Pening kepala Hana setelah menerima bunga dari seseorang yang dia tau itu adalah Tea.
"Atealiza. Kenapa kamu muncul hah!" Dia membanting buku yang sedang dibacanya ke tempat tidur.
"Sial."
Dia memejamkan matanya sambil menyandarkan punggungnya ke sandaran tempat tidur. Kepalanya semakin pening begitu mengingat Tea. Gadis yang menjadi sahabatnya sejak kecil.
-
Seperti biasa Tea mengunjungi Queen Cafe setiap sore. Sore ini juga. Setelah kemarin dia memberikan bunga matahari merah muda kesukaan Hana, Tea semakin semangat ingin bertemu dengan Hana.
"Pasti Hana senang dengan bunganya." Tea berjalan menuju kafe dengan senyuman cantik di bibirnya. Sesekali menyapa pejalan kaki yang berlawan arah darinya. Tampak senang sekali.
Sudah lama senyumnya tidak secantik itu. Dua bulan ini wajahnya selalu kusut dan tak karuan. Bingung mencari Hana.
Queen Cafe nampak ramai. Tea masuk menimbulkan suara lonceng di atas pintu kafe. Beberapa pengunjung kafe menoleh melihat kedatangan Tea.
Di meja biasanya Tea melihat gadis berparas cantik dan anggun duduk sambil membaca buku. Dengan black coffee di samping bukunya.
Tea melihat gadis itu, Hana dengan tatapan yang bahagia. Lalu memberanikan diri menghampirinya.
"Hai, Hana.." Panggil Tea lirih.
Yang dipanggil langsung menoleh ke samping. Siapa. Dilihatnya orang itu. Tea, batin Hana.
Dilirik sebentar lalu fokus lagi dengan bukunya, tanpa mengatakan apapun.
"Han, dari mana saja kamu? Kemarin aku sudah menitipkan bunga matahari ke pelayan. Apa kamu sudah terima?" Tea berbicara sambil bergetar.
Perasaan rindunya begitu dalam pada sahabatnya itu.
Hana masih diam dan tetap membaca.
"Han, kamu dari mana? Kenapa kamu pergi dan gak pulang? Kamu tinggal di mana sekarang? Aku rindu sama kamu." Hana tetap diam.
"Han..."
Hana berdiri. Badannya dibalikkan menghadap Tea yang berdiri di sampingnya. Bukunya ditutup dan dilemparkan ke wajah Tea. Menimbulkan suara yang cukup membuat pengunjung lain menoleh.
"Bisa gak sih kamu gak ganggu? Apa kamu gak lihat aku lagi baca buku?" Air muka Hana menjadi tidak enak.
"Tapi Han, aku rindu."
"Aku gak peduli itu. Memangnya sedang apa kamu disini? Apa maksudmu ha?"
"Han..."
"Sudah ya, Tea. Aku sudah tidak suka sama kamu. Kamu itu selalu nyusahin. Bisa gak sih kamu atur hidup kamu sendiri dan gak nyusahin orang lain? Aku sudah capek. Kamu jadi dibangga-banggakan sama keluarga aku dan teman-teman aku di sekolah. Kamu jadi dipuji sama guru di sekolah. Padahal aku yang bantu kamu. Aku benci sama kamu. Makanya aku pergi."
Beberapa kalimat panjang yang terdengar oleh Tea telah benar-benar menusuk hatinya hingga air matanya jatuh melewati pipinya. Dia tidak menyangka Hana akan berbicara seperti itu padanya.
"Han, aku kan sahabat kamu. Kenapa kamu benci aku?" Tanya Tea dengan nada yang sudah parau karena menangis.
"Karena kamu jadi baik. Lebih baik dari aku. Kamu rebut dunia aku!" Hana berteriak kesal. Emosinya sudah di puncak.
"Kamu. Cuma gadis yang hidupnya berantakan! Kamu bisa hidup karena aturan dari aku. Tapi kamu yang mendapat semuanya!"
Satu tamparan keras mendarat di pipi Tea. Satu tamparan yang berasal dari hati yang penuh kebencian.
Hana lalu pergi meninggalkan Tea.
-
NEXT
Note :
- Terima kasih sudah membaca cerita saya.
- Maaf jika ada kesamaan nama dan latar. Ide cerita ini adalah ide author sendiri.
- Mohon jangan copy-paste cerita saya.
- Semua bagian dari cerita ini hanya karangan author.
- Jangan lupa vote dan comment setelah baca.Thanks
Salam Hinila00
KAMU SEDANG MEMBACA
Tea [8/8 END]
Teen Fiction[ a c o m p l e t e s h o r t s t o r y ] Atealiza, "Tuhan sedang mengambilnya." Hana Pamela, "Tuhan mengambilmu selamanya dariku."