Tiga ~ Dua

52 6 0
                                    

Dipublikasikan: 06 Desember 2016

***

"HANA!" seru Kanya spontan ketika mereka berdua memasuki kawasan kantin. Vee hanya mengikuti arah pandang Kanya. Matanya menyipit begitu menyadari ada sosok perempuan modis dan mungil sedang duduk di salah satu meja kantin. Cewek itu melambaikan tangan dengan semangat ke arah mereka berdua– lebih tepatnya, Kanya.

Vee hanya tersenyum kikuk dan berjalan mengekori Kanya.

"Gue udah nebak lo bakalan ada di sini."

"Hehe. Boring. Pelajarannya Pak Budi. Bener-bener nggak ngerti gue sama tuh orang! Dia ke sekolah itu maunya ngajar ato nebar zakat, sih!?" Hana merenggut kesal. Otaknya kembali memutar kejadian beberapa menit lalu, di mana dia di usir Pak Budi. Tapi kemudian dia menatap Vee dengan bingung lalu bertenya pada Kanya, "Ini siapa, Nya?"

"Oh, ini." Kanya ikut-ikutan menatap Vee. "Anak baru. Baru masuk minggu lalu," lanjutnya singkat.

"Oh, anak baru. Gue kirain yang diomongin anak kelas 12 itu bohongan. Ternyata bener, ya."

Vee hanya tersenyum kikuk. Tidak tau harus berbuat apa.

Hana mengulurkan tangannya ke arah Vee. "Kenalin, gue Deana. Tapi lebih sering dipanggil Hana."

Vee meyambut uluran tangan itu. "Vee."

"Muka lo nggak asing, Vee." Hana mengernyitkan keningnya sementara otak kecilnya mengingat-ingat figur yang sama persis seperti Vee. "Ah! Lo yang tadi pawai bareng Noah, kan?"

Vee tersenyum miris. Kenapa harus bagian itu yang diingat? "Iya."

"Kalian berdua kenapa keluar kelas? Setau gue, kalian pelajaran Bu Tika, kan?"

Kanya mengangguk.

Vee mengangkat bahu. "Cuti hamil, katanya. Nggak tau sampai berapa lama."

"Serius lo?"

Mereka berdua mengangguk.

"Asik, besok nggak ada Bu Tika." Hana terdiam sejenak, sadar kalau euforianya sudah out of topic. Cewek itu berdehem singkat. "Terus?"

"Anak cowok pada nonton, udah gitu si Ijat, anteknya Noah ngerjain Vee jadi ya Noah ngasih kode gue bawa Vee ke mana aja asal nggak di kelas."

Hana menggelengkan kepalanya dramatis. "Emang, ya, nggak bosnya, enggak anteknya, semua badung. Heran gue. Noah bakalan mati kali kalo nggak buat masalah."

"Lo kayak nggak tau dia aja. Kan mottonya itu 'ngusil untuk hidup, hidup untuk ngusil'. Ya, semoga aja Tuhan mengampuni dosa-dosanya."

"Amin," sahut Vee seraya memosisikan tubuhnya seperti ingin berdoa.

Hana terkikik geli melihat kelakuan Vee sedangkan Kanya memutar bola matanya jengah.

"Eh, tapi, memangnya Noah senakal itu?"

Meski heran dengan pertenyaan Vee, Hana tetap mengangguk sambil memainkan ponselnya. "Nakalnya kelewatan. Sekarang gue nanya sama lo. Selama seminggu sekolah disini, udah berapa kali lo liat dia bikin rusuh?"

Vee mengerutkan keningnya. "Lima?" jawabnya tidak yakin.

"Delapan," ralat Kanya yang sukses membuat Vee membulatkan matanya.

Gila! Memang sampai sebegitu nakalnya? Batin cewek itu.

"Nih, ya, gue bilangin. Noah tuh nakalnya.. astaga! Bener-bener! Lo masih mending kalo misalnya baru ngeliat dia ngerusuh. Kalo lo yang terlibat ngerusuh sama dia udah, lah, lo baybay sama nyawa lo. Dia tuh penganut emansipasi gender. Jadi, tuh cowok nggak mandang lawannya. Hati-hati aja gue bilangin!"

Hy-Di!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang