Part 14

12.9K 1.2K 77
                                    

-Karin Pov-

Kupejamkan mata sementara tubuhku sudah terbenam oleh air. Pikiranku melayang dalam kegelapan. Aku mulai menggali ingatanku perlahan yang selama ini membuatku hampir menyerah. Bukan, bahkan aku sudah putus asa dengan semuanya. Tapi—entah kenapa aku justru teringat Arey.

Dua hari ini aku selalu menemuinya dan kudapati ia selalu sendirian di ruangan. Ternyata dia hanya sebatang kara. Ia tidak mau menceritakan apapun tentang keluarganya terutama orang tuanya. Yap, hampir sama sepertiku. Tapi bedanya, aku memilih sendiri karena aku tidak tahan oleh sikap kedua orang tuaku yang selalu bertengkar karena urusannya masing-masing. Tapi—yang kulihat dari Arey berbeda, meskipun ia hidup sebatang kara, aku bisa melihat binar bahagia di matanya.

'Sendiri membuatku merasa bebas dan ringan. Aku lebih suka jika tidak ada yang mengenalku' begitulah ia dengan bangganya mengucapkan suatu hal yang menurutku—tidak wajar sebagai Manusia. Padahal, setiap orang pasti ingin dikenal semua orang bahkan mendambakan sebuah ketenaran. Semua itu membuatku penasaran dengan kehidupannya.

'Karin Reyneer, aku senang bisa mengenalmu.' Kalimat itu masih terngiang, membuatku merona malu sekaligus merasa bersalah.

Reyneer. Aku tidak tahu kenapa aku menggunakan nama itu. Saat aku mengenalkan namaku padanya, aku merasa seperti ada yang pernah memanggilku 'Karin Reyneer' tapi—apakah orang itu benar-benar memanggilku seperti itu? Bodoh sekali.

Arey benar, sendiri memang membuatku bebas—sekaligus menenangkan. Yahh, inilah hasil dari kesendirianku. Membuatku menjadi makhluk individual dan apatis tapi—meskipun begitu, kadang aku juga membutuhkan seorang teman. Tidak seperti Arey yang ternyata—tidak mengenal siapapun selama ini. Itu membuatku terkejut sekaligus—kecewa yang mencengangkan. Jika seperti itu, selama ini dia tinggal dimana? Siapa yang selalu bersamanya? Tidak mungkin jika ia sendirian tanpa bantuan seorangpun. Kira-kira seperti apa orang tuanya?

Pikiran-pikiran itu membuatku ingin menyembulkan kepala dari dalam air. Jika aku menemuinya lagi apa aku akan dianggap sebagai pengganggu hidupnya?

Aku mulai menjuntaikan kaki kelantai sebelum akhirnya aku membilas rambutku kemudian mandi dengan terburu-buru karena aku ingin segera menemuinya. Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi pada diriku saat ini, tapi yang jelas, aku merasakan sebuah irama yang menyenangkan dalam hatiku sejak awal bertemu dengannya.

Aku meraih handuk dan memakai baju handukku sebelum aku keluar dari kamar mandi lalu beringsut menuju kamar. Kulihat pintu kamarku tertutup dan sayup-sayup kudengar sebuah musik yang akhir akhir ini menjadi favoritku. Tunggu, siapa yang menyetel musik?

Aku membuka kenop pintu perlahan dan kulihat ada seseorang yang terbaring di tempat tidur dengan posisi miring dan berselimut dari ujung kaki hingga ujung kepala. Karena merasa curiga, aku bergegas ke teras belakang untuk mengambil sapu tanpa suara. Tak butuh waktu lama sudah kembali berada di kamar dan sudah dalam posisi siap menyergap.

"Siapa kau?! Beraninya kau tidur dikamarku tanpa izin! Bangun! Cepat bangun dan keluar dari kamarku, sialan!" teriakku sambil memukulnya berkali-kali.

Akhirnya orang itu membuka selimutnya dan dengan sigap, ia menarik pinggangku lalu menekan pergelangan tangaku di tempat tidur.

"Heyy lepaskan aku! Lepaskan!" jeritku meronta.

Aku terus berusaha membebaskan diri dengan menendang lututnya tapi ia malah menjepit pinggangku dan membuat pergerakanku semakin terkunci dibawah tubuhnya.

"Bisakah kau diam?" ucapnya sambil menekan pergelangan tangaku semakin erat.

Suara itu menyadarkanku. Aku diam sejenak sebelum akhirnya aku menyadari siapa pemilik suara itu.

Loizh II : AreyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang