Part 4

30 4 4
                                    

Alin duduk termenung di gazebo dekat kolam renang di rumahnya. Bayangan akan masa lalu berkelebat di benaknya. Angin yang berhempus menerpa wajah Alin yang tampak muram itu. Gurat kesedihan masih terpancar di wajahnya.

Kehilangan seseorang itu sangat menyakitkan apalagi saat kita berusaha untuk mengikhlaskan kepergian mereka. Seberapa sering dia mengucapkan kata itu, sekuat apapun usahanya untuk merelakan kepergian Rafa dari hidupnya sangat sulit untuk dilupakan.

" Kamu masih kefikiran nak Rafa terus ya sayang?." Tanya Dira, mama Alin mengusiknya lamunanya.

Mama Dira duduk di samping Alin, tangannya mengusap sayang kepala putrinya. Sebagai seorang ibu yang melahirkannya, mama Dira tau, sejak kematian Rafa, putrinya banyak berubah. Alin tidak seceria dulu lagi. Walau putrinya berusaha menutupi semuanya dari mereka.

" Alin, kamu ngga boleh terus-terusan seperti ini. Ngga baik nak. Mama tau kamu masih sedih, tapi kamu harus ikhlas menerima semuanya sayang. Kita sebagai manusia memang hanya bisa berencana, tapi takdir sudah ada yang mengaturnya sayang."

Mama Dira kembali bersura. Menginggatkan putrinya agar tidak terus-menerus berlarut dalam kubangan masa lalu yang memilukan. Alin menolehkan kepalanya kesamping dan tersenyum ke mamanya. Telingannya seolah sudak kebal mendengar kata 'ikhlas' yang di lontarkan dari orang-orang terdekatnya. Sekeras apapun usahanya untuk melupakan Rafa, semakin membuatnya tersiksa.

Alin kembali termenung. Pandangannya lurus kedepan. Menatap hampa pada bunga-bunga itu.

" Kamu jangan kelamaan duduk di sini. Ya sudah mama masuk dulu ya sayang." Mama Dira berpamitan pada Alin. Alin menatap mamanya yang telah berlalu dengan senyum tipisnya.

Apa aku bisa mengikhlaskan kamu kak? Apa aku bisa menghadapi semua tanpa kamu. Tanya Alin lirih pada diri sendiri.

☆☆☆

" Daddy!!!."

Suara teriakkan yang mengema itu memaksanya menghentikan kegiatanya menatap layar laptop. Adrian mengangkat kepalanya dan menatap putri sematawayangnya itu dengan sayang. Adrian bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri putrinya, mengangkan tubuh putrinya ke atas membuat Ranna tertawa riang. Adrian kemudian menurunkan tubuh Ranna dan memeluknya dengan erat.

" Daddy! Lanna ngga bisa nafas." Protes Ranna dengan suara cadelnya yag khas karna Adrian terlalu erat memeluknya.

" Maafin Dady ya sayang." Ujar Adrian seraya mencium pipi Ranna.

Malika Ranna Evzen adalah buah cinta Elvran dan Nadya, kakak perempuan Adrian yang tewas akibat kecelakaan yang menimpahnya empat tahun yang lalu. Sama seperti kecelakaan yang menimpah kakak laki-lakinya. Kini usia Ranna sudah menginjak 4 tahun.

Gadis kecil itu sudah tampak lancar berbicara meskipun masih sedikit cadel. Kepergian Nadya dan kakak iparnya bagai pisau yang menohok hati keluarga Adrian. Belum genap sebulan kematian kakak perempuannya berserta suaminya, keluarga Adrian harus menerima kabar buruk yang menimpah kakak ketiganya.

Tangis pilu mengantarkan kepergian kakaknya yang tidak wajar itu. Adrian yang saat itu sedang berada di London tengah sibuk mengurus cabang perusahaan papanya di sana sangat terpukul atas kepergian kakak lelakinya. Adrian baru mengetahui kabar duka itu sebulan setelah kepergian kakak ke tiganya itu.

" Ranna sama bunda Arum dulu ya sayang. Kasihan Daddynya kan lagi kerja."

Arum masuk membawa tas dan juga berbagai perlengkapan belajar Ranna. Arum terlihat kerepotan saat membawa semua barang-barang milik Ranna dan meletakkannya di sofa. Sejak kematian Nadya, Arum dan mamanya serta suster Nani yang merawat Ranna.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

(AALS 2) KaralinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang