Amanita, Si Cantik yang Mematikan (Part 3 of 3)

100 6 10
                                    

***
"Rey?! Reyna! Bangun!"

Saat kubuka mataku, aku melihat kak Alfa dihadapanku. Ia menggenggam tanganku dengan erat. Rupanya aku pingsan saat mengira cahaya yang mendekatiku tadi adalah hantu. Begitu sadar, aku langsung menangis dalam pelukannya. Takut. Benar-benar takut akan apa yang kulihat dan kualami hari itu. Tapi aku merasa tenang setelah berada di sisinya. Kak Alfa tak mengucapkan sepatah kata pun. Ia hanya diam dan memelukku dengan hangat. Membiarkanku menceritakan semuanya ketika sudah merasa tenang.

Kuceritakan semua hal yang kualami mulai dari melihat anjing yang membawa potongan tubuh bayi, mengikuti pasangan remaja yang masuk ke bangunan ini hingga saat kak Alfa menemukanku. Ceritaku terhenti ketika kusadari bahwa dalam ruangan dengan pencahayaan remang-remang itu tidak hanya ada diriku dan kak Alfa. Aku menoleh cepat dan mendapati sosok gadis manis berambut panjang berdiri di belakangku dengan ekspresi datar.

"Dia Anita. Kami berpapasan saat kakak masuk ke gedung ini," ujar kak Alfa menenangkanku. Tatapannya beralih pada Anita.

"Aku mencari temanku. Tadi kami terpisah saat seseorang menyerang kami," jelas Anita. Ekspresinya yang awalnya datar kini berubah murung. Kepalanya sedikit menunduk. Aku menoleh ke arah kakinya, memastikan kalau kedua kakinya menyentuh tanah. Syukurlah, dia manusia.

"Kau ... yang tadi masuk ke sini bersama teman priamu itu, kan?!"
Gadis itu mengangguk. Meski aku yakin kalau dia manusia, tapi entah mengapa dia cukup membuatku merasa tidak tenang.

Ada perasaan aneh yang mengusikku. Kulangkahkan kakiku menuju ruangan di mana pemuda terikat di kursi penyiksaan. Dia sudah meninggal. Aku tak takut lagi. Ya, aku hanya ngeri saat melihat orang sedang sekarat, lebih tepatnya saat mereka sedang menghadapi sakaratul maut.
Kuamati korban dengan saksama dan kudapati sebuah coretan berupa huruf yang dituliskan dengan darahnya pada kursi yang diduduki korban. Mungkinkah, dying message?

"NAVGN"
Itulah yang tertulis di sisi kursi. Sebuah pesan kematian yang dengan susah payah dituliskan korban sebelum dia meninggal. Kak Alfa dengan sigap memeriksa saku korban dan memeriksa identitasnya. Korban merupakan mahasiswa di Sekolah Tinggi Sandi Negara.
Aku berpikir sejenak dan mengutak-atik pesan kematian yang telah diubah dalam bentuk sandi tersebut. "ANITA" gumamku setelah berhasil memecahkan pesan kematian tersebut. Rupanya korban menggunakan sandi A=N, sandi dasar yang cukup banyak dikenal, di mana A=N; B=O; C=P; dst. Sehingga dying message yang ditinggalkan korban "NAVGN" akan terbaca menjadi "ANITA".
Pada saat yang sama aku juga teringat akan clay berbentuk jamur yang kudapatkan dari korban lain di ruangan yang sempat kugunakan untuk bersembunyi. Aku merogoh kantung jaketku dan mengeluarkan clay jamur tersebut. Sepertinya namanya hampir sama dengan nama jamur itu. Aku masih berusaha mengingat nama jamur itu.

"Ini kan Amanita muscaria," ujar kak Alfa sembari mengambil clay jamur itu dari tanganku.

"Amanita ... Am ... anita." Gumamku, gugup.

Anita tersenyum sinis begitu merasa identitasnya terbongkar. Sambil menyunggingkan senyum iblisnya, Anita mengarahkan pistol ke arahku dan membuatku menutup mata dengan penuh ketegangan, sementara itu kak Alfa yang juga shock hanya bisa terpaku di tempatnya sambil membelalakkan mata.

Dorrr!!!

Sebuah peluru melesat cepat menuju targetnya.

"Lho, nggak kena, ya?!" Batinku sambil membuka mata secara perlahan dan memastikan kalau tubuhku masih utuh. Aku menoleh ke arah kak Alfa, berharap bukan dia yang tertembak.

Tiba-tiba Anita ambruk dengan darah mengalir dari lengannya. Pistol yang terlepas dari genggamannya segara kutendang jauh-jauh namun tidak dapat begitu jauh karena membentur tembok dan teronggok di sudut ruangan. Dalam waktu bersamaan polisi datang menangkap Anita dan segera mengamankan barang bukti. Ternyata sebelum menyusulku, kak Alfa menghubungi polisi dan meminta mereka memback-up dirinya dari belakang secara diam-diam.

Dari hasil evakuasi, ditemukan empat mayat dengan kondisi mengenaskan. Dua diantaranya adalah mahasiswa dan dua lainnya adalah wanita paruh baya dengan seorang bayi berusia sekitar 1 bulan yang telah dimutilasi. Berdasarkan bukti-bukti dan kondisi korban-korban yang ditemukan, disinyalir bahwa Anita merupakan pembunuh berantai yang selama ini menjadi incaran polisi. Dia selalu membunuhi korban dengan cara sama. Cara yang mengenaskan. Seolah dia menikmati setiap penderitaan dan rasa sakit yang ia berikan pada korban sebelum membunuh korban secara perlahan hingga tewas. Benar-benar seperti jamur beracun Amanita muscaria sp. Cantik namun mematikan. Indah dipandang tapi jangan dipegang.

Suasana senja hari itu menjadi penutup tragedi kasus pembunuhan berantai yang selama ini meresahkan masyarakat.

Malamnya, saat sedang siaran di radio Mystery FM, aku menerima sebuah telepon dengan nomor dirahasiakan dari pendengar. Aku berulang kali menyapanya, namun tak ada jawaban. Wewangian aneh mulai tercium dan mengusik indra penciumanku. Kukeraskan volume telepon yang kuterima dan mendengarkan dengan saksama untuk mengalihkan perhatianku dari aroma aneh yang menguar di bilik siaranku. Namun yang kudengar hanyalah suara angin dan bunyi desahan yang tidak jelas, membuat perasaanku semakin tidak nyaman. Kuputuskan untuk menutup sambungan telepon dan menyajikan sebuah lagu sesuai request pendengar. Jeda waktu 10 menit selama lagu diputar cukup bagiku untuk memainkan ponselku, sekadar mengecek pesan masuk atau panggilan tak terjawab. Sesosok bayangan menyeramkan terpantul dari layar ponselku. Dengan rambut panjang terjurai berantakan ia berdiri di belakangku, tepat di samping kepalaku. Tubuhku menegang kaku dan pandangan kami saling bertemu.

-End-

Amanita, Si Cantik yang MematikanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang