Part 1

28 6 0
                                    

" Kalau bukan kakak aku, udah aku tendang kakak dari lantai 50 gedung pencakar langit."

Ujar Alin pada orang yang di seberang sana sambil menyetir. Jalanan kota Jakarta yang macet membuatnya makin kesal. Hari libur yang seharusnya di habiskannya dengan bersantai ria di rumah hancur sudah.

" Memangnya kamu berani? Biar bagaimanapun kakak penerus Hermansyah Group loh. Kalau ngga ada kakak, perusahaan papa ngga akan sesukses ini."

Dengan bangganya, orang di seberang sana berkata. Nada mengejeknya yang khas membuat Alin ingin memuntahkan isi perutnya saat itu juga.

" Sok pede banget kakak jadi orang. Dasar pria belagu!! Playboy cap belalang sembah. Aku sumpahin biar cewek-cewek bar-bar yang kakak dekatin itu cuman mau sama uang kakak doang, trus kakak bakalan di tinggalin. Biar jatuh miskin kakak sekalian!!." Kata Alin kejam.

Orang itu adalah kakaknya. Pria yang sedari tadi membuatnya naik darah. Kakaknya memang sangat berjasa dalam kemajuan perusahaan papanya. Hal itu memang di akui Alin. Kakaknya yang seorang playboy memang sangat handal dalam menarik para infestor asing untuk berinvestasi di perusahaan papanya. Selain sifatnya yang suka berganti-ganti pasangan, kemampuannya dalam dunia bisnis tidak di ragukan. Tidak heran jika kakaknya sering di beritakan di majalah-majalah bisnis sebagai pebisnis muda yang cukup suskses. Darah seorang pebisnis hebat mengalir dalam tubunya.

" Alin sayang, kamu jadi adek rese banget. Kakak sendiri di sumpahin biar miskin, udah gitu di katain playboy cap belalang sembah segala. Udah pokoknya kakak ngga mau tau. Sekarang kamu bawa dokumen itu ke kantor kakak sekarang!."

Nada bicaranya yang bossy terdengar sangat memuakkan. Belum sempat Alin memprotes perkataanya, sambungan telfonnya telah di putus sepihak oleh Aldi.

Tutt..tutt..tutt..

" Kumvpret! Kebiasaan banget nih kak Aldi. Belum juga gue selesai ngomongnya udah di matiin aja." Gerutu Alin.

Aldi Ravero Landes adalah kakak Alin. Aldi dengan segala tipu muslihatnya, mampu membuat siapa saja tunduk akan perintahnya. Tak terkecuali Alin. Kakaknya dengan sangat tidak tau diri menyuruhnya mengantarkan dokumen-dokumen itu ke kantornya.

Setelah menempuh perjalanan selama satu jam lebih yang cukup melelahkan akibat kemacetan, akhirnya Alin tiba di area parkiran kantor Aldi. Dengan berhati-hati, Alin memarkirkan mobilnya, kemudian tergesah-gesah keluar dari mobilnya.

Lalu membawa dokumen-dokumen yang di minta kakaknya menuju kantornya. Saat tiba di lobi kantor, Alin sedikit berlari menuju ke arah lift yang akan segera tertututup. Dengan langkah yang panjang, Alin masuk ke dalam lift tersebut. Lalu menekan angka 23 pada tombol lift.

" Syukur masih sempat." Ujar Alin sesaat setelah berada di dalam lift.

Alin menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar. Tanpa di sadarinya, sepasang mata itu terus memperhatikan Alin dari pantulan bayangannya pada kaca pintu lift. Merasa ada yang mengawasinya, Alin mengedarkan pandangannya ke sekeliling lift tersebut. Matanya menangkap sesosok pria yang tengah berdiri di sampingnya. Tanpa sengaja tatapan mata pria itu bertemu pandang dengan matanya.

Seperti oasis di padang pasir yang gersang mata itu mampu menghipnotis Alin. Tunggu!! Bola mata itu seperti milik seseorang yang di kenalnya. Seketika Alin teringat akan seseorang yang sangat di rindukannya.

Kak Rafa. Ujar batin Alin lirih.

DEG!!
.
.

Entah apa yang di fikirkannya. Jantungnya berdegub dengan sangat kencang. Apa yag telah terjadi? Perasaan aneh apa yang tengan di rasakannya ini? Tidak!! Ini tidak mungkin. Matanya pasti telah salah melihat. Alin seolah sadar dari keterpesonaanya, lalu secepat kilat memalingkan wajahnya dari pria tersebut.

(AALS 2) KaralinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang