ORIONA POV
"Cepet dong kak! Udah telat ni!"
Teriakan Lean yang sudah seperti pendemo membuatku yang tengah mengikat tali sepatu segera berdiri tanpa peduli ikatan sepatuku sudah kencang atau tidak. Dan benar saja tidak sampai kaki lima kali melangkah tiba-tiba aku merasa kaki sebelah kiriku ada yang menahan dan..
GUBRAKKKKK!!
"Ya ampun kak Riona!"
Aku merasa dengkul dan juga dahiku panas setelah sukses berselebrasi di atas lantai marmer.
Terdengar langkah cepat Lean menuju kearahku. Lean membantuku berdiri walaupun sepertinya dia kesulitan. Bagaimana tidak, jarak usiaku dan Lean hampir 5 tahun dan Lean sangat kurus.
Lean berhasil membantuku menuju sofa di ruang tengah. Luar biasa.
"Telattttt ? Ya ampun Lean!, ini masih kurang 25 menit sebelum bel sekolah kamu bunyi. Kakak jadi jatuh kayak gini gara-gara kamu."
Aku melihat jam dinding di belakang Lean yang jelas-jelas masih menunjukkan angka 06.20. Rasanya ingin aku jewer telinga Lean sampai merah. Eh ngak, ungu sekalian. Eh ngak, sampe copotttt.
"Iya maaf maaf. Tapi masalah kakak jatuh itu bukan salah Lean dong! Salah siapa gak bener ngikat tali sepatunya."
"Ishhhh anak ini bener-bener. Sini ka...."
Saat tanganku sudah siap untuk menjewer telinga Lean, tiba-tiba peri raksasa Lean datang. Peri raksasa dengan jas dan dasi kotak-kotak kecil yang sangat pas ditubuhnya. Papa."Sudah sana berangkat!. Apa mau papa antar ?"
"Ngak!"
"Ngak!"
Tawaran papa langsung ditolak aku dan Lean secara tegas dan bersamaan.--
Sebenarnya Lean yang punya nama panjang "Leana Sarain" ini tipikal anak yang sangat sangat rajin di sekolah. Walaupui usianya masih 11 tahun dan masih SD, aku akui kalau dia lebih rajin daripada aku. Tubuhnya yang ramping dengan tinggi yang ideal untuk anak sebayanya membuat Lean semakin menarik. Apalagi rambut lurus, kulit putih mulus dan mata besarnya membuat Lean sangat digemari teman laki-laki di sekolahnya. Dia cantik.
Kalau aku ?? Ya hampir mirip dengan Lean lah. Hanya saja versi dewasa.
Lean selalu datang paling pagi kalau sudah kenaikan kelas seperti pagi gini. Alasannya ya untuk dapat tempat duduk paling depan. Kata Lean kalau duduk paling depan itu bisa lebih jelas kalau guru sedang memberi materi. Gak sekalian nyuru Bang Mail si tukang kebun rumah buat boking tempat duduk paling depan dari subuh biar masuk TV.
10 menit kemudian setelah mengantar Lean ke sekolah, aku akhirnya sampai di sekolahku. Aku jarang diantar mama dan papa. Aku lebih nyaman naik sepeda maticku daripada naik mobil diantar papa. Jujur saja aku paling anti memamerkan kalau aku ini orang kaya. Papa yang merupakan CEO dari salah satu perusahaan terbesar di kota ini memang selalu memanjakanku dan Lean. Tapi, yang aku salutkan dari papa itu, papa selalu mengajarkan kepadaku dan Lean untuk tetap terlihat sederhana dan bersikap sesederhana mungkin dihadapan orang-orang. Setiap hari, akulah yang bertugas antar jemput Lean. Lean sama sepertiku, dia tidak suka diantar papa ke sekolah. Walaupun jam pulangku dan Lean berbeda 2 jam, Lean selalu setia menungguku di sekolahnya sampai sekolahku pulang. Terkadang dia pergi ke perpustakaan sekolahnya sembari menungguku menjemputnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOARDER
Ficção AdolescenteKeluarga yang selalu ada dan sahabat yang bisa diandalkan. Apa lagi yang kurang ? Cinta ?. Aku tidak yakin. Kekuranganku selalu membuatku takut untuk mencintai seseorang. Aku takut cinta tidak bisa mengerti keadaanku. Tapi, aku melihat ada yang berb...