"Kemampuan Im Seulong memang tidak diragukan lagi!"
"Ya, suaranya mampu membuatku merinding,"
"Jika ia lahir di era 90an, ia bisa masuk kedalam oppa list ku."
Nayeon tidak bisa fokus dengan buku teks ilmu alamnya, yang dilakukannya sedari tadi hanyalah membolak balikkan halaman bukunya. Lingkungannya memang berisik, namun biasanya Nayeon bisa mengatasinya dengan mudah dan tetap fokus dengan pelajarannya. Sayangnya, Nayeon mendengar semua kasak kusuk siswi di kelasnya ini. Membuat hatinya gelisah serta tak tenang.
"Ah- meski sudah tua ia sangat tampil rupawan," satu pujian.
"Suaranya nomor satu di negara ini!" dua pujian.
"Jika aku terlahir menjadi putrinya, aku akan menjadi remaja paling bahagia!"
Entah yang terakhir masuk di telinganya itu dapat terdengar sebagai pujian atau tidak, namun Nayeon hanya berdecak sinis kala mendengarnya. Bahagia? Apa kau pernah bertanya ke putrinya apa ia bahagia atau tidak?
"Ya! Im Nayeon! Kau mengejekku?!" Ups. Decakan Nayeon terdengar, membuat gadis itu menjadi sasaran tatapan tajam dari beberapa siswi yang sedang berkumpul di kelas. Beberapa gadis berdiri, menghampiri Nayeon yang kini menunduk.
"Kau mengejekku kan?!" Pekikan gadis penuh amarah itu memuncak, tepat didepan wajah Nayeon. Nayeon tetap menunduk, pikirannya entah kemana.
Lihat? Apa putri idolamu bahagia?
"Jawab aku, bodoh!" Nayeon sedikit tersungkur kala salah satu siswi perempuan mendorong cukup keras kepalanya. Namun yang dilakukan Nayeon hanya diam tak berkutik, seperti biasanya. Ya, hal ini sudah biasa.
Apa kalian masih ingin menjadi putri Im Seulong? Menggantikan posisiku?
"Ck- terlalu bodoh untuk menjawab rupanya," "Kau kira suara sumbangmu itu lebih baik dari Im Seulong? Berani beraninya kau mengejek master seperti dirinya!"
Satu dorongan lagi, sukses membuat Nayeon tersungkur dari bangkunya. Saat mencoba untuk bangun, gadis itu malah mendapat sepakan dari siswi lainnya. Membuat Nayeon meringin menahan sakit, tak berani menatap siswi disekitarnya.
"Tuli nada saja bangga," beberapa siswi yang mengelilinginya kini berangsur pergi, saat melihat beberapa luka lebam sudah hadir di kaki dan lengan Nayeon. Meninggalkan Nayeon yang kini dikelas sendiri, tidak bergerak dari posisi jatuhnya. Gadis ini memikirkan perkataan siswi siswi tadi, membuatnya sakit hati.
Ayahnya. Semua ini karena ayahnya. Jika saja Nayeon bukan putri dari ayahnya, ia tidak mungkin terlahir tuli nada. Jika saja ayahnya bukan seorang Im Seulong, ia tak mungkin merasa seperti ini- merasa tak pantas menjadi putri dari seorang master vokal di seantero negara.
Jika sudah seperti ini, bisakah ayah membantuku?
"Im Nayeon!" Suara berat khas terdengar membelah keheningan kelas, membuat Nayeon menghapus air matanya sekilas dan segera berdiri dari jatuhnya. Gadis itu menatap kearah sumber suara dan benar saja, sudah ada orang yang ia tebak.
"Kau tidak apa apa? Hei- ada apa?" Chanyeol dapat melihat pipi sembab Nayeon, jelas sekali gadis itu baru saja menangis.
"Ya- mau sampai kapan kau diam saja? Cerita padaku," Chanyeol meremas bahu Nayeon, memaksa gadis itu agar duduk di bangkunya lagi. Sedangkan dirinya sendiri duduk di hadapan Nayeon, menatap gadis itu dengan tatapan lembut.
Nayeon sejenak menunduk, mempertimbangkan tawaran Chanyeol untuk bercerita dengannya. Gadis itu menghela nafasnya, "Seperti biasa, kau tahu kan?"
"Tapi biasanya kau tidak menangis." timpal Chanyeol, pemuda ini yang paling mengerti Nayeon. Membuat Nayeon menegakkan pandangannya, menghadap Chanyeol lurus didepannya.
"Kau tidak percaya padaku?" Gumam Nayeon dengan memasang senyumnya, senyum tipis khasnya. Dan melihat reaksi Nayeon yang 'sok kuat' itu, membuat Chanyeol berdecak kesal.
"Selalu saja sok kuat," Nayeon tertawa pelan kala Chanyeol bertingkah yang menurutnya lucu itu. Chanyeol selalu sukses menghiburnya.
"Aku tidak 'sok', tetapi 'memang' kuat,"
"Baguslah. Teruslah begitu, Im Nayeon."
****
"Ayah? Kau ingin aku kemari, ada apa?"
Nayeon membungkuk, lalu membuka pembicarannya. Maniknya tak berhenti menatap pria yang masih saja lentur untuk menari, dan juga bernyanyi. Memang yang terbaik dair yang terbaik.
"Aku hanya merindukanmu, sayang." Seulong mematikan tape lagunya, lalu bergerak mendekat kearah Nayeon dan merangkulnya kuat.
"Kau sudah tumbuh menjadi remaja yang cantik!" Bisa dirasakan belaian pelan di surai Nayeon, membuat Nayeon tersenyum tipis.
"Dan ayah semakin tidak ada duanya," kini giliran Nayeon yang memuji ayahnya. Membuat ayahnya terkekeh pelan, masih menatap putri semata wayangnya itu.
Seulong menghela nafasnya, "Ayah akan mengadakan tour dunia selama 6 bulan,"
Nayeon tetap menahan senyumnya agar tidak pudar, berusaha mendukung pria itu meski ini bisa dibilang dukungan minim sekali. "Semangat, ayah!"
"Ah- bagaimana sekolahmu?"
"Baik," Nayeon menghela nafasnya sebelum menjawab, baik darimana-_-
"Kapan pembagian rapot? Ayah tidak sabar untuk mengambilnya di sekolahm-"
"-ah, ayah tak usah repot repot. Aku sendiri saja yang mengambilnya,"
Jika ayah Nayeon ke sekolah, bisa bayangkan apa yang terjadi?
"Memang kenapa?" Tuan Im berdecak kesal sekaligus kecewa.
Nayeon menatap pria di sampingnya dengan lurus, sebelum akhirnya membuka suara.
"Karena kau... ayah teristimewa,"
;intro end
KAMU SEDANG MEMBACA
HOT PINK! [ EXO's Fanfiction | REWRITE ]
FanficJika saja gadis itu normal, mungkin Jongin tidak sepenasaran seperti sekarang. Pemuda ini sungguh hanya ingin tahu, mengapa gadis yang dipanggil Nayeon itu memiliki warna yang berbeda dari gadis gadis lain. Mengapa di indra synesthesia miliknya, Nay...