Tiga~ Satu

189 20 5
                                    

Dipublikasikan: Selasa, 06 Desember 2016

****

"EH, DIO! Posisi, woy. Posisi!"  Teriakan Ian dari ujung lapangan sontak membuat Dio yang tadinya berlari kecil langsung mengambil ancang-ancang dan berlari dengan kecepatan penuh mendekati gawang lawan mereka, X IPA-1.

Melihat lawannya yang masuk ke  dalam wilayahnya, Handi, salah satu personel X IPA-1 langsung mengode salah satu temannya yang berada tak jauh dari cowok itu untuk menjegat Dio.

Ck, sial!  Batin Dio merutuk. "Jangan ngoper ke gue dulu, Nyong!" Serunya lantang pada Ian yang hendak mengambil ancang-ancang untuk mengoper bola hitam-putih itu ke arahnya. Ian mengangguk singkat seraya mencari temannya yang bebas.

Dio memutar otaknya memikirkan celah untuk bisa lepas dari pengawasan dua adik kelasnya itu. Tapi sepertinya usaha cowok itu sia-sia karena kedua adik kelasnya itu seperti menjadi bayangannya, mengikuti dan melakukan gerakan yang sama seperti yang Dio lakukan. Lagi-lagi cowok itu merutuk.

Dio setengah sebal kepada anggota tim-nya yang selalu melakukan pergerakan yang ketara. Belum lagi di setiap kesempatan, Dio selalu menerima operan bola dari temannya untuk dijadikan umpan pada Calvin, cowok setengah bule yang mengisi posisi striker. Jelas saja tim X IPA-1 langsung mengetahui strategi mereka!

"GOLLL!!!"

Dan sepertinya strategi untuk menjegat Dio adalah cara ampuh. Tim cowok itu langsung tak berkutik. Terbukti dari gol balasan yang baru saja disarangkan Hardi, kapten X IPA-1, di gawang kelas Dio, XI IPA-2. Dan itu terjadi karena ruang gerak Dio terbatas!

"Balik lagi baik lagi. Gerak cepet, woy. Pake plan B." Dio kembali mundur ke daerahnya.

Tidak seperti sebelum-sebelumnya, dimana tim Dio bermain agresif dan penuh ambisi, mereka kini hanya bermain santai dan dalam save mode. Memilih untuk membiarkan Dio berada di dalam wilayahnya untuk memperkuat pertahanan. Tim mereka tidak bisa maju menyerang tim lawan begitu juga sebaliknya. Seimbang.

Menjelang lima belas menit sebelum pertandingan berakhir, Dio menghentikan pergerakannya karena dirasakannya ponselnya bergetar. Cepat-cepat cowok itu mengambil ponsel itu dari saku kemeja putihnya yang sama sekali tidak terlihat celah kering. Dahinya mengernyit. Nama Bu Mada yang tertera di layar poselnya membuat cowok itu terkekeh kecil. Dio memutar-mutar ponselnya, sengaja membiarkan panggilan guru muda itu.

"Gue duluan, Nyuk. Ada urusan sama kesayangan," pamitnya.

Setelah menerima persetujuan dengan acungan jempol dari beberapa anggotanya, cowok itu langsung berlari ke luar lapangan. Samar-samar dia mendengar suara Ian yang menyuruh Elang, temannya yang lain, untuk masuk menggantikan Dio.

Kaki Dio bergerak ke ruang guru dengan malas, kontras dengan kepalanya yang memikirkan dengan semangat apalagi yang harus dilakukannya untuk mengerjai Ibu Guru muda yang ketiban sial menjadi wali kelasnya selama dua tahun berturut-turut itu.

Begitu sampai di depan ruang guru, cowok itu langsung memasukan kedua tangannya ke saku celana abu-abunya. Dibukanya pintu hijau itu dengan ujung kaki kanannya lalu berjalan masuk menuju meja kebesaran Bu Mada yang letaknya sudah dihafal cowok itu di luar kepala sangking seringnya keluar masuk ruang guru.

Tindakan kelewat kurang ajar Dio itu langsung saja menuai protes dari beberapa guru yang sedang bersantai di sana. Tapi cowok itu tidak peduli. Ia seakan menutup rapat kedua telinganya.

"Ibu ngapain, sih, nelpon-nelpon saya? Kan saya udah bilang kalau saya bisanya ketemu Ibu nanti malam di rumah Ibu." Dio menunjukan cengiran lebarnya. Cengiran itu makin lebar saat melihat muka Bu Mada memerah di depannya. Mungkin guru muda itu malu karena mereka menjadi fokus pandangan di ruangan.

Hy-Di!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang