3. Dia

26 5 0
                                    

"Selamat siang" Ucap pak Bram tegas.
"Siang pak Bram" ucap gue dan andrew berbarengan sambil berjabat tangan.
"Perkenalkan ini anak saya, Steven Craig Andreas. Dia yang sedang mengambil alih perusahaan saya"
Gue dan Andreas hanya mensenyumi laki laki yang bernama Steven itu.
"Baik kita mulai saja, mari duduk pak"
Pak bram duduk berhadapan dengan Andrew dan gue berhadapan dengan Steven.
"Jadi, dua minggu yang lalu perusahaan kami mendapat laporan bahwa Andreas Group mengirimkan pernyataan ketidak setu-" Tangan steven menyetopi ucapan Andrew yang baru memulai dengan tanganya. "Batalkan saja pernyataan itu." Ucap Steven sambil memandang gue lekat. Gue ngeri.
"Jangan kau bersikap seenaknya seperti mereka bawahanmu disini Steve" umpat Pak Bram yang masih bisa kami dengar. Ucapannya tidak di hiraukan oleh Steven.
"Maafkan kelalaian saya untuk menjalani pekerjaan saya karena saat melihat surat revisi anda, saya sedang dalam keadaan yang buruk. Saya tahu bahwa itu sangat tidak profesional, maka dari itu saya ingin memohon maaf yang sebesar besarnya." Ucapnya tegas masih menatap gue lekat, arah matanya tidak berubah.
"Maka, saya meminta untuk membatalkan pernyataan itu dan saya sangat setuju dengan revisi perusahaan anda" ucapnya, dan akhirnya pandangannya berubah mengarah ke Andrew.
"Baiklah, kalau begitu kami akan melakukannya. Terima kasih kerja samanya, dan juga dukungan untuk revisi kami. Senang bekerja dengan anda. Selamat bertemu lagi. Ayo Mik" Ucap Andrew yang menyudahi saja pertemuan ini. Lalu kita pergi dan berjalan mengarah ke parkiran.
"Udah? Jadi gimana dong surat pernyataannya."
"Ya Udah, batalin aja. Nanti lo mintain surat pernyataan setujunnya ya ke pak Steven, ehm Mr. Andreas"
"Oukey. Skarang ke?"
"Kantor"
"Oke"
Kita berpisah karena mobil gue dan mobil Andrew beda. Kami langsung menuju kantor. Sesampai disana gue dan Andrew sama sama sibuk masing masing kerjaan.

"Mik, ke ruangan gue" ucap Andrew yang berasal dari speaker di meja sebelah kiri gue. Langsung gue bergegas menuju ruangan Andrew.
"Ada apaan?"
"Gini, gue udah ngomong sama Mr. Andreas soal pernyataannya. Lo datengin aja kantor mereka dan bilang aja mau ketemu Mr. Andreas"

Deg

Kok gue jadi deg-degan? Apaa? Gara gara tatapan mister Andreas ituh? Serem ih, batin gue.

"Mikk??"
"Mik?!"
"Eh? Hah? I-iya, Oke" jawab gue.
"Kok lo ngelamun sih? Gimana? Bisa kan?"
"Bi-bisa kok bisa!" Ucap gue nutupin keraguan gue.
"Yaudah, sore ini lo kesana ya"
"Iya sip oke" jawab gue meyakinkan.

Jam menunjukkan pukul 2 siang, gue siap siap buat ke kantor Andreas group.
Gue langsung menuju ke parkiran dan meluncur ke lokasi. Agak macet tapi untung aja gue berangkat dari jam 2-an. Sampai disana pas jam 3, sore kan? Gue langsung menuju meja resepsionis.
"Misi saya mau bertemu dengan pak Andreasnya."
"Dari Kaneeth's group?" Gue ngangguk.
"Anda sudah ditunggu dengan pak Steven di lantai 16"
"Baiklah" gue langsung jalan menuju lift.

Orang-orang sini manggilnya pak Steven? Sama sih kaya di kantor gue. Ngapain gue mikirin begituan deh?, batin gue.

Sampai di atas gue langsung ditemuin dengan sekretaris sana mungkin?
"Dari Kaneeth's group? Mari ikut saya" Perempuan itu ramah.
Tok tok tok...
Perempuanitu mengetuk pintu besar yang berwarna coklat dan bergagang pintu silver. Lalu Ia membukanya.
"Permisi pak, orang yang ingin anda temui sudah datang"
"Baik, silahkan masuk" ucapnya tegas.

"Ekhem" gue berdehem.
Dia duduk di kursi sofa di hadapan tempat gue duduk. Dia berdiam disana sambil menatap gue lekat seperti di kafe.
Kami berdiam.
"Baik, em.. Saya kesini ingin meminta surat persetujuan atas revisi kami" ucap gue yang memulai.
"Ya, ini silahkan" ucapnya menyodorkan amplop coklat. Untuk memeriksanya gue cuba buka dan melihat satu per satu lembaran lembaran yang ada di dalamnya.
"Baik, semuanya lengkap. Kalau begitu saya ingin permisi. Senang bertemu dengan anda." Pamit gue sambil menyodorkan tangan untuk berjabat.
Steven tidak merespon.
"Bagaimana kalau saya mengajak anda untuk meminum kopi sebentar di kafe seberang?"
"Maaf saya tidak menyukai kopi."
"Atau kau bisa memesan minum lainnya"
Ck, ah. Pake acara ngajak ngafe segala, kan gue ngeri, batin gue.
"Bagaimana?"
"Ba-bai-ekhm, baik" Ia tersenyum gentle.
Sesampai disana, kami memesan pesanan masing masing.
"Pak, hm. Kita kan di luar kantor, gak usah formal bisa kan?"
"Oke"
"Kamu ada kegiatan lain di luar? Mm-Mika?"
"Ada, gue punya butik."

You and me, we made a vow
For better or for worse
I can't believe you let me down
But the proof's in the way it hurts

Ada telfon, kali ini dari hp gue.
"Tunggu, ada telfon. Sebentar" Steven menarik napasnya sambil berkedip menandakan kalau Iya meng-iyakan.
Sungguh orang yang formal, batin gue.
"Halo"
"Mikaa, ke butik dong. Temenin gue"
"Yaudah. Gue kesana"
Ya ampun, Netta telfon disaat yang tepat. Kalo gini kan gue bisa menghindar, batin gue.
"Steve, gue duluan ya Netta minta temenin di butik" pamit gue sambil berdiri.
"Aku anter"
"Gausah, gue bawa mobil kok"
"Nanti abis dari butik, aku anter kamu ke sini lagi. Ambil mobil"
"Lho? Buat apa?"
"Aku mau anter"
"Ya-yaudah" gue tersihir dan tiba tiba gue meng-iyakan. Gue mengigit bibir gue, merutuki kesalahan gue yang nurut nurut aja.

Gue dan Dteven langsung meluncur ke butik, sampai disana mau tidak mau Steve juga ikut masuk.
"Nett!!"
"Netta!!"
"Apaan??" Teriak Netta dari belakang.
"Siniii Mikaaa!!!" Gue menuju ke ruangan Netta dan dibuntuti oleh Steven.
"Heii" ucap gue gak banyak ngomong dan mendaratkan bokong gue di sofa empuk Netta dan diikuti oleh Steven.
"Mik, siapa?" Tanya Netta menunjuk Steven.
"Netta, ini Steven. Dia anak pak Bram, perusahaan yang gue ceritain ke elo waktu itu Net"
"Ohh, ganteng banget ya" cericosnya di depan Steven. Gue melototin Netta.
"Kenapa? Emang ganteng kok dia"
"Terserah lo deh" gerutu gue.
Steven yang dari tadi diam sekarang tersenyum.
Kringg.. kringg..
Bunyi bel menandakan ada yang datang.
"Gue yang liat" ucap gue sambil berdiri dan berjalan menuju keluar dan dibuntuti Steven lagi.
"Lo ngapain sih ngikutingue mulu?"
Tanya gue sambil jalan.
"Gapapa" jawabnya singkat.
"Hai Mik" Tiba tiba suara Ben. Rupanya dia yang datang.
"Steven?"
"Ben?"
"Kalian saling kenal?" Tanya gue bingung.
"Iya" jawab mereka berbarengan.
"Dia sodara gue Mik" jawab Ben.
"Lo ngapain disini Steve?" Tanya Ben.
"Gue- sama Mika" jawabnya lantang sekali.
"Kalian? Jadian?"
"Iya" "nggak" jawab gue dan Steven berbarengan.
Lho? Lho? Apa apaan nih? Kok dia jawabnya iya sih????, Batin gue.
"Hahahah. Yang bener yang mana nih? Kok beda gitu?" Tawa Ben.
"Iya kita jadian"
"Ha-hah??" Tanya gue bingung.
"Mika, kita harus pergi. Ben, lo disini ya sama Netta. Dia minta temenin"
"I-iya"
Steven langsung narik tangan gue dan menuju ke mobil.
"Maksud lo apa?" Tanya gue ketus pas baru masuk mobil.
"Maksud apa?" Tanya Steven polos.
"Yang tadii"
"Tadii mana?"
"Yang kita jadiannn"
"Apa yang perlu dijelasin?"
"Ya kan kita ngga jadiaaan Steveennn" greget gue.
"Ya kita jadian"
"Hahh??!! Sejak kapann???" Tanya gue syok.
"Semenjak Ben nanya" jawabnya polos.
"Hihhh, kalo gue gamauk?"
"Harus mau, soalnya besok aku mau kenalin kamu ke orang tua aku"
"Whatt?? No Steven. Kita ga jadiaan"
"Oke" jawabnya singkat.

Tiba tiba Ia memarkir mobilnya di depan kantornya. Setelah itu Ia keluar tanpa berbicara apa apa lagi sama gue dan membuarkan gue membisu di mobil. Gue liat dia ngasih kunci mobilnya ke salah satu satpam yang berdiri di depan pintu lobby dari dalem mobil.
Maksud dia apa?, batin gue. Kok gue gini amat sih?, batin gue lagi.
"Neng, nggak mau turun neng?" Tanya satpam yang tadi diberi kunci mobil oleh Steven yang baru saja masuk ke dalam mobil. Astaga, gue melamun.
"Eh? I-iya saya mau turun. Permisi pak" ucap gue salting dan langsung turun dari mobil dan menuju ke mobil gue. Tancap gas dan langsung balik ke butik. Sesampai disana gue turun dan udah ga liat mobil Ben.
"Neett"
"Nettaa?"
Tiba tiba Netta berlari keluar dan langsung memeluk gue.
"Mikaaaa!!! Lo jadiaaannn sama Stevennn???!!!"
"Haahh??!! Kaagaaakk!! Kata siapaaa???"
Tanya gue syok.
"Kata Ben!"
"Enggak kokk, tadi salah paham doang"
"Ohh dikirain gue lo berdua jadiaan"
"Engga, eh? Ben mana?"
"Dia udah pergi katanya dia ada urusan. Tadi lo kemana deh?" Tanya Netta.
"Ngambil mobil di kantor Steve."
"Laah?"
"Udah ah gue lg capek. Males cerita"
Lalu setelah itu gue nemenin Netta sampe kerjaan dia selesai. Sampai jam menunjukkan pukul 7 dan gue pamit pulang sama Netta.

Hari ini gue sangat lelah jadi gue gak sempet makan malam dan keesokkan harinya gue bangun pagi seperti biasa, siap siap kerja, sampai di kantor gue mulai beroperasi tidak ada yang baru buat gue. Hufft. Pas gue pulang, dirumah ada mobil yang asing buat gue.
Ini mobil siapa?, batin gue.
Langsung gue masuk pas di ruang tamu, benar saja, ada tamu papa sama mama.
"Mika, sini nak" ucap papa memanggil gue. Dengan malas gue menghampiri mereka.
"Jadi ini yang udah ngambil hati anak saya" ucap tamu papa, cukup membuat gue syok.

To be continued...

Modifiers Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang