Prologue

1.8K 14 7
                                    

"Bangun.... Pemalas!!!!", teriak kakek Vasen sambil menarik selimut sekaligus sebagian kasur yang ditiduri Arcas dengan satu tangan kanannya. Dengan sekali hentakan oleh Vasen kasur beserta selimut itu pun terlempar ke ujung kamar. Arcas yang tertidur di atasnya tak ayal terpelanting terjatuh ke lantai hingga menimbulkan bunyi berdebam yang cukup keras. "Bukankah ini masih terlalu gelap untuk berburu rusa, kek?!" protes Arcas sambil mengusap-usap kepalanya usai terbentur dinding saat jatuh tadi. Kamar tidur Arcas memang terbilang sempit bahkan untuk Arcas yang hanya bertinggi 160 cm, tak ayal tubuh kurus Arcas pun dengan mudah membentur dinding kamar sempitnya.

"Bukankah sudah pernah ku beritahu padamu, saat pagi buta dan petang ialah saat rusa-rusa keluar sarang mencari makan, dan saat ini adalah saat yang paling tepat untuk berburu!" kata Vasen sambil mengambil busur dan anak panah yang tergantung di dinding.

"Baik, baik kek, biarkan aku mencuci mukaku terlebih dahulu!", pinta Arcas yang merasa matanya masih sangat berat untuk terbuka.

"Pegang ini!" jawab Vasen sambil melempar busur dan panah tadi ke arah Arcas yang masih mengucek-ucek matanya.

Dukk.. !bunyi  itu berbarengan dengan teriakan mengaduh Arcas saat busur itu membentur kepalanya. " Dasar bocah pemalas!", desah kakek sambil menghela nafas melihat kelakuan cucu sekaligus muridnya itu seraya berlalu ke pintu meninggalkan Arcas yang masih mengaduh kesakitan.

Tak lama dari kejadian itu mereka berdua telah berada di dalam hutan tak jauh dari desa Welvarendia menyusuri semak-semak dengan hati-hati. Hari masih gelap, matahari pun belum tampak akan terbit saat Arcas dan Vasen sama-sama menenteng busur masing-masing menelusuri hutan. Busur milik Arcas terbuat dari kayu pohon Kolno yang cukup kuat namun juga ringan, sedangkan milik Vasen adalah berbahan kayu Keru yang bukan saja kuat tapi juga dapat menembakkan anak panah dengan jarak terjauh dari busur yang terbuat dari kayu lain, namun di sisi lain juga beratnya takkan bisa di dihandle oleh Archer pemula macam Arcas.

Arcas berjalan di belakang kakeknya itu, mengikuti tiap langkah yang dibuat oleh Vasen. Sesekali ia menatap tubuh kakeknya yang berjalan di depannya. Walaupun telah berusia senja tubuh Vasen masih terlihat tegap, dengan tinggi 175 cm dan otot lengan yang masih jelas terlihat dengan rompi yang dikenakannya, Vasen masih terlilhat seperti pemuda gagah dari belakang sini, gumam Arcas. Perburuan kali ini memang sangat penting buatnya, karena dalam perburuan kali ini kakeknya akan memutuskan apakah Arcas sudah menguasai semua ilmu untuk menjadi seorang Archer yang baik sesuai dengan yang selama ini Vasen telah ajarkan. Dan apabila Vasen telah menganggapnya lulus, maka ia akan mengijinkan Arcas untuk pergi ke ibukota untuk mendaftar menjadi Archer kerajaan.

Ya, menjadi seorang archer kerajaan memang sudah menjadi mimpi Arcas sejak lama, namun Vasen masih belum menganggap cucunya ini sebagai seorang Archer yang baik, atau lebih tepatnya Vasen masih khawatir pada Arcas bila ia pergi sendirian ke ibukota. Karena menurutnya cucunya ini masih sangat lugu dan ceroboh dalam berbagai hal. Hampir setiap hari Arcas melukai tubuhnya sendiri dari mulai luka kecil sampai cedera yang lumayan parah, dari mulai terluka saat memotong daging buruan ketika memasak, mengiris jarinya sendiri ketika mengasah ujung anak panahnya, sampai meremukkan lengannya sendiri saat ia melompat menangkap seekor anak kucing yang melompat dari atas dahan pohon ketika mengejar kupu2 yang terbang atau saat kakinya tercabik-cabik demi melindungi Danish, bocah lelaki yang tinggal di sebelah rumahnya dari kejaran kawanan hyena liar. Dibalik sifat ceroboh dan pemalasnya memang Arcas adalah pemuda yang baik pada siapa saja, sifat melindunginya sangat tinggi dan rela berkorban apapun untuk menolong orang lain.

"Kau anak yang baik, Arcas! namun sebaiknya jangan terlalu memaksakan diri memikirkan orang lain, sesekali pikirkan dirimu sendiri!" begitu selalu nasihat Vasen kala mendapati cucunya terlibat masalah demi menolong orang lain. "Hehehe.. " Arcas hanya bisa cengar cengir tiap kali kakeknya yang ia hormati itu menasihatinya.

MagnathiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang