan kepalan tanganku agar tak aku angkat untuk memukul wajah brengseknya.

The Last SerenadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang