6 | Dia Yang Bersedia Menjadi Tamengku
A k u membuka pintu kamar dengan mata yang sedikit terpejam. Setelah itu, tanpa berganti baju atau mencuci muka, tubuhku dengan refleksnya langsung menghampiri ranjang di pojok kamar dan menghempaskan nya begitu saja.
Hari yang melelahkan. Ucap batinku lemah.
Sejak aku memutuskan untuk kembali ke dalam acara, Mario juga ikut pergi dari hadapanku. Aku hanya mengangkat bahu dan berfikir, mungkin ini yang dia bilang 'gue-masih-punya-urusan' itu.
Aku tidak peduli sama sekali.
Sebenarnya, aku malahan senang karena bisa terhindar darinya. Dia selalu saja membawa nasib sial padaku. Entah memang dia sengaja, atau memang hukum alamnya begitu.
Tetapi mungkin dia tidak semenyebalkan yang aku kira. Karena jika saja tidak ada dia saat itu, aku tidak yakin akan baik-baik saja sekarang.
[ flashback ]
Keringat dingin mulai bercucuran dari pelipisku. Dalam hati, kulafalkan doa apa saja yang ku ketahui agar hatiku bisa tenang, setenang sebelum tante Nevada memberitahuku kabar buruk tadi.
Entahlah. Mengapa tidak terpikirkan olehku jika Rionald juga Reina pasti diundang ke acara megah ini? Bukankah aku sendiri yang memberikan undangan pernikahan bang Neo kepada mereka? Mengapa aku bisa lupa?
Astaga. Ini sungguh sangat-amat buruk.
Dengan tangan yang mulai gemetaran, kuambil segelas air putih dan menghabiskannya dengan sekali teguk, kebiasaan yang sering kulakukan jika sudah mulai cemas.
Aku menatap ke sekelilingku dengan takut-takut. Jika dibolehkan untuk memilih, aku pasti akan memilih berdiam diri di luar bersama seseorang yang mengaku lebih tua sehari dariku. Sumpah, jika aku tahu kabar buruk itu sebelum tante Nevada yang memberitahukannya, aku pasti akan menolak ajakan sepupuku, Naomi, untuk kembali ke dalam acara.
Dan jika kalian menanyakan tentang Mario, jujur saja aku belum bertemu dengannya lagi.
"Muka lo biasa aja, kali." ucap seseorang di sampingku. Aku menengok dan mendengus jengah melihat siapa pelakunya.
Panjang umur, baru diomongin langsung dateng. Batinku berkata.
Memutar bolamata, aku pun bermaksud tidak mengindahkan ucapannya. Dengan gerakan yang aku buat sedemikian rupa supaya tidak terlihat gugup, kuambil ponsel dari tas tangan dan memainkannya dengan asal.
Cukup lama aku memainkan gadget keluaran terbaru itu dengan Mario yang masih berdiri menjulang di sampingku. Mengapa ia tidak bosan?
Oh, tentu. Seharusnya aku juga tidak peduli.
Dia berdeham, "tadi gue liat mantan lo, lho."
Mendengar bisikkannya, tubuhku refleks meremang ngeri. Bukannya apa, tetapi aku masih belum mau bertemu Rionald setelah kejadian dimana aku menyumpahinya mati.
Sumpah, sebenarnya aku hanya ingin mengekspresikan kekesalanku pada Reina. Seumur-umur aku tidak pernah bertindak bodoh dengan memesankan Rionald sepiring nasi goreng udang. Dan jika benar gadis itu tidak tahu-menahu, mengapa dari dulu ia tidak pernah bertanya?
YOU ARE READING
RioLita
Teen FictionTentang cinta dari pandangan Alita, perempuan yang masih mengharapkan masa lalu nya. amazing cover by {stxrry-night} and trailer by {ironsabel_} All Rights Reserved © 2015 by. Monsterday