Setelah melaksanakan semua kemauan Yaya, seperti biasa, aku nganter dia pulang. Sesampainya dirumah Yaya, hujan langsung mengguyur jalanan. Terpaksa aku harus neduh dirumahnya. Tidak ada siapa siapa dirumahnya, cuma ada si bibi napkin yang dari tadi jaga rumah. Bibi napkin, begitulah panggilan akrabku dengan orang yang bantu-bantu dirumah Yaya. Karena bibi itu suka bawa bawa lap di pundaknya. Aku anggap lap itu sebagai napkin.
Aku tanya Yaya dimana Ayah dan Ibunya, sudah lama aku gak ketemu."Ayah sama Ibu lagi survei rumah yang di Solo"
"Ohh terus dirumah ini daritadi kosong dong, Ya?"
"Nggak ko, ada bibi yang jaga rumah"
Diantara obrolan kami berdua, bibi napkin datang membawa dua gelas minuman. Dengan logat Jawa nya, bibi napkin itu bilang "diminum dulu teh manis angetnya, dek bro.." Dek bro, itu panggilan akrab si bibi kepadaku, karena aku yang suruh.
Bibi napkin kembali ke dapur dan kami melanjutkan obrolan yang tadi.
"Kapan pulang dari Solo nya?" Aku tanya lagi.
"Udah pulang kok, sekarang masih di Jakarta, mampir dulu kerumah Tante"Waktu aku menyeruput teh manis yang kata bibi napkin hangat dan ternyata panas itu, aku dibuat kaget sama Yaya pas dia bilang;
"Lusa nanti aku pindah ke Solo.. mungkin ini hari terakhir kita ketemu" sekarang aku bisa lihat wajah sedih Yaya. Dan ini pertamakalinya aku lihat Yaya sedih.
Aku ngelamun sebentar dan baru sadar kalau tadi dia bilang "Ayah sama Ibu lagi survei rumah.." sfx: jeng jeng..Tak ada air mata yang menetes dari mataku juga mata Yaya. Tapi aku bisa lihat matanya yang berkaca-kaca seperti menahan air matanya agar tidak menetes.
Hampir lima menit aku dan Yaya saling diam, lalu dia berpindah tempat duduk mendekatiku.
"Maaf aku baru ngasih tau sekarang. Aku gak mau bikin kamu kecewa, aku gak mau bikin kamu sedih karena aku mau pindah ke Solo. Maafin aku.."
Air mata Yaya pun menetes dan dia langsung memelukku. Aku masih diam. Air matanya membasahi pundakku. Aku pun mulai bicara "gak apa-apa, ini bukan salah kamu, Yaya. Gak usah minta maaf.." Aku pun memeluknya erat. Dia terus memelukku sambil bilang "maaf" berkali-kali. Aku lepas pelukannya dan aku suruh dia buat tenang dan minum dulu teh manis yang sudah dingin itu.
"Tenang aja ya, gak usah nangis lagi" kubilang, Yaya cuma menangguk menandakan dia mengerti.
"Ayo senyum lagi, aku belum liat kamu senyum malam ini.." Perlahan, aku bisa melihat senyum tipis di bibirnya.Yaya masih diam menenangkan diri, sedangkan aku diam melajutkan lamunanku yang tadi.
Kami berdua dibuat kaget oleh suara petir yang keras. Kami saling menatap dan tertawa lepas. Kami tertawa karena menertawakan wajah kami berdua saat kaget karena suara petir barusan.
Aku dan Yaya tak henti-hentinya menertawakan wajah kami barusan, aku senang.
Tawa kami pun berhenti saat wajah kami saling berdekatan. Aku bisa merasakan nafasnya. Wajah kami semakin dekat, dan akhirnya kami pun.."Bangun, nak.. Udah hampir siang!"
"Iya, mah.."---
"Udah ceritanya?"
"Ya udah, gitu aja.."
"Ah goblok.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah si "Aku"
Short StoryCerita disini dari berbagai sumber; pengalaman sendiri, pengalaman teman, sampai cerita dari teman si "Aku" yang diceritakan kembali. Maaf kalau tidak ada pesan moralnya, karena dia (si aku) pun gak tau yang dimaksud pesan moral.