-Alex Pov-
Aku terduduk dimeja kerjaku. Beberapa lembaran kertas yang tergeletak secara acak dihadapanku sengaja kuabaikan begitu saja. Semua tugas ini terlalu berat untukku tanpa adanya Roy disisiku. Aku bahkan tidak tahu caranya dan bagaimana menjadi seorang hakim Istana. Ditambah lagi, aku tidak tahu cara mengendalikan penjara maut di Menara Enam untuk mencegah para tahanan kabur. Seluk beluk Menara Enam semua adalah rancangan Roy, bagaimana aku bisa memahami tempat itu sementara aku sendiri juga sering terjebak di sana saat memasukinya?
Sejak Roy Longum Somnum, kedudukan pendamping raja sekarang sedang terjadi kekosongan. Ini gawat untukku! Mungkin ayah akan mempercepat pernikahanku dengan Syaira untuk menduduki posisi ratu. Aku harus cepat-cepat mencari pengganti Roy. Tapi siapa?
"Siapa?" teriakku setelah terdengar pintu diketuk.
"Saya yang mulia," sahutnya dari balik pintu. Itu—Dravos, pelayan setia ayah yang kini menjadi pelayanku.
"Masuklah!"
Tak lama pintu terbuka dan seseorang dengan perawakan kekar masuk, ia langsung menunduk memberi hormat padaku.
"Ada apa?"
"Sebentar lagi pengadilan untuk pelaku penyerangan akan segera dimulai, yang mulia. Kami sangat mengharapkan keputusan dari anda."
"Ah ya, baiklah. Aku akan segera ke ruang pengadilan sepatnya."
"Kami semua menantimu, yang mulia. Permisi," pamit Dravos sebelum menunduk lagi dan berlalu pergi.
Aku membuka tumpukan buku Roy tentang teori hukum dengan tergesa-gesa untuk melihat hukuman apa saja yang pantas diberikan untuk si pelaku. Disini tertulis beberapa bab dan satu bab memiliki beberapa sub bab. Aku terus membolak-balikan buku yang sedang kujamah dari awal sampai akhir tapi aku tidak bisa memahaminya jika membaca dengan terburu-buru seperti ini. Aku mulai merasa lelah dan frustasi.
Tapi disela-sela kegelisahanku, aku tidak sengaja melihat sepucuk surat yang selama ini kuselipkan di bukuku. Surat dari Roy. Aku meraihnya dan membacanya sekali lagi. Aku sedikit mendapat pencerahan dari surat Roy setelah membacanya.
"Baiklah. Waktunya untuk membuat keputusan," gumamku tersenyum.
Aku melangkah menelusuri lorong menuju ruang pengadilan. Semua sudah berkumpul termasuk ayah dan ibu dan juga—Syaira. Kulihat Syaira tersenyum padaku dan menganggukan kepala perlahan.
"Bawa pelaku untuk menghadapku!" titahku setelah duduk di kursi Hakim. Biasanya Roy lah yang duduk dikursi ini, bahkan aroma tubuhnya masih bisa kucium dari kursi ini.
Tak lama seorang gadis muncul dengan tangan terikat di dampingi oleh dua pengawal. Ya, gadis itu bernama Lyra. Tatapannya begitu hampa tanpa ekspresi sedikitpun. Matanya mulai bersinar saat melihatku tersenyum padanya. Ia menatapku lekat dan penuh harap. Sejenak seisi ruangan begitu hening dan mencekam. Jujur, aku tidak suka dengan suasana menegangkan seperti ini.
"Lyra. Kau tahu apa kesalahanmu?" tanyaku setelah ia berdiri sempurna tak jauh di depanku. Paling tidak untuk sebagai formalitas saja meskipun aku tahu jawabannya.
"Saya mengaku salah karena menyerang anda dan menghancurkan acara pernikahan anda, yang mulia. Saya hanya menjalankan perintah saja," jawabnya tegar.
"Siapa yang sudah memintamu untuk melakukannya?"
"Yang mulia Roy."
Kupandangi seisi ruangan dan kulihat para tamu pengadilan menunjukkan ekspresi bertanya-tanya dan penuh keheranan termasuk ayah dan ibu.
"Apa tujuan yang mulia Roy sehingga memintamu untuk melakukannya?"
"Yang mulia Roy hanya ingin pernikahan anda gagal, hanya itu yang saya tahu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loizh II : Arey
Fantasy"Aku merasa pernah jatuh cinta tapi dengan siapa aku jatuh cinta ?". -Karin. Karin, seorang gadis yang ingatannya dihapus oleh seorang Malaikat karena hubungan cinta terlarangnya, membuat hidupnya penuh dengan tanda tanya tentang perasaanya. Ganjala...