This chapter kinda short--very very short.
Enjoy!
*****
Sambil berjalan terseok-seok karena rasa sakit yang ku rasakan tiap melangkah, aku melewati jalanan gelap ini. Air mataku tak berhentinya mengalir sejak tadi aku melangkah keluar dari rumah Emily.
Aku memutuskan kembali kabur--untuk kesekian kalinya, dan aku harap kali ini akan berhasil. Aku sungguh sudah tidak ingin tinggal di neraka itu lagi. Apa lagi setelah apa yang Brandon lakukan padaku tadi.
Pria brengsek itu.
Pria bajingan yang tidak tahu diri.
Pria jahat tak punya hati.
Aku bersumpah akan membunuhnya suatu saat nanti.
Perlahan langkah kakiku mulai tak stabil.
Rasanya otot kakiku tak lagi berdaya menopang tubuhku ini.
Aku pun berhenti di tepi jalan dan menyenderkan tubuhku ke dinding yang terasa dingin.
Aku memejamkan mataku, merasakan tiap tetes air mata yang jatuh melewati kedua pipiku.
Aku mengigit bibirku cukup keras hingga terasa ada darah yang keluar disana.
Tiap scene kejadian menyeramkan yang menimpa diriku tadi, muncul bergantian dalam ingatan. Sekuat tenaga aku coba menahannya agar tak lagi melintas tapi tetap tak bisa.
Aku marah.
Kesal.
Sedih.
Bahkan benci pada diriku sendiri.
Aku memukul-mukul kepalaku sendiri dan juga badanku yang terasa kotor ini. Rasanya, seperti ingin menghancurkan tiap bagian tubuh hingga tiada lagi jejak yang ditinggalkan lelaki brengsek itu.
Tapi semakin aku melakukannya, semakin aku merasa bodoh.
Ini percuma.
Bagaimana pun aku sudah tidak lagi suci.
Aku...
Hancur.
Sekelibat pikiran gelap pun melintas dalam pikiran ku.
Ide buruk yang mungkin jadi satu-satunya jalan keluar untuk ini.
Aku pun mengangkat kepalaku, menoleh ke kanan dan ke kiri.
Dari kejauhan aku melihat sorot lampu berwarna kuning yang menandakan akan ada mobil yang melintas.
Sekuat tenaga ku coba berdiri.
Berjalan pelan-pelan mendekati jalanan.
Dan tepat saat mobil itu sudah dalam jarak yang amat dekat, aku pun berdiri di depannya, menahan laju perjalannya.
Aku ingin mobil itu menabrakku.
Suara klakson mobil pun terdengar amat kencang hingga rasanya gendang telingaku akan pecah.
Tapi aku tetap tak bergerak.
Aku tetap berdiri di sana.
Hingga aku merasa ada sesuatu yang menghamtam bagian tubuhku dan membuatku terhuyung ke belakang.
Benturan pun terasa di kepalaku.
Pandangan mataku juga mulai samar.
Tapi aku masih bisa mendengar ada sayup-sayup suara langkah kaki yang mendekat ke posisiku ini.
Namun, tak lama semuanya menggelap. Dan, saat itu aku pun berharap, agar tak lagi terbangun.
Aku ingin mati.
*****
Tbc.
Please kindly vomments. Thankyou:)
-a.m-
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Serenade
Fanfiction"She was drowning but nobody saw her struggle" "He was breaking but nobody saw his sadness"